Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

PERSIAPAN DAN PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN

                


     
PERSIAPAN DAN PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN

1.      PRE OPERASI DAN INTRA DAN POST OPERASI
A. Pre Operasi
1.Defenisi
            Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien . Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu : pre operatif, intra operatif dan post operatif.
2.Etiologi
            Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth ) seperti :
a)      Diagnostik, seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi.
b)      Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi.
c)      Reparatif, seperti memperbaiki luka yang multipel. Memperbaiki luka pada pasien diabetes
d)      Rekonstruktif atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah.
e)      Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan untuk menelan makanan.

3.Tahap dalam Keperawatan Perioperatif
a. Fase Pre operatif
            Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai ketika  pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
             Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada saat pembedahan.
            Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
v  Persiapan Psikologi
            Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
§   Persiapan Fisiologi, meliputi :
·        Diet (puasa) à pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.
·        Persiapan Perut à Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
·        Persiapan Kulit à Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy
·        Hasil Pemeriksaan à hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.
·        Persetujuan Operasi / Informed Consent à Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia.     
b. Fase Intra operatif
            Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
            Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
            Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi karena posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.
§    Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
·        Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
·        Umur dan ukuran tubuh pasien.
·        Tipe anaesthesia yang digunakan.
·        Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
§    Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
            Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a)      Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
b)      Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
c. Fase Post operatif
            Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra  operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan (recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah.
            Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
            Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
§   Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
 Pemindahan ini memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
§     Perawatan post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
 PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk  :
 § perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
 § ahli anastesi dan ahli bedah
 § alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.

4. Klasifikasi Perawatan Perioperatif
            Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a)      Kedaruratan/Emergency à Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
b)      Urgen à Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c)      Diperlukan à Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
d)      Elektif à Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e)      Pilihan à Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
 Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1.      Minor à Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2.      Mayor à Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
5. Komplikasi Post Operatif dan Penatalaksanaanya
a)      Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah : Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi dan lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.

 b)      Perdarahan
Penatalaksanaannya  pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus. Kaji penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c)      Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
d)      Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.  Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
e)      Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
f)        Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g)      Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.

h)      Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi abdomen.
Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Perawat yang bekerja di ruang bedah harus telah mengambil program  Proregristation Education Courses in Anasthetic and Operating Teather Nursing . Dalam pembedahan perawat disebut scrubbed nurse  yang bertindak sebagai asisten ahli bedah. Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrumen dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan yang direncanakan.
a.       Perlindungan terhadap injury
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah – masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.


b.      Monitoring pasien
1.      Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
2.      Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu.
3.      Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan oleh perawat meliputi hal – hal sebagai berikut :
·                     Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
·                     Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dan lain – lain.

 ·                     Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Monitoring Psikologis
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan psikologis yang dilakukan oleh perawat pada pasien antara lain :
·        Memberikan dukungan emosional pada pasien.
·        Perawat berdiri di dekat pasien   dan  memberikan   sentuhan selama prosedur pemberian induksi .
·        Mengkaji status emosional klien.
·        Mengkomunikasikan status emosional pasien    kepada tim kesehatan (jika ada perubahan).
·        Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care ,tindakan yang dilakukan antara lain :
·        Memanage keamanan fisik pasien.
·        Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis.

C.      Fase Postoperatif
 Keperawatan postoperatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.

       Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
a)      Faktor yang Berpengaruh  Postoperatif
·        Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
·        Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
·        Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander.
·        Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
·        Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
·        Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury.
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.


·        Tindakan Postoperatif
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di pindahkan keruang perawatan, maka hal – hal yang harus perawat  lakukan, yaitu :
§   Monitor tanda – tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah postoperatif.
§   Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
§   Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
§   Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
§   Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
1.      Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
2.        Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.

B.     Perawatan Intra dan Post Operasi
Ada beberapa jenis perawatan pembedahan, yaitu :
a.       Perawatan Preoperatif
Beberapa hal yang dapat dikaji dalam tahap prabedah adalah pengetahuan tentang persiapan pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan psikologis. Pemeriksaan lainnya yang dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah radiografi toraks, kapasitas vital, fungsi paru-paru, analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi, dan elektrokardograf, pemeriksaan darah seperti leukosit,eritrosit, hematokrit, elektrolit dan lain-lain. Ada pun rencana tindakan pada proses ini adalah :
·        Pemberian pendidikan kesehatan prabedah
·        Persiapan diet
·        Persiapan kulit
·        Latihan bernafas dan latihan batuk
·        Latihan kaki.
·        Latihan mobilitas
·        Pencegahan cedera
b.      Perawatan Intraoperasi
Perawatan intraoperatif merupakan bagian dari tahapan perawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawatdi ruang operasi. Berikut adalah beberapa rencana tindakan yang akan dilakukan oleh seorang perawat pada proses ini :
·        Penggunaan baju seragam bedah
·        Mencuci tangan sebelum pembedahan
·        Menerima pasien di daerah bedah
·        Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah
·        Pembersihan dan persiapan kulit
·        Penutupan daerah steril
·        Pelaksanaan anestesia
·        Pelaksanaan pembedahan


c.       Perawatan Postoperasi
Asuhan postoperasi haru dilakukan di ruang pemulihan tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap peralatan resusitasi, monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang memadai. Asupan paska operatif meliputi :
·        Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara merawat luka, serta memperbaiki asupan makanan.
·        Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan.
·        Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang beresiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidah duduk terlalu lama.
·        Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien.
·        Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupandan output, dengan mencegah terjadinya retensi urine.
·        Mempertahankan aktifitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
·        Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
II.  Perawatan Luka Operasi
A.            MENGGANTI BALUTAN
§   Pengertian Mengganti Balutan adalah Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau keadaan luka, melakukan penggatian balutan (ganti verban) dan mencegah terjadinya infeksi,yiatu dengan cara mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang bersih.
§   Tujuan
     1.Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan   luka
     2. Melindungi luka dari kontaminasi
     3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
     4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
     5. Menurunkan pergerakan dan trauma
     6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
§   Indikasi
    Pada balutan yang sudah kotor
§  Kontra Indikasi
a.                   Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga mikroorganisme   dapat   hidup
b.                   Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan – gesekan pembalut.
§   Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka
a.       Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena antikseptik ini ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan muntuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk antiseptik ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga antiseptik lebih murah
b.       Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam antiseptik dan larutan sodium iodide encer. Iodide antiseptik dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput Antiseptik sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan antiseptik, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan antiseptik serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptic seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).

Hal-Hal yang harus diperhatikan

·     Membalut harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat, hal ini untuk mencegah    terjadinya pembendungan. Contoh pada kaki dan tangan
·     Pembalut harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdarahan
·     Menggunting plester jangan terlalu panjang/ terlalu pendek
·     Pembalut yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai angkat jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak boleh diganti. Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang diganti, atau pembalut diganti sesuai dengan instruksi dokter
·     Memperhatikan apakah ada perdarahan, atau kotoran – kotoran yang lain untuk menetukan kapan drain dapat diangkat
·     Memperhatikan komplikasi luka operasi, contoh haematom, adanya pus, pengerasan,   perdarahan, kemerahan atau lecet – lecet pada kulit sekitarnya

B    Mengangkat Jahitan

1)   Pengertian :
Suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi).
2)   Tujuan :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alenium
3)   Persiapan alat :
a. Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi waten, kasa dalam bak instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3 %
c. Kapas balut
d. Korentang
e. Gunting plester
f. Plester
g. Bensin
h. Alcohol 70 %
i. Bethadin 10 %
j. Kantung balutan kotor/bengkok kosong
4)   Prosedur pelaksanaan
a. Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. Mendekatkan alat ke dekat pasien
c. Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
d. Mencuci tangan
e. Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah dijangkau.
f. Membuka set angkat jahitan secara steril
g. Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong balutan kotor.
h. Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i. Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan mengolesi luka operasi dengan betadhin solution 10%.
j. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang tidak ada simpul.
k. Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l. Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m. Merapikan pasien
n. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o. Mencuci tangan
p. Mencatat pada catatan perawatan.

III. Mendampingi Klien Yang Krisis
1. Pengertian Pasien Yang Krisis   adalah perubahan dalm proses yang mengindikasikan hasilnya sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa yunani artinya berubah atau berpisah.
2. Karakteristik Situasi Krisis
Pasien kritis adalah pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.

Prioritas pasien yang dikatakan kritis
1.  Pasien prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.

IV. Mendampingi Klien yang kehilangan
Pengertian Pasien Yang Kehilangan dan Karakteristik Situasi kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
karakteristik Fase Kehilangan :
Denial àAnger àBergaining àDepresi àAcceptance
1.    Fase Denial/ Pengingkaran
a.       Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan.
b.      Verbalisasi; “itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya itu terjadi”
c.       Perubahan fisik;letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2.    Fase Anger / Marah
a.       Mulai sadar akan kenyataan
b.      Marah di proyeksikan pada orang lain
c.       Reaksi fisik;muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal
d.      Perilaku agresif
3.    Fase bergaining/tawar menawar
a.      Verbalisasi;”kenapa harus terjadi pada saya? “kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya saya hati-hati”
4.    Fase depresi
a.      Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa
b.      Gejala;menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun
5.    Fase acceptance / Menerima
a.      Pikiran pada objek yang hilang berkurang
b.      Verbalisasi;”apa yang harus saya lakukan agar saya sembuh”, “yeah, akhirnya saya harus operasi”
Tahapan-tahap menghadapi kehilangan dan kematian :
1.   Penyangkalan ( Denial ) — “Saya merasa baik-baik saja.”; “Hal ini tidak mungkin terjadi, tidak pada saya.”
Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan setelah kematian..
2.   Marah ( Anger ) — “Kenapa saya ? Ini tidak adil!”; “Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi pada saya?”; “Siapa yang harus dipersalahkan?”
Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati yang tertukar.
3.    Menawar ( Bargaining) — “Biarkan saya hidup untuk melihat anak saya diwisuda.”; “Saya akan melakukan apapun untuk beberapa tahun.”; “Saya akan memberikan simpanan saya jika…”
Tahapan ketiga melibatkan harapan supaya individu dapat sedemikian rupa menghambat atau menunda kematian. Biasanya, kesepakatan untuk perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih tinggi dalam bentuk pertukaran atas gaya hidup yang berubah. Secara psikologis, individu mengatakan, “Saya mengerti saya akan mati, tetapi jika saja saya memiliki lebih banyak waktu…”
4.   Depresi ( Depression ) — “Saya sangat sedih, mengapa perduli dengan lainnya?”; “Saya akan mati .. Apa keuntungannya?”; “Saya merindukan orang saya cintai, mengapa melanjutkan?”
Pada tahapan keempat, penderita yang sekarang, menolak dibesuk dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan kepada pasien yang sekarat untuk memutus hubungan dengan sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. Tidak disarankan untuk mencoba menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan waktu penting untuk berduka yang harus dilalui.
5.   Penerimaan ( Acceptance ) — “Semuanya akan baik-baik saja.”; “Saya tidak dapat melawannya, Saya sebaiknya bersiap untuk hal itu.”
Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai mahluk hidup atau kepada yang dicintainya.
Tindakan Bidan pada setiap Fase Kehilangan :
1.      Tindakan pasien pada pasien dengan Tahap Pengingkaran
1).    Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara :
a.       Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.
b.      Meningkatkan kesabaran pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap secara emosional.
2).    Menunjukan sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasien untuk berbagi rasa dengan cara.
a.       Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai apa yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukum atau menghakimi
b.      Menjelaskan kepada pasien bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang mengalami kehilangan.
3).    Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian dengan cara :
a.       Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.
b.      Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara.
c.       Meningkatkan kesadaran dengan bertahap.
2.      Tindakan pada pasien dengan tahap kemarahan
Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahanya.
§  Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak di tunjukan kepada merka.
§  Memberikan kesempatan atau mengizinkan ppasien untuk menangis
§  Mendorong pasien untuk menyampaikan rasa marahnya
3.      Tindakan pada pasien dengan tahap tawar menawar
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara :
a.       Mendengarkan ungkapan yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian
b.      Mendorong pasien untuk membicarakan atau rasa bersalahnya
c.       Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takut
4.      Tindakan pada Pasien dengan Tahap Depresi
1).    Membuat pasien mengidentifikasi rasa bersalahnya dan takut dengan cara :
a.    Mengamati perilaku pasien dan bersama-sama dengan pasien membahas tentang perasaannya
b.   Mencegah tindakan bunuh diri
2).    Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara :
a.    Menghargai perasaan pasien
b.   Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengkaitkan dengan kenyataan
c.    Memberi kesempatan kepada pasien untuk melampiaskan dan mengungkapkan perasaannya
d.   Bersama pasien membahas pikiran yang timbul
5.      Tindakan kepada pasien dengan tahap penerimaan
Membantu pasien ,menerima kehilangan yang tidak bisa dielakan dengan cara :
a.   Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur.
b.Membatu keluarga berbagai rasa
c. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
d.Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.

VI. Proses Griefing
Mendampingi klien sakratul maut
A.    Pengertian
Sakaratul maut merupakan keadaan dimana seseorang saat sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu sebelum meninggal.
Perawatan pasien yang akn meninggal dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
B.     Tujuan
      1.      membarikan rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah kepada pasien dan keluarganya.
      2.      memberi ketengan dan kesan yang baik terhadap pasien di sekitarnya.
C.     Persiapan
       v Persiapan alat
1.      tempat / ruang khusus (bila memungkinkan)
2.      alat-alat vital zign
a)      Alat Oksigenasi
b)      Tensimeter
c)      Termometer
d)     Stetoskop
3.      Pinset
4.      Kain kasa penekan dan air matang dalam tempatnya
5.      Kertas tissue (bila ada)
6.      Kapas
7.      Handuk kecil/lap pembasuh untuk menyeka keringat pasien
8.      Alat tenun secukupnya
   v Persiapan pasien
1.      Pasien disiapkan menurut agama dan kepercayaanya
2.     Keluarga pesien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan (pendampingan sakaratul maut)
3.     Menyiapkan alat / catatan untuk menulis pesan dan amanat terakhir pasien
D.                 Pelaksanaan
1.    Memisahkan pasien sakaratul maut dengan pasien yang lain
2.    Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
3.    membersihkan pasien dari keringat (pasien harus selalu bersih)
4.    mengusahakan lingkungan tenang
5.    membasahi bibir pasien dengan kasa lembab bila tampak kering, menggunakan pinset
6.    mmbantu melayani dalam upacara keagamaan
7.    mengobserfasi terus menerus tanda-tanda kehidupan ( vital sign)
E.                  Perhatian
1.  berbicaralah dengan suara lembut dan penuh perhatian
2.  kekang diri untuk tidak tertawa dan tidak bergurau di sekitar pasien yang berada dalam keadaan sakaratul maut.

Merawat jenazah
Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya.
Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb. Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian dari upacara penguburan.
Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:
A.    Tindakan di Luar Kamar Jenazah :

1.    Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
2.      Memakai pelindung wajah dan jubah
3.      Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada
4.      Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga
5.      Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya
6.      Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air
7.      Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal
8.      Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air
9.      Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga
10.  Pasang label identitias pada kaki
11.  Bertahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular
12.  Cuci tangan setelah melepas sarung tangan

B.     Tindakan di Kamar Jenazah

1.      Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan
2.      Petugas memakai alat pelindung:
a.       Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku)
b.      Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut
c.       Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
d.      Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air
3.      Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular
4.      Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut
5.      Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan
6.      Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
7.      Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut
8.      Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut
9.      Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain
b.      Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarumkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua alat/benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan
c.       Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%
d.      Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi
e.       Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastik
f.       Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis
Perawatan jenazah menurut keterampilan dasar praktik klinik
1. tempatkan & atur jenazah pada posisi anatomis
2. singkirkan pakaian atau alat tenun
3. lepaskan semua alat kesehatan
4. bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5. tempatkan kedua tangan jenazah diatas abdomen
6. tempatkan satu bantal diatas kepala
7. tutup kelopak mata, jika tidak ada tutup bisa dengan kapas basah
8. katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk dibawah dagu
9. letakkan alas dibawah glutea
10. tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis
11. catat semua milik pasien & berikan pada keluarga
12. beri kartu atau tanda pengenal
13. bungkus jenazah dengan kain panjang.
Perawatan jenazah yang akan di otopsi
·         Ikuti prosedur rumah sakit & jangan lepas alat kesehatan.
·         Beri label pada pembungkus jenazah.
·         Beri label pada alat protesis yang digunakan
·         tempatkan jenazah pada lemari pendingin
Sumber
v  W.Nurul Eko dan Sulistiani Ardiani.2010. KDPK ( KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN ). Pustaka Rihama. Yogyakarta
v  http://tecky-afifah.blogspot.com/2013/04/mendampingi-pasien-sakaratul-maut.html