Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

BIOLOGI DASAR MANUSIA RAPID PLASMA REAGIN(RPR) PADA SIFILIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum , yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh. Angka sifilis di Amerika Serikat pada tahun 1999 merupakan rekor angka terendah yaitu 2, 3 kasus per 100. 000 orang dan centers for disease control and prevention ( COC) telah menciptakan national paln for syphilis elimination. Factor resiko yang berkaitan dengan sifilis antara lain adalah penyalahgunaan zat , terutama crack cocaine : pelacuran , tidak adanya perawatan antenatal prenatal , usia muda  status social ekonomi lemah dan banyak pasangan seksual.
Pemeriksaan RPR merupkan suatu pemeriksaan skrining cepat terhadap sipilis. sebagai suatu pemeriksaan antibodi non-treponemal serupa dengan VDRL.  Pemeriksaan RPR mendeteksi reagin antibodi dalam serum dan lebih sensitif tetapi kurang spesifik daripada VDRL. Seringkali digunakan pada darah donor untuk mendeteksi sifilis. Seperti pemeriksaan raegin nonspesifik lainnya, hasil positif palsu dapat terjadi karena penyakit-penyakit akut dan kronis. Sebaiknya hasil RPR positif dikonfirmasikan dengan pemeriksaan VDRL dan atau FTA-ABS.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN SIFILIS
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Seseorang yang pernah terinfeksi sifilis tidak akan kebal dan dapat terinfeksi kembali ( Anonim, tt ).
B. ETIOLOGI
Penyebab sifilis adalah treponema pallidium, yang ditularkan ketika hubungan seksual dengan cara kontak langsung dari luka yang mengandung treponema.
Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada kulit. 10-90 hari sesudah treponema memasuki tubuh, terjadilah luka pada kulitprimer (chancre atau ulkus durum).
Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Tes serologik untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai timbulnya chancre, tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu. 2-6 minggu sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran treponema pallidium diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit sebagai gejala sifilis sekunder.
Erupsi pada kulit dapat terjadi spontandalam waktu 2-6 minggu. Pada daerah anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir seluruh positif selama fase sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau dapat menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak manifestasi yang nyata dari sifilis tersier.
C.STADIUM PENYAKIT SIFILIS
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda – beda dan menyerang organ tubuh.
1.      Stadium Dini ( Primer )
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Terjadi afek primer berupa penonjolan – penonjolan kecil yang erosif, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus ( Anonim, tt ).

2.      Stadium Sekunder
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II munculm stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang – kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang – kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak – bercak atau tonjolan – tonjolan kecil. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh ( Anonim, tt ).
3.      Stadium Laten
Lesi yang khas adalah gumma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Gumma umumnya satu, dapat multipel. Gumma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Gumma juga dapat ditemukan padaorgan dalam seperti lambung, hati, limpa, paru – paru, testis dan sebagainya. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri ( Anonim, tt ).
4.      Stadium Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis   ( pada jaringan saraf ). Umumnya timbul 10 – 20 tahun setelah infeksi primer ( Anonim, tt ).

D. DIAGNOSIS
 Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
1.      Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi, untuk melihat adanya T. Pallidum
a.       Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan Nacl fisiologis, serum diperoleh dari bagian dasar lesi dengan cara menekan lesi dan serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi T. Pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat dan angulasi
b.      Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton. Sediaan diberi antibiotic spesifik yang dilabel fluoresensi, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Peneliti lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat member hasil non spesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2.      Penentuan antibody didalam serum
Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusio atau pinta akan dihasilkan berbagai variasi antibody. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibody non spesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan IgG adalah :
a.       Tes yang menentukan antibody nonspesifik
·         Tes wasserman
·         Tes khan
·         Tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory)
·         Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
·         Tes automated regain
b.      Antibody  terhadap kelompok antigen  yaitu
·         Tes RPCF (reiter protein complement fixation)
c.       Yang menentukan antibody  spesifik yaitu
·         Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
·         Tes FTA – ABS (Fluorescent Treponema Absorbed)
·         Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
·         Tes ELisa (Enzyme Linked immune sorbent assay)
E.  CARA PENGOBATAN
Pengobatan dilakukan tergantung stadium sifilis yang diderita. Biasanya diberikan antibiotik seperti suntikan penisilin sebagai berikut:
a)      Sifilis stadium primer, diberikan Procaine penicilin G sebanyak 1 kali suntikan 
b)      Sifilis stadium sekunder, biasanya diberikan Benzathine penicilin.
Penisilin juga diberikan kepada penderita sifilis fase laten dan semua bentuk sifilis fase tersier, meskipun mungkin perlu diberikan lebih sering dan lebih lama. 
Jika penderita alergi terhadap penisilin, bisa diberikan doksisiklin atau tetrasiklin per-oral selama 2-4 minggu.

F.       PEMERIKSAAN RPR ( RAPID PLASMA REAGIN)
Tes RPR (Rapid Plasma Reagin) adalah suatu tes untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi terhadap kuman Treponema pallidum. Antibodi terhadap sifilis mulai terbentuk pada akhir stadium pertama, tetapi kadarnya amat rendah dan seringkali memberi hasil yang negative pada uji serologis. Biasanya IgM terbentuk lebih dahulu, baru diikuti oleh IgG (Anonim, 2010).
Titer antibodi ini terus meningkat dan mencapai puncaknya pada stadium kedua untuk selanjutnya menurun sedikit demi sedikit pada stadium laten dan menunjukkan titer yang agak rendah (tetapi masih positif) pada sifilis stadium lanjut (laten sifilis). Pada stadium lanjut ini, IgM telah menurun, bahkan kadangkala menghilang dan hanya IgG yang masih terus bertahan. Keadaaan semacam ini tentunya hanya terjadi pada penderita sifilis yang tidak diobati. Pemberian antibiotika (Penicilline) akan menurunkan titer antibodi tersebut setelah waktu tertentu yang tergantung dari stadium penyakitnya. Dalam hal ini antibodi nonspesifik (VDRL) dan IgM spesifik dapat menurun sampai menghilang (negative) dalam waktu tertentu setelah pengobatan sedangkan IgG-spesifik akan bertahan terus selama hayat dikandung badan walaupun telah mendapatkan pengobatan yang intensif dan berhasil ( Anonim, 2010 ).
Dari segi imunoassai, suatu infeksi dengan Treponema pallidum akan menimbulkan 2 jenis antibodi sebagai berikut ( Anonim, 2010 ) :
1.      Antibodi non-treponemal atau reagin sebagai akibat dari sifilis atau penyakit infeksi yang lain. Antibodi ini baru terbentuk setelah penyakit menyebar ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan kerusakan jaringan.
2.      Antibodi treponemal yang bereaksi dengan Treponema pallidum dan Strains lainnya. Dalam golongan antibodi ini dapat dibedakan 2 jenis antibodi yaitu:
·           Group Treponemal antibodi, yaitu antibodi terhadap antigen somatic yang dimiliki oleh semua Treponemal.
·           Antibodi terponemal yang spesifik, yaitu antibodi terhadap antigen spesifik dari Treponema pallidum.
 Keterbatasan uji RPR ini:
1.        Penyakit akibat infeksi treponema non-venereal, misalnya frambusia yang disebabkan T. pertenue dan paktek yang disebabkan T. carateum secara serologic tidak dapat dibedakan dari syphilis dengan menggunakan uji ini.
2.        Hasil negatif palsu mungkin terjadi pada 20% - 30% penderita  syphilis laten. Hal ini disebabkan karena pada penderita syphilis laten, titer antibodi non-treponemal seringkali rendah. Jadi jika secara klinis dugaan kuat syphilis laten hendaknya dilakukan uji treponemal seperti TPHA, TPI, ataupun FTA-ABS.
3.        Hasil reaktif palsu dapat dijumpai pada beberapa penyakit akut dan kronik, misalnya lepra lepromatosa, malaria, mononukleosus infeksiosa dan lupus eritematosus sistemik (SLE). Pada kasus-kasus yang meragukan, sebaiknya diagnosis defiritif didasarkan atas hasil uji berulang kali.
4.        Hasil positif semu ini dapat juga terjadi pada orang hamil, para penderita penyakit autoimmune, para pemakai narkotika dan para pemakai obat-obat anti hipertensi.
5.        Uj serologic pada syphilis congenital seringkali sulit ditafsirkan. Antibodi IgG yang terdapat dalam darah ibu hamil penderita syphilis, baik non-treponemal, dapat menembus plasenta, sehingga uji serologic pada neonatus dapat berhasil reaktif. Pada umumnya antibodi yang berasal dari ibu dapat menghilang dalam waktu 6 sampai 12 bulan.

PEMERIKSAAN RPR (RAPID PLASMA REAGIN)

I.         TUJUAN
1.    Untuk mengetahui cara pemeriksaan RPR terhadap sampel serum.
2.    Untuk dapat mendeteksi adanya antibodi non-treponemal (reagin) pada sampel serum secara kualitatif dan semi kuantitatif.
II.      METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan RPR ini adalah metode flokulasi secara kualitatif dan semi kuantitatif.

III.   PRINSIP
Reaksi flokulasi secara imunologis yang terjadi antara antibodi non-treponemal ( reagin ) pada serum dengan antigen spesifik terhadap sifilis pada reagen RPR Carbon.

IV.   ALAT DAN BAHAN
a.      Alat

1.      Slide aglutinasi (background putih)
2.      Mikropipet 50 ml
3.      Stand mikropipet
4.      Ependorf

b.      Bahan
1.      Serum
2.      RPR Test Kit merk a Shield (e.d : Desember 2013 ; suhu penyimpanan : 2 – 8 oC), terdiri atas :
·         Reagen RPR Carbon
·         Control positive Syphilitic
·         Control negative Syphilitic
·         Needle
·         Dispersing vial
3.      Yellow tip
4.      Buffer saline
V.                CARA KERJA
a.       Metode Kualitatif
1)        Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan di atas meja kerja.
2)        Semua komponen dikondisikan pada suhu ruang terlebih dahulu.
3)        Reagen dan control (positive dan negative) yang akan digunakan dalam pemeriksaan dihomogenkan.
4)        Reagen RPR Carbon dipindahkan dari botol reagen ke dispersing vial yang ada dalam RPR Test Kit merk a Shield Diagnostic.
5)        Needle dipasangkan pada ujung dispersing vial yang telah berisi reagen RPR Carbon.
6)        Sebanyak 1 tetes reagen RPR Carbon diteteskan pada masing-masing slide aglutinasi background putih.
7)        Sebanyak 1 tetes (50 ml) serum diteteskan pada daerah lingkaran dari slide aglutinasi background putih. Penetesan dilakukan secara tegak lurus. (Hal yang sama juga dilakukan pada control positive dan control negative).
8)        Reagen RPR Carbon dan serum dihomogenkan dengan bagian datar dari pipet pengaduk dispossible hingga batas daerah lingkaran pada slide pemeriksaan. (Hal yang sama juga dilakukan pada kontrol positive dan kontrol negative).
9)        Slide aglutinasi background putih digoyangkan selama 8 menit dan diamati flokulasi yang terbentuk.
Interpretasi Hasil :
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
a.       REAKTIF               :  Bila tampak gumpalan/flokulasi sedang atau besar
b.      REAKTIF LEMAH         :  Bila tampak gumpalan/flokulasi kecil-kecil
c.       NON REAKTIF              : Bila tidak tampak gumpalan / flokulasi

10)    Hasil yang memberi hasil reaktif atau reaktif lemah kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan semi kuantitatif. 

b.      Metode Semi – Kuantitatif
1)      Alat, bahan dan reagen yang digunakan pada uji RPR disiapkan.
2)      Seluruh komponen pemeriksaan dikondisikan pada suhu ruang.
3)      Larutan buffer saline diteteskan pada lingkaran 1 – 5 pada slide pemeriksaan menggunakan pipet penetes dispossible. Tetesan larutan saline tidak diratakan terlebih dahulu.
4)      Sampel serum diteteskan sebanyak 50 µL dengan mikropipet pada lingkaran slide aglutinasi pertama.
5)      Penghomogenan dilakukan dengan menaik turunkan larutan sampel sebanyak 5 – 6 kali menggunakan mikropipet. Diusahakan tidak menimbulkan gelembung/busa pada saat penghomogenan. Larutan dari lingkaran slide aglutinasi pertama diambil sebanyak 50 µL lalu dipindahkan ke lingkaran slide aglutinasi kedua. Perlakuan ini diulang pada lingkaran slide aglutinasi 3, 4, dan 5 sehingga terbentuk pengenceran :
Lingkaran uji
1
2
3
4
5
Pengenceran
1 : 2
1 : 4
1 : 8
1 : 16
1 : 32

6)      50 µL campuran pada lingkaran 5 ( pada pengenceran 1 : 32 ) diambil dengan mikropipet lalu dibuang.
7)      Sebanyak 1 tetes reagen RPR Carbon diteteskan pada masing-masing slide aglutinasi yang telah ditetesi serum yang telah diencerkan.
8)      Reagen RPR Carbon dan serum dihomogenkan dengan bagian datar dari pipet pengaduk dispossible hingga batas daerah lingkaran pada slide aglutinasi.
9)      Slide aglutinasi digoyangkan selama 8 menit dan diamati flokulasi yang terbentuk.

Interpretasi hasil :
Pengenceran terakhir yang masih menunjukkan adanya flokulasi merupakan titer antibodi.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Sifilis disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum setelah suatu periode inkubasi beberapa minggu. Insiden sifilis di Amerika Serikat meningkat dan menimbulkan akibat yang serius selama masa hamil.
Pemeriksaan serologi tidak spesifik yang digunaan untuk tujuan skrining, terdiri dari dua tipe, yakni komplemen dan flokulasi. Hasil pemeriksaan VDRL positif baru dapat dilihat pada hari ke-10 sampai ke-90 setelah infeksi.
Pemeriksaan spesifik adanya antigen treponema lebih mahal dan digunaan untuk diagnosis banding. Penisilin lebih dipilih untuk pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi terhadap penisilin., pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisiklin, eritromisin dan seftriakson. Tetrasiklin dikontraindikasikan pada kehamilan karena efek obat-obatan itu pada fungsi hati ibu dan pada perubahan warna gigi, seta penurunan pertumbuhan tulang pada janin.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. tt. Gejala Sifilis. http://gejalasifilis.com/. Diakses pada tanggal 20 April 2013.
Anonim. 2010. Sefilis. http://www.doktersehat.com/seputar-sifilis-si-raja-singa/. Diakses pada tanggal 20 April 2013.
Anonim. 2010. Pemeriksaan RPR.
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/pemeriksaan-syphilis-rpr-test.html. Diakses pada tanggal 20 April 2013.