Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

Asuhan Pada Wanita/Ibu Dengan Gangguan Sistem Reproduksi




A.    MASTITIS
1.      Pengertian Dan Klasifikasi
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus Aureus melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat.
Abses payudara adalah penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Macam-macam mastitis dibedakan berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab dan kondisinya.
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
a.       Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
b.      Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
c.       Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut kondisinya dibagi pula menjadi 4, yaitu :
a.       Mastistis Gravidarum
Mastitis gravidarum biasanya muncul pada wanita di masa kehamilannya.
b.      Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
c.       Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
d.      Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
Berdasarkan etiloginya:
a.       Mastitis karena stasis ASI/ non infeksiosa
b.      Mastitis infeksiosa yang paling sering adalah Staphylococcus Aureus dan Streptococcus.
Klasifikasi lain:
a.       Mastitis puerperalis epidemik
b.      Mastitis monensiosa
c.       Mastitis sublkinis
d.      Mastitis tuberkulosis
2.      Penyebab 
Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu yang luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus Aureus.
Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara (misalnya : glandular, jaringan ikat, areolar, lemak) oleh organisme infeksius atau adanya cidera payudara. Organisme yang umum termasuk S. Aureus, Streptococci, dan H. Parainfluenzae. Cidera payudara mungkin disebabkan memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, statis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya atau fisura puting susu.
Bakteri dapat berasal dari beberapa sumber :
a.       Tangan ibu
b.      Tangan orang yang merawat ibu atau bayi
c.       Bayi
d.      Duktus laktiferus
e.       Darah sirkulasi
Stress dan keletihan juga bisa dikaitkan dengan mastitis. Hal ini dikarenakan stress dan keletihan dapat menyebabkan kecerobohan dalam teknik penanganan, terutama saat mencuci tangan, atau melewatkan waktu menyusui, atau mengubah frekuensi menyusui yang dapat menyebabkan pembesaran dan stasis. Infeksi jamur pada payudara juga dapat terjadi jika bayi mengalami sariawan, atau jika ibu mengalami infeksi jamur vagina persisten.
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
a.       Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
b.      Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus Aureus dan Staphylococcus Albus. Escherichia Coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
3.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :
a.       Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b.      Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
c.       Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
d.      Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
e.       Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
f.       Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.
g.      Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h.      Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i.        Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
4.      Patofisiologi
Stasis ASI à peningkatan tekanan duktus à jika ASI tidak segera dikeluarkan à peningkatan tegangan alveoli yang berlebihan à sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan à permeabilitas jaringan ikat meningkatkan beberapa komponen (terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel à memicu respon imun à respon inflamasi dan kerusakan jaringan yang mempermudah terjadinya infeksi (Staphylococcus Aureus dan Sterptococcus) Ã  dari port d’entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus sekresi dan puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus/ periduktal dan secara hematogen.
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus Aureus, Escherecia Coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
5.      Gejala Mastitis
a.       Nyeri payudara dan tegang atau bengkak
b.      Kemerahan dengan batas jelas
c.       Kulit pada payudara yang bengkak cenderung terlihat mengkilap
d.      Biasanya hanya satu payudara
e.       Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
Gejala Mastitis Infeksiosa
a.       Lemah, mialgia, nyeri kepala seperti gejala flu dan ada juga yang di sertai takikardia
b.      Demam suhu > 38,5 derajat celcius
c.       Ada luka pada puting payudara
d.      Kulit payudara kemerahan atau mengkilat
e.       Terasa keras dan tegang
f.       Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang berbatas tegas
g.      Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang tersa asin
Gejala Mastitis Non Infeksiosa
a.       Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut
b.      Bercak kecil keras yang nyeri tekan
c.       Tidak ada demam dan ibu masih merasa naik-baik saja.
Gejala abses ini adalah nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses mengkilat dan suhu meningkat tinggi (39 0C – 40 0C). dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu disebelah itu bercampur dengan nanah.
Selain pembesaran berat, precursor tanda dan gejala mastitis biasanya tidak ada sebelum akhir minggu pertama pasca partum. Setelah masa itu, wanita mungkin mengalami gejala-gejala berikut :
a.       Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusu.
b.      Gejala seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keputihan.
Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda dan gejala aktual mastitis meliputi :
a.       Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 – 40
b.      Peningkatan kecepatan nadi.
c.       Menggigil
d.      Malaise umum, sakit kepala
e.       Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses. Tanda dan gejala abses meliputi :
a.       Discharge puting susu purulenta
b.      Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil
c.       Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dan keras dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.
6.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
a.       Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
b.       Terjadi mastitis berulang
c.        Mastitis terjadi di rumah sakit
d.       Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
7.      Penatalaksanaan
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu dengan sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi Staphylococcus. Bila ada kerak atau luka pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mamae yang bersangkutan sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan.

a.       Mastitis
1)      Berikan antibiotika : Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari atau Eritromisim 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari
2)      Bantulah agar Ibu : Tetap meneteki dan Kompres dingin selama 15-20 menit, 4 kali/hari sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan nyeri
3)      Berikan paracetamol 500 mg per oral
4)      Evaluasi 3 hari
b.      Abses payudara
1)      Berikan antibiotika : Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari atau Eritromisim 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari
2)      Drain abses
a)      Anastesia umum di anjurkan
b)      Lakukan insisi radial dari batas puting ke lateral untuk menghindari cedera atau duktus
c)      Gunakan sarung tangan steril
d)     Tampon longgar dengan kassa
e)      Lepaskan tampon 24 jam, ganti dengan tampon kecil
3)      Jika masih banyak pus, tetap berikan tampon dalam lubang dan buka tepinya
4)      Yakinkan ibu untuk:
a)      Tetap meneteki meskipun masih keluar nanah
b)      Gunakan kutang/bra
c)      Kompres dingin selama 15-20 menit, 4 kali/hari sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan nyeri
d)     Berikan paracetamol 500 mg bila perlu
e)      Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen). Kedua obat tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya
f)       Evaluasi 3 hari
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini terjadinya abses sering kali dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Bila ada abses dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu.
Terapi suportif
a.       Bedrest
b.      Cairan yag cukup
c.       Nutrisi yang cukup
d.      Hindari stress
e.       Kompres air hangat dan lotion
f.       Laktasi tetap dianjurkan
g.      Cegah komplikasi
Medikamentosa
a.       Analgesik
b.      Antipiretik
c.       Antibiotik: dikloksasin, sefalosporin –> eritromisin/sulfa

B.     FIBRO ADENOMA
1.      Pengertian dan Klasifikasi
Fibroadenoma merupakan tumor non kanker yang terjadi pada payudara. Fibroadenoma adalah benjolan padat yang kecil dan jinak pada payudara yang teridiri dari jaringan kelenjar dan fibrosa. Benjolan ini biasanya ditemukan pada wanita muda, seringkali ditemukan pada remaja putri. Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak yang paling sering terjadi pada wanita. Tumor ini terdiri dari gabungan antara kelenjar glandula dan fibrosa.

Secara histologi:
a.       Intracanalicular fibroadenoma; fibroadenoma pada payudara yang secara tidak teratur dibentuk dari pemecahan antara stroma fibrosa yang mengandung serat jaringan epitel. Karakteristiknya antara lain kelenjar berbentuk bulat dan lonjong.
b.      Pericanalicular fibroadenoma; fibroadenoma pada payudara yang menyerupai kelenjar atau kista yang dilingkari oleh jaringan epitel pada satu atau banyak lapisan. Tumor ini dibatasi letaknya dengan jaringan mammae oleh suatu jaringan penghubung. Karakteristiknya kelenjarnya tidak beraturan dan bahkan dapat berproliferasi, berada pada jaringan ikat.
Fibroadenoma yang sering ditemukan berbentuk bundar atau oval, tunggal, relatif mobile, dan tidak nyeri. Massa berukuran diameter 1-5 cm. Biasanya ditemukan secara tidak sengaja. Fibroadenoma mammae dibedakan menjadi 3 macam:
a.       Common Fibroadenoma
b.      Giant Fibroadenoma umumnya berdiameter lebih dari 5 cm
c.       Juvenile Fibroadenoma pada remaja
1.      Penyebab
Fibroadenoma ini terjadi akibat adanya kelebihan atau sensitivitas jaringan terhadap hormon estrogen. Biasanya ukurannya akan meningkat pada saat menstruasi atau pada saat hamil karena produksi hormon estrogen meningkat. Selain itu pada umur kurang dari 30 tahun biasanya akan lebh sering terjadi.
2.      Gejala
Pertumbuhan fibroadenoma mammae umumnya tidak menimbulkan rasa sakit, hanya ukuran dan tempat pertumbuhannya yang menyebabkan nyeri pada mammae. Pada saat disentuh kenyal seperti karet. Benjolan dengan batas tegas, jelas dan mudah digerakkan, bisa dirasakan pada SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). Teraba kenyal karena mengandung kolagen (serat protein yang kuat ditemukan di dalam tulang rawan, urat daging dan kulit). Jaringan bila dilihat berwarna putih keabu-abuan. Dapat membesar hingga 10 – 15 cm, selain itu pertumbuhan dari fibroadenoma ini sangat lambat.
3.      Patologi
a.       Makroskopi: tampak bulat, elastis dan nodular, permukaan berwarna putih keabuan.
b.      Mikroskopi: epitel proliferasi tampak seperti kelenjar yang dikelilingi oleh stroma fibroblastik yang khas (intracanalicular f. dan pericanalicular f.).
4.      Penegakkan diagnosa
Pada awalnya penegakan diagnosa tehadap fibroadenoma mammae ini adalah dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian akan dilakukan mammogram (x-ray pada mammae) atau ultrasound pada mammae apabila diperlukan. Yang paling pasti dan tepat dalam diagnosa terhadap fibroadenoma mammae ini adalah penggunaan sampel biopsi. Pengambilan sampel biopsi ini dapat dilakukan dengan mengiris bagian mammae atau dengan memasukkan jarum yang kecil dan panjang untuk mengambil sampel sel fibroadenoma tersebut.
Diagnosa terhadap FAM ini dapat dibuat dengan penggabungan penilaian klinis, ultrasonografi dan pengambilan sampel dengan penggunaan jarum. Penilaian klinis terhadap benjolan payudara ini harus mempertimbangkan:
a.       Umur
1)      ­Karsinoma           : umumnya menyerang pada usia menjelang menopause
2)      Fibroadenoma    : umumnya menyerang wanita usia di bawah 30 tahun
5.      Pengobatan
Terapi untuk fibroadenoma tergantung dari beberapa hal sebagai berikut:
a.       Ukuran
b.      Terdapat rasa nyeri atau tidak
c.       Usia pasien
d.      Hasil biopsy
Terapi dari fibroadenoma mammae dapat dilakukan dengan:
a.       Operasi pengangkatan tumor tersebut, biasanya dilakukan general anaesthetic pada operasi ini. Operasi ini tidak akan merubah bentuk dari payudara, tetapi hanya akan meninggalkan luka atau jaringan parut yang nanti akan diganti oleh jaringan normal secara perlahan.
b.      Karena FAM adalah tumor jinak maka pengobatan yang dilakukan tidak perlu dengan pengangkatan mammae. Yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan ukurannya saja. Pengangkatan mammae harus memperhatikan beberapa faktor yaitu faktor fisik dan psikologi pasien. Apabila ukuran dan lokasi tumor tersebut menyebabkan rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien maka diperlukan pengangkatan.

C.    KISTA SARCOMA FILODES
1.      Pengertian
Kista sarcoma philodes adalah fibro adenoma yang tumbuh meliputi seluruh mamae, adakalanya bertambah besar nyaris tidak tergendong oleh penderita. (Prawirohardjo, Sarwono, 1997: 485)
Tumor philodes (Cista sarcoma philodes) ialah tumor dengan pola Fibroma adenoma mamae tetapi stromanya yang lebih seluler. (Cormain, S, 1986: 91)
Kista sarkoma fillodes mengandung kista-kista besar diantaranya banyak sekali jaringan ikat sehingga terkadang diduga sarkoma dipermukaan tumor terdapat banyak jaringan (seperti lembaran-lembaran/phylor).
Phylode: menyerupai daun; istilah yang digunakan untuk tumor yang pada pemotongannya memperhatikan lobusi.
Johann Muller yang pertama kali memberikan nama ‘cystosarcoma phyllodes’ pada tahun 1838. Di permukaan tumor ada jaringan seperti lembaran-lembaran buku. Biasanya jinak, potensi jadi sarcoma. Timbul pada usia 35 – 40 tahun.
2.      Etiologi
Etiologi kistosarkoma fllodes belum diketahui secara pasti, namun beberapa hal yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya tumor ini antara lain:
a.       Kontrasepsi hormonal (terutama estrogen)
b.      Pernah mengalami radiasi di daerah dada (lingkungan)
c.       Adanya keturunan (genetik)
d.      Wanita usia 35 – 40 tahun, resiko semakin meningkat pada keadaan:
1)      Orang tua (ibu) pernah menderita Ca mammae terutama pada usia relatif muda
2)      Anggota keluarga menderita Ca mammae
3)      Sebelumnya pernah menderita penyakit tumor/ kanker
4)      Penderita tumor jinak payudara
5)      Kehamilan pertama terjadi sesudah umur 35 tahun
3.                  Ciri – Ciri Kista Sarkoma Philodis
a.       Berbentuk bulat atau lonjong dengan batas yang tegas dan tepat dapat digerakkan.
b.      Konsistensi tumor ini ada yang kistik dan padat seperti karet tidak melekat pada kulit.
c.       Tumor Philodes ini dapat berukuran kecil sekitar 3 – 4 cm dan dapat pula berukuran sangat besar dan membuat payudara menjadi besar (bengkak).
4.                  Tanda Dan Gejala
a.       Kulit payudara di atas tumor mengkilat.
b.      Kulit regang dan tipis.
c.       Kulit payudara memerah.
d.      Pembuluh balik yang lebar.
e.       Terasa panas.
f.       Pembesaran kelenjar regional atau metastasis (jarang ditemukan).
g.      Tumbuh dengan cepat.
5.                  Cara Mengetahui Kelainan Payudara Adalah Dengan SADARI (Periksa Payudara Sendiri)
Adalah pemeriksaan payudara yg dilakukan sendiri oleh tiap wanita dengan cara tertentu secara berkala tiap bulan. Sadari dapat membantu menemukan kelainan atau penyakit payudra yang kemudian harus di pastikan oleh dokter.Waktu yang paling tepat untuk melakukan sadari adalah sekitar semiggu setelah hari terahir menstruasi dengan cara:
a.       Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama besar, puting tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu segeralah pergi ke dokter.
b.      Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah dan periksa lagi.
c.       Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tanggan kiri di belakang kepala dan sebuah bantal di bawah bahu kiri.Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
d.      Periksalah dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan.Bila terasa ada benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan.
6.                  Penanganan
a.       Eksisi lokal untuk lesi yang kecil.
b.      Biopsi.
c.       Masektomi ditambah dengan pengangkatan fasia pektoralis.
d.      Radiasi dilakukan pasca bedah.

D.    SARCOMA


1.                  Pengertian
Namanya berasal dari kata Yunani sarcoma, yang berarti tumor berdaging.
2.                  Etiologi Sarkoma
Bahan-bahan yang dapat menyebabkan terbentuknya kanker disebut karsinogen. Menurut jenisnya karsinogen dapat berupa:
a.       Bahan kimia
b.      Virus
c.       Karsinogen fisik
d.      Hormon

3.                  Klasifikasi Sarkoma
Sarkoma dapat dinamai secara sitologik atau secara histologik. Pembagian secara sitologik berdasarkan bentuk selnya, maka sarkoma dibagi atas:
a.       Sarkoma SEL BULAT, bila terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat.
b.      Sarkoma SEL KUMPARAN, bila terdiri atas sel-sel yang berbentuk kumparan.
c.       Sarkoma SEL CAMPURAN bila terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat dan kumparan.
d.      Sarkoma SEL DATIA, bila sebagian besar terdiri atas sel datia.
Pembagian secara histologik berdasarkan asal jaringannya. Yang berasal dari jaringan ikat disebut fibrosarcoma, dari jaringan tulang disebut osteogenik sarcoma. Dari tulang rawan disebut chondrosarcoma. Pembagian ini lebih memuaskan. Tetapi pada keadaan tertentu, yaitu pada sarkoma yang berdiferensiasi sangat buruk, tidak mungkin lagi dapat ditentukan jenis atau asal selnya.
4.                  Gambaran Klinis
a.      Anamnesa
1)      Pasien khususnya muncul dengan massa payudara keras, bergerak, berbatas jelas, tidak lunak
2)      Sebuah massa kecil dapat dengan cepat berkembang ukurannya dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari perhatian medis
3)      Tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau meng-ulserasi kulit
4)      Pasien dengan metastase bisa muncul dengan gejala seperti dispnoe, kelelahan, dan nyeri tulang
b.      Pemeriksaan fisik
1)      Disadari adanya massa payudara keras, bergerak, berbatas-jelas, tidak lunak
2)      Secara ganjil, cystosarcoma phylloides cenderung melibatkan payudara kiri lebih sering dibandingkan payudara kanan
3)      Diatas kulit mungkin terlihat tampilan licin dan cukup translusen untuk memperlihatkan vena payudara yang mendasarinya
4)      Temuan fisik (misal, adanya massa bergerak dengan batas jelas) mirip dengan yang ada pada fibroadenoma
5)      Tumor filoides umumnya bermanifestasi sebagai massa lebih besar dan memperlihatkan pertumbuhan yang cepat
6)      Temuan mamografi (misal, tampilan kepadatan bundar dengan batas halus) juga serupa dengan yang terdapat fibroadenoma
7)      Tumor maligna rekuren terlihat lebih agresif dibandingkan tumor asal
8)      Paru merupakan tempat metastase paling sering, diikuti oleh tulang, jantung dan hati
9)      Gejala untuk keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera beberapa bulan sampai paling lambat 12 tahun setelah terapi awal
10)  Kebanyakan pasien dengan metastase meninggal dalam 3 tahun dari terapi awal
11)  Tidak terdapat pengobatan untuk metastase sistemik yang terjadi
5.                  Penatalaksanaan
a.      Terapi Bedah
Pada kebanyakan kasus cystosarcoma phylloides, melakukan eksisi luas normal, dengan lingkaran jaringan normal. Tidak terdapat aturan tentang besarnya batas. Namun, batas 2 cm untuk tumor kecil (< 5 cm) dan batas 5 cm untuk tumor besar (> 5 cm) telah dianjurkan.
Lesi tidak seharusnya “dikupas keluar”, seperti yang mungkin dilakukan dengan fibroadenoma, atau angka rekurensi tanpa dapat diterima jadi meningkat.
1)       Jika tumor terhadap rasio payudara cukup tinggi untuk menghindarkan hasil kosmetik yang memuaskan dengan eksisi segmental, mastektomi total, dengan atau tanpa rekonstruksi, adalah sebuah alternatif.
2)       Prosedur yang lebih radikal tidak secara umum dibenarkan.
3)       Melakukan diseksi nodus limfatikus aksila hanya untuk nodus yang dicurigai secara klinis. Namun, sebenarnya semua nodus ini reaktif dan tidak mengandung sel-sel maligna.
6.                  Komplikasi
Seperti kebanyakan operasi payudara, komplikasi paska operasi dari penatalaksanaan bedah tumor filoides termasuk berikut ini:
a.       Infeksi
b.      Pembentukan seroma
c.       Rekurensi lokal atau jauh
7.                  Peran bidan
a.       Bidan dapat memberikan KIE pada klien tentang penyakitnya
b.      Bidan dapat memberikan motivasi pada klien
c.       Bidan dapat melakukan rujukan ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
d.      Bidan dapat melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG
E.     KANKER PAYUDARA

1.    Pengertian Kanker Payudara



2.    Gejala Kanker Payudara
Kanker payudara pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan tidak terganggu aktivitasnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium dini adalah benjolan kecil di payudara. Keluhan baru muncul bila penyakitnya sudah lanjut. Beberapa keluhannya yaitu :
a.       Timbul rasa sakit atau nyeri pada payudara.
b.      Semakin lama benjolan yang tumbuh semakin besar dan menyebabkan perubahan warna pada puting susu.
c.       Payudara mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena mulai timbul pembengkakan.
b.      Luka pada payudara dan puting susu.
Eksema/erosi pd puting à retraksi à oedema spt kulit jeruk, mengkerut dan menjadi borok à membesar dan mendalam à merusak payudara
c.       Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting atau keluar air susu pada wanita yang tidak sedang hamil atau tidak sedang menyusui (Nipple discharge).
d.      Puting susu tertarik ke dalam.
e.       Kulit payudara mengkerut seperti kulit jeruk (Peau d'orange).
f.       Pembesaran pada ketiak yaitu kelenjar getah

3.    Diagnosis
Diagnosis kanker payudara dapat dilakukan dengan 3 pemeriksaan yaitu:
a.       Anamnesa
1)      Anamnesa terhadap keluhan di payudara atau ketiak apakah ada benjolan, rasa sakit atau terjadi kelainan kulit.
2)      Anamnesa terhadap keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastasis (nyeri tulang, sakit kepala, sesak, batuk, dan lain-lain).
3)      Anamnesa terhadap faktor-faktor risiko (usia, faktor keluarga, faktor hormonal, riwayat keluarga, dan konsumsi lemak).
b.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap status lokalis payudara kiri dan kanan berhubungan dengan perubahan kulit, status kelenjar getah bening dan pemeriksaan metastasis jauh.
c.       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan radiodiagnostik/imaging dilakukan untuk diagnostik dengan menggunakan USG (ultrasonografi) payudara dan mammografi dan untuk menentukan stadium dengan menggunakan foto thoraks, USG abdomen dan scan tulang.
Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan histopatologik yang diambil melalui biopsi untuk tumor ≤ 2 cm maupun untuk tumor > 2 cm dan Biopsi Jarum Halus (BJAH).
4.    Stadium
Menurut Portman, stadium kanker payudara terdiri dari :
a.       Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba.
b.      Stadium II : Sama dengan stadium I, hanya besar tumor 2,5-5 cm dan sudah ada satu atau beberapa Kelenjar Getah Bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.
c.       Stadium IIIA : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain.
d.      Stadium IIIB: Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan edema (lebih dari 1/3 permukaan kulit payudara), ulserasi dan nodul satelit, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm, belum ada metastatis jauh.
e.       Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I,II dan III), tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila, supraklavika dan metastatis lebih jauh lainnya.
5.    Pencegahan Kanker Payudara
a.      Pencegahan Primordial
Upaya ini dimaksudkan dengan memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Upaya pencegahan ini sangat kompleks dan tidak hanya merupakan upaya dari pihak kesehatan saja, misalnya menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik, dan mempromosikan program berolahraga secara teratur serta melakukan salah satu bentuk promosi kesehatan yang ditujukan pada orang yang sehat melalui upaya pola hidup sehat.
b.      Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada kanker payudara dilakukan pada orang yang memiliki resiko untuk terkena kanker payudara melalui upaya menghindarkan diri dari keterpaparan pada berbagai faktor resiko.
Beberapa cara yang dilakukan adalah :
1)      Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak mengandung vitamin, seperti beta karoten, vitamin c, mineral, klorofil, dan fitonutrien lainnya yang dapat melindungi tubuh dari kanker.
2)      Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi. Telah banyak bukti yang menunjukan adanya hubungan makanan tinggi lemak dengan beberapa jenis kanker, dan yang terbanyak terjadi pada kanker payudara.
3)      Konsumsilah makanan yang banyak mengandung serat. Serat akan menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian membawanya keluar dengan feses.
4)      Makanlah produk kedelai seperti tahu dan tempe. Kedelai selain mengandung flonoid yang berguna untuk mencegah kanker, juga mengandung genestein yang berfungsi sebagai estrogen nabati (fitoestrogen). Estrogen nabati iini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya kanker.
5)      Kurangi makan makanan yang diasinkan, dibakar, diasap atau diawetkan dengan nitrit. Makanan tersebut dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat berubah menjadi karsinogen aktif.
6)      Hindari alkohol dan rokok.
7)      Pengontrolan berat badan dengan diet seimbang dan olahraga akan mengurangi resiko terkena kanker payudara.
8)      Upayakan pola hidup yang seimbang seperti menghindari gaya hidup yang sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak, makanan cepat saji dan usahakan olahraga teratur.
9)      Hindari stress.
Kaum perempuan harus mewaspadai setiap perubahan yang terjadi pada payudaranya. Untuk mengetahui perubahan-perubahan tersebut, ada cara sederhana yang disebut "SADARI" atau periksa payudara sendiri. Pada wanita produktif, SADARI harus dilakukan sebulan sekali, 5-7 hari setelah haid berakhir, karena saat ini pengaruh hormonal estrogen progesteron sangat rendah dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam keadaan tidak oedema sehingga lebih mudah meraba adanya tumor atau kelainan.
c.       Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berupa usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat kanker payudara dengan mengidentifikasi kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker payudara, dan deteksi dini pada individu yang tanpa gejala. Deteksi dini dapat dilakukan dengan :
1)      Pemeriksaan Klinis Payudara
a)      Mencari benjolan atau kelainan lainnya. Karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron, maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh hormonal ini seminimal mungkin/setelah menstruasi ± 1 minggu dari hari terakhir menstruasi.
b)      Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka.
c)      Posisi tegak (duduk).
d)      Penderita duduk dengan tangan jatuh bebas ke samping dan pemeriksa berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi.
2)      Inspeksi (pandangan)
a)      Membandingkan ukuran (simetris) atau antara payudara kanan dan kiri.
b)      Ada atau tidak kelainan pada puting payudara (papilla mammae), letak dan bentuk, adakah penarikan (retraksi) puting susu, kelainan kulit, tanda-tanda peradangan, kelainan warna (peau de’orange), dimpling (lesung/lekukan), tukak (ulserasi), dan lain-lain.
3)      Palpasi
Penderita dibaringkan dan diusahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu/punggung diganjal dengan bantal kecil pada penderita yang payudaranya besar.
4)      Pemeriksaan Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan dengan metode radiologis sinar x pada payudara dan tingkat adisinya dibuat sekecil mungkin sehingga tidak menimbulkan efek samping pada pasien, karena radiasi sinar x yang berebihan malah akan memicu pertumbuhan sel kanker. Kehebatan mammografi ialah kemampuannya mendeteksi tumor yang belum teraba sekalipun (radius 0,5 cm) masih dalam stadium dini.
Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan mammografi pada wanita produktif adalah hari 1-14 dari siklus haid (menstruasi) atau dua minggu sebelum haid yang akan datang. Pada perempuan usia nonproduktif dianjurkan untuk dilakukan kapan saja.
American Cancer Society dalam programnya menganjurkan sebagai berikut :
a)      Untuk perempuan berumur 35-39 tahun, cukup 1 kali mammografi.
b)      Untuk perempuan berumur 40-50 tahun, cukup dilakukan 1 atau 2 tahun sekali.
c)      Pada perempuan berumur di atas 50 tahun , mammografi dilakukan setahun sekali.
5)      Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi merupakan alat bantu pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara dan tidak menggunakan sinar rontgen. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien.
Ultrasonografi payudara ditujukan sebagai berikut :
a)      Untuk memeriksa perempuan berusia dibawah 35 tahun, perempuan hamil, dan perempuan yang menyusui.
b)      Untuk membedakan kista dengan tumor yang berisi jaringan padat.
c)      Untuk membantu hasil mammografi agar memperoleh nilai akurasi yang lebih tinggi.
d)      Untuk membantu hasil mammografi agar memperoleh nilai akurasi yang lebih tinggi.

6)      Xerografi :
Suatu ”fotoelectric imaging system” berdasarkan pengetahuan xerografic. Ketepatan diagnostik cukup tinggi 95,3% dimana dapat terjadi ” false positive”± 5%.
7)      Scintimammografi
Adalah teknik pemeriksaan radionuklir dengan menggunakan radioisotop. Pemerisaan ini mempunyai sensifitas tinggi untuk menilai aktifitas sel kanker pada payudara selain itu dapat pua mendeteksi lesi multipel dan keterlibatan KGB regional.
d.      Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan.
Setelah selesai pengobatan perlu dilakukan rehabilitasi seperti gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan.
6.    Penatalaksanaan Medis
Pola pengobatan kanker payudara tergantung pada stadium tumor. Keberhasilan pengobatan kanker payudara bergantung pada stadiumnya. Semakin dini ditemukan semakin mudah disembuhkan. Terdapat 3 cara pengobatan yang sudah dibakukan yaitu:
a.      Operasi
Tindakan pengobatan dapat diakukan dengan Operasi yang dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh payudara. Cara pengobatan ini bertujuan untuk membuang sel-sel kanker yang ada di dalam payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan untuk mengobati kanker payudara adalah sebagai berikut:
1)      Lumpektomi
Lumpektomi merupakan operasi pengangkatan sebagian dari payudara dimana pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya lumpektomi direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
2)      Mastektomi
Mastektomi merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat seluruh payudara beserta kankernya, kadang-kadang beserta otot dinding dada.
3)      Operasi Pengangkatan Kelenjar Getah Bening
Operasi ini biasanya dilakukan jika sudah ada penyebaran kanker dari payudara ke kelenjar getah bening di ketiak.
b.      Radioterapi
Radioterapi merupakan pengobatan dengan melakukan penyinaran ke daerah yang terserang kanker, dengan tujuan untuk merusak sel-sel kanker. Pemilihan jenis radioterapi yang digunakan didasarkan pada lokasi kanker, hasil diagnosis, dan stadium kanker. Radioterapi dapat dilakukan sesudah operasi ataupun sebelum operasi.
c.       Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair, kapsul atau infus yang bertujuan membunuh sel kanker tidak hanya pada payudara tapi juga seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat. Kemoterapi biasanya diberikan 1-2 minggu sesudah operasi. Namun untuk tumor yang terlalu besar, sebaiknya dilakukan kemoterapi praoperasi.
d.      Terapi Hormonal
Terapi hormonal adalah bila penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemotherapinya karena efek lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua kanker peka terhadap terapi hormonal. Terapi hormonal merupakan terapi utama pada stadium IV.