Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

MAKALAH ASUHAN NEONATUS

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI, DAN BALITA NEONATUS RISIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan pertama kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, perdarahan tali pusat. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan pengobatan yang tepat (Kusmiyati, 2009).
B. Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada BBLR?
2.    Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorium?
3.    Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Hipotermia?
4.    Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Ikterus?
BAB II
ISI

A. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1.    Prematuritas murni.
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2.    Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK). Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).

B. Etiologi
1.    Faktor Ibu.
a.         Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
        
b.        Usia ibu

Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu muda.



C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.

D. Manifestasi Klinis
     Fisik.
a.    Bayi kecil
b.    Pergerakan kurang dan masih lemah
c.    Kepala lebih besar dari pada badan
d.   Berat badan

E. Komplikasi
1.    Sindroma Distress Respiratori Idiopatik
Terjadi pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps. Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :
a.    Rintihan Waktu Inspirasi
b.    Napas Cuping Hidung
c.    Kecepatan respirasi leih dari 70/ menit
d.   Tarikan waktu inspirasi pada sternum ( tulang dada )
Nampak gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah menunjukkan :
a.    Kadar oksigen arteri menurun
b.    Konsentrasi CO2 meningkat
c.    Asidosis metabolic
Pengobatan dengan oksigen yang dilembabkan, antibiotika, bikarbonas intravena dan makanan intravena. Mungkin diperlukan tekanan jalan positif berkelanjutan menggunakan pipa endotrakea. Akhirnya dibutuhkan pernapasan buatan bila timbul gagal napas dengan pernapasan tekanan positif berkelanjutan.
2.    Takipnea selintas pada bayi baru lahir
Paru sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap edematous untuk beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress respirasi idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.

3.    Fibroplasias retrolental
Oksigen konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% ( kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.
4.    Serangan Apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intracranial. Irama pernapasan bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan seperti aminofilin mungkin bermanfaat.
5.    Enterokolitis Nekrotik
Keadaan ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi. Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena. Mungkin diperlukan pembedahan.

F. Penatalaksanaan
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1.        Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
2.        Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
3.        Menghindari Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.

G. Cara Perawatan Bayi dalam Inkubator
Merupakan cara memberikan perawatan pada bayi dengan dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suatu lingkungan yang cukup dengan suhu yang normal. Dalam pelaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan cara tertutup dan terbuka. Inkubator tertutup:
1.        Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka incubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
2.        Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
3.        Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi.
4.        Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
5.        Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
6.        Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.
Inkubator terbuka:
1.        Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi.
2.        Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan.
3.        Membungkus dengan selimut hangat.
4.        Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara.
5.        Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
6.        Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan ketentuan di bawah ini.
H. Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).

I. Penyebab Asfiksia Neonatorum
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.    Faktor ibu
a.    Preeklampsia dan eklampsia
b.    Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.    Partus lama atau partus macet
d.   Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.    Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.    Faktor Tali Pusat
a.    Lilitan tali pusat
b.    Tali pusat pendek
c.    Simpul tali pusat
d.   Prolapsus tali pusat
3.    Faktor Bayi
a.    Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.    Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.    Kelainan bawaan (kongenital)
d.   Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

J. Tanda Gejala dan Diagnosa pada BBL dengan Asfiksia
1.      Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
a.    Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b.    Warna kulit kebiruan
c.    Kejang
d.   Penurunan kesadaran
2.      Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a.    Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
b.    Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c.    Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)

K. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu, penafasan, denyut jantung, warna kulit. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).



L. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
1.    Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 2 helai kain / handuk. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
a.    Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
b.    Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
c.    Kotak alat resusitasi.
d.   Jam atau pencatat waktu.
2.    Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a.    Memastikan saluran terbuka
b.    Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
c.    Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
d.   Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
3.    Memulai pernafasan
a.    Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan.
b.    Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c.    Mempertahankan sirkulasi
d.   Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara: Kompresi dada dan pengobatan.
4.    Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah  harus didahului dengan persetujuan tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :
a.         Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
b.        Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
c.         Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
d.        Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
e.         Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.
5.    Tahap I Langkah Awal
Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah tersebut meliputi :  Jaga bayi tetap hangat
a.    Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu.
b.    Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
c.    Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.
          Atur posisi bayi
a.    Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
b.    Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.
c.    Isap lendir. Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
d.   Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
e.    Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.
f.     Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
g.    Keringkan dan rangsang bayi.
h.    Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
i.      Lakukan rangsang taktil dengan cara  menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
j.      Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
k.    Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
l.      Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
m.  Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
n.    Lakukan penilaian bayi
o.    Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
p.    Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.
q.    Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.
6.    Tahap II Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
a.    Pasang sunkup
b.    Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
c.    Ventilasi 2 kali.
d.   Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.
e.    Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
f.     Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
g.    Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm air.
h.    Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
i.      Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
j.      Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
k.    Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
l.      Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
m.  Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
n.    Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
o.    Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
p.    Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
q.    Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
r.     Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
s.     Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
t.     Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10 menit.
u.    Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
v.    Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen.
7.    Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif :
a.    Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b.    Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien.
c.    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d.   Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e.    Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.

M.  Definisi Hipotermia
Hipotermia yaitu suhu bayi di bawah normal sehingga menyebabkan bayi kedinginan. Suhu normal pada bayi baru lahir berkisar 36,5°C-37,2°C. Gejala awal hipotermi adalah suhu<36°C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Hipotermi pada bayi dapat berakhir dengan kematian. Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu tubuh dibawah normal (kurang dari 36,50 C). Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg. Mekanisme hilangnya panas pada Bayi baru lahir yaitu :
1.    Evaporasi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat penguapan,contoh:air ketuban yang tidak segera dikeringkan.
2.    Konduksi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat kontak langsung dengan benda dingin,contoh:bayi yang ditimbang tanpa alas.
3.    Radiasi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat memancarnya panas dari tubuh bayi kelingkungan yang lebih dingin.contoh: bayi tidur dekat AC.
4.    Konveksi yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat udara sekitar yang sedang bergerak,contoh:bayi ditidurkan dekat dengan jendela.
     Hipotermi dibedakan atas :
1.    Stres dingin (36 -36,5° C)
2.    Hipotermi sedang (32-36°C) ,tanda-tanda hipotermia sedang (stress    dingin) adalah :
a.    Kaki teraba dingin
b.    Kemampuan menghisap lemah
c.    Aktifitas berkurang (letargi)
d.   Tangisan lemah
e.    Kulit berwarna tidak rata ( cutis marmorata )
f.     Jika hipotermia berlanjut akan timbul cedera dingin cold injury
g.    Suhu aksila 32 – 36 °C
3.    Hipotermi berat(<32°C) Tanda – tanda hipotermia berat ( cedera dingin). Memiliki tanda-tanda seperti berikut :
a.    Sama dengan hipotermia sedang
b.    Bibir dan kuku kebiruan
c.    Pernafasan lambat
d.   Pernafasan tidak teratur
e.    Bunyi jantung lambat
f.     Suhu aksila < 32 derajat celcius
g.    Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolic
4.    Resiko terjadinya hipotermia dapat terjadi bila :
a.    Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
b.    Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
c.    Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
d.   Tempat melahirkan yang dingin
e.    Umur bayi belum cukup saat dipindahkan / dikirim untuk rujukan
f.     Suhu badan tidak terjaga selama perjalanan Rujukan
g.    Asfiksia,hipoksia atau penyakit-penyakit pada bayi

N. Penyebab Hipotermi
      Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu tubuh pada bayi :
1.      Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak  segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2.      Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot lembek, kulit kerput.
3.      Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
4.      Hipoglikemia

O. Penanganan Hipotermi pada BBL
Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
1.    Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2.    Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
3.    Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
4.    Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit – sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap, beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 – 80 ml /kg per hari.
5.    Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
6.    Dirujuk ke rumah sakit.
     Pencegahan Hipotermi, melakukan tujuh rantai hangat, yaitu :
1.    Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering, bersih, penerangan cukup.
2.    Memberi ASI sedini mungkin.
3.    Mempertahankan kehangatan pada bayi.
4.    Memberi perawatan bayi baru lahir yang memadai.
5.    Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi baru lahir.
     Menunda memandikan bayi baru lahir :
1.    Pada bayi normal tunda memandikannya sampai 6 jam.
2.    Pada bayi berat badan lahir rendah tunda memandikannya lebih   lama lagi
Komplikasi hipotermi yaitu: Hipoglikemia,asidosis metabolic,karena vasokontriksi perifer dengan metabolism anaerob,kebutuhan oksigen yang meningkat,metabolism meningakat sehingga pertumbuhan terganggu,gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat,syok,apnea,perdarahan intra ventricular. Untuk bayi diatas 1 tahun dapat dideteksi secara kasat mata dan ada juga yang harus dideteksi dengan perabaan: dapat dideteksi dengan kasat mata : kondisi bayi tidak jauh dari bayi neonatus yang kedinginan.Cirinya:cenderung diam saja,kulit anak terlihat belang-belang,bercak-bercak putih tetapi kulit kemerahan,bibir dan ujung jari membiru. Dapat dideteksi dengan perabaan : Tangan dan telapak tangannya teraba dingin,begitu juga dengan telapak kakinya,tubuhnya lebih dingin dari tubuh kita. Untuk memastikan hasilnya dapat dideteksi dengan menggunakan thermometer. Atasi kedinginan ini dengan member selimut,suhu ruangan yang hangat,memberi lampu 60 watt diatas tempat tidurnya.

P. Definisi Ikterus
               Ikterus neonatal adalah kondisi munculnya warna kuning dikulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin atau ( pigmen empedu ) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah ( hiperbilirubinemia ). Keadaan kuning pada lahir ini adalah istilah umum sering disebut jaundice.

Q. Klasifikasi
1.        Ikterus fisiologik
                     Ikterus pada neonates tidak selamanya merupakan ikterus patologik. Ikterus fisiologik ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat – lambatnya 10 hari pertama.
Ikterus dikatakan fisiologik bila :
a.         Timbul pada hari kedua dan ketiga.
b.         Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonates cukup bulan dan 10 mg % pada neonates kurang bulan.
c.         Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi  5 mg % per hari.
d.        Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
e.         Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f.          Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2.        Ikterus Patologik
                   Adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Memperhatikan hal yang tersebut diatas jelaslah bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologik atau patologik pada saat pasien itu saat di pulangkan. Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan berkembangnya menjadi ikterus yang patologik.

R. Tanda dan Gejala
Gejala utamanya adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala – gejala :
1.    Dehidrasi
2.    Pucat
3.    Trauma lahir
4.    Metorik atau penumpukan darah
5.    Letargik
6.    Gejala sepsis lainya
7.    Ptekiae atau bintik merah dikulit
8.    Mekrosefali atau ukuran kepala lebih kecil dari normal
9.    Pembesaran hati dan limfa dan peradangan umbilicus

S. Penyebab
   Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain :
1.    Proses pemecahan sel darah merah ( eritrosit ) yang berlebihan
2.    Gangguan proses transportasi pigmen empedu ata ( bilirubin )
3.    Gangguan proses penggabungan ( konjungsi ) pigmen empedu ( bilirubin ) dengan protein
4.    Gangguan proses pengeluaran pigmen empedu ( bilirubin ) bersama air
Etiologi
Secara garis besar etiologi dapat dibagi sebagai berikut :
1.         Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuaan bayi untuk mengeluarkanya misalnya pada : hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
2.         Gangguan dalam proses uptake dan konjungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjungsi bilirubi, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronial transferase.
3.         Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan ini diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

T. Jenis Ikterus Neonatal
1.             Ikterus Hemolitik
Berat pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum. Penyakit hemolitik biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a.          Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit terutama terdapat di Negara barat karena 15 % penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negative. Bayi Rh positif dari ibu Rh negative tidak selamanya menunjukan gejala – gejala klinik pada waktu lahir ( 15 – 20 % ). Gejala klinik yang dapat dilihat ialah ikerus yang timbul di hari pertama.
b.         Inkompatibilitas ABO
Penderita ikterus akibat hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di indonesi daripada inkompatibilitas Rh. Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar. Ikterus dapat menghilang beberapa hari.
c.         Ikterus hemolitik karena inkompatibilitas golongan darah lain selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, M.N dan lain – lain.
d.        Penyakit hemolisis karena kelainan eritrosit congenital
Dapat menimbulkan gambaran klinik yang mempunyai eritroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negative.
e.         Hemolisis karena defiensi enzim glukosa-6-phospate dehidrogenase ( G-6-PD deficiency )
2.        Ikterus Obstruktiva
Obstruktiva dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat obstruksi ini terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung.
3.        Ikterus yang disebabkan oleh hal lain
Kadang – kadang ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan dengan proses hemolisis atau proses obstruksi. Beberapa keadaan dapat pula menyebabkan ikterus neonatorum.
a.          Pengaruh hormone atau obat
b.         Hipoalbuminemia
c.          Adanya zat kimia
d.         Sindroma Criger-Najjar
e.          Ikterus karena Late Feeding
f.          Asidosis metabolic
g.         Pemakaian Vit. K
h.         Ikterus yang berhubungan dengan hipotireoidismus
4.        Kens-ikterus
Merupakan suatu hal yang sangat ditakuti sebagai komplikasi hiperbilirubinemia. Diagnosis ini dapat dibuat kalau kita waspada terhadap kemungkinan terjadinya. Gejala klinik biasanya berupa ikterus yang berat, latergia, tidak mau minum, muntah – muntah, sianosis, opistotonus dan kejang.

U. Penatalaksanaan
Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena prose salami atau ( fisiologis ) tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Prinsip pengobatan  kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkanya penyebabnya.
1.         Terapi sinar
2.         Terapi transfusi
3.         Terapi obat – obatan
4.         Menyusui bayi dengan ASI
5.         Terapi sinar matahari

V. Definisi Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat adalah perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai petunjuk adanya penyakit pada bayi.

W. Etiologi
Perdarahan tali pusat dapat terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah, setelah plcenta previa, dan abrupsio placenta.
1.    Robekan umbilikus normal, yang biasanya terjadi karna :
a.    Partus presipitatus
b.    Adanya trauma ataulilitan tali pusat
c.    Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalianan.
d.   Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2.    Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi karna :
a.    Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam  plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna dapat menimbulkan kematian pada bayi.
b.    Varises juga dapat menyebabkan perdarahan ketika varises tersebut pecah.
c.    Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus, yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karna salah dalam proses perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisma, pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
3.    Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a.    Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely wharton.
b.    Insersi velamentosa tali pusat, yaitu pecanya pembuluh darah pada percabangan tali pusat sampai ke membran tempat masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda.
c.    Plasenta multilobularis, perdarahan terjadi pada pembuluh darah yang menghubungkan masing – masing lobus dengan jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah peceah.
4.    Perdarahan akibat plasenta previa dan aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrupsio plasenta dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia. Lakukan pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi baru lahir dan lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala pada bayi barui lahir dengan kelainan placenta atau dengan SC.

X. Gejala Perdarahan Tali Pusat
1.    Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel pada tali pusat.
2.    Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3.    Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut bisa berwarna kuning, hijau, atau darah.
4.    Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.

Y.  Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin), obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan), gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.

A. Penatalaksanaan Perdarahan Tali Pusat
1.    Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
2.    Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.
3.    Jaga agar tali pusat tetap kering setiap saat. Kenakan popok di bawah tali pusat.
4.    Biarkan tali pusat terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
5.    Bersihkan area di sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda mengganti popok. Gunakan kapas atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
6.    Angkat tali pusat dan bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu takut hal ini akan menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak menyengat. Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin. Membersihkan tali pusat dengan alkohol dapat membantu mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan mempercepat pengeringan dan pelepasan tali pusat.
7.    Jangan basahi tali pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas, dimana seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu diingat adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas setengah bagian.
8.    Hindari penggunaan bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.
9.    Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini dilakukan bila terjadi gejala.
10.     Tali pusat belum terlepas dalam waktu 3 minggu.
11.     Klem pada pangkal tali pusat terlepas.
12.     Timbul garis merah pada kulit di sekitar tali pusat.
13.     Bayi menderita demam.
14.     Adanya pembengkakan atau kemerah-merahan di sekitar tali pusat.
15.     Timbul bau yang tidak enak di sekitar tali pusat.
16.     Timbulnya bintil-bintil atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
17.     Terjadi pendarahan yang berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
18.     Pendarahan pada tali pusat tidak berhenti walaupun sudah di tekan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Neonatus risiko tinggi kematian seperti: BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, dan perdarahan tali pusat. Untuk mencegah risio tinggi tersebut perlu adanya penatalaksanaan yang baik dan benar serta ditangani dengan cepat dan perawatan yang intensif.

B. Saran
   Mahasiswa harus lebih banyak belajar tentang neonatus resiko tinggi dan penatalaksanaannya seperti: BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, dan perdarahan tali pusat untuk menjadi bekal praktik dilapangan.
 
DAFTAR PUSTAKA


Pusdiknakes, 2003. Asuhan Bayi Baru Lahir. Depkes RI. Jakarta: JHIPIEGO.