Makalah Wacana
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna
ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut
seperti halnya demokrasi, hak asasi
manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan,
kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari
kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa
yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan.
Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa,
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.Pembahasan
wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa)
dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti
interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan
paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang
berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist
(kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada
struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana
sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna).
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan
atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis
dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa itu wacana ?
2.
Karakteristik wacana dalam
berkomunikasi ?
3.
jenis wacana dalam berkomunikasi ?
I.3Tujuan dan manfaat
1. Kami ingin mengetahui tahu apa itu
wacana;
2. Apa fungsi wacana dalam
berkomunikasi;
3. Ciri-ciri wacana dalam
berkomuniksai;
4. Manfaat wacana dalam berkomunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN WACANA
Kata
wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak
asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan,
kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari
kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa
yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan.
Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa,
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya
Wacana merupakan satuan bahasa di atas
tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan
bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk
lisan atau tulis .
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana.Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Istilah wacana berasal dari kata
sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Menurut Alwi, dkk (2003:42),
wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang
serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma,
1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut,
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau
rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan
secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari
unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Dari beberapa pendapat ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang disajikan
secara teratur dan membentuk suatu makna.
Wacana dan Fungsi Bahasa dalam Komunikasi
Wacana
dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber
(pembicara san penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur
komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15). Fungsi
bahasa meliputi (1) fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan
pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang
menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan
sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi direktif yang berhubungan dengan
pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
Wacana dan Kajian
Bidang Ilmu Lainnya.
Kajian
tentang wacana tidak bisa dipisahkan dengan kajian bahasa lainnya, baik
pragmatik maupun keterampilan berbahas
Wacana
dan Pragmatik
Pragmatik
berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam hal ini dapat
dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu sintaksis, semantik dan
pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna,
baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makan leksikal
dan gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan pendengar
atau penulis dan pembaca)
Hubungan Gramatikal dan Semantik
dalam Wacana
Hubungan
antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat dipertimbangkan dari
segi gramatika (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan
makna dalam setiap proposisi)
a) Hubungan
Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang
mendukung wacana dapat berupa.
·
Unsur
yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih
besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
·
Unsur
kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian
terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar
rupanya yang terbawa arus.
·
Kesejajaran
antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu
mujur.
·
Referensi,
baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan)
meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
·
Kohesi
leksikal
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata)
yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi
leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.
·
Konjungsi
Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan konjoin
(klausa/kalimat) di dalam wacana.
b) Hubungan
semantik
Hubungan
semantik merupakan hubungan antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan
antarproposisi dapat berupa hubungan antar klausa yang dapat ditinjau dari segi
jenis kebergantungan dan dari hubungan logika semantik. Hubungan logika
semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik konjungsi yang berupa (1)
ekspansi (perluasan), yang meliputi elaborasi, penjelasan/penambahan, dan (2)
proyeksi, berupa ujaran dan gagasan
Wacana dan Keterampilan Berbahasa
Pembahasan
wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi.
2. 2 KAREKTERISTIK WACANA
Wacana
merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa
(pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1. Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana.
Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
- Satuan gramatikal
- Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
- Untaian kalimat-kalimat
- Memiliki hubungan proposisi
- Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
- Memiliki hubungan koherensi
- Memiliki hubungan kohesi
- Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
- Bisa transaksional juga interaksional
- Medium bisa lisan maupun tulis
- Sesuai dengan konteks
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri
dan sifat sebuah wacana sebagai berikut.
· Wacana dapat berupa rangkaian
kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
· Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
· Penyajian teratur, sistematis,
koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
· Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian
itu
· Dibentuk oleh unsur segmental dan
nonsegmental
2. Unsur Pembentuk Wacana
Wacana
berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur
ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi
sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan
paragraf).
3. Konteks dan Ko-teks
Wacana
merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan
bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam
wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks
situasi penuturnya. Konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah
kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya, yang sering disebut ko-teks.
4. Teks
Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289)
melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan
bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek
didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan
dianalisis dari ketiga unsur tersebut.
Unsur
|
Yang
ingin dilihat
|
Representasi
|
Bagaimana
peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
Relasi
|
Bagaimana
hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
Identitas
|
Bagaimana
identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
2.3 .JENIS-JENIS WACANA
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat yaitu sbb:
1. Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2. Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3. Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan
yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan
tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya.
Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel
ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan
menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan
tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun
kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan
kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang
ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4. Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
4. Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
.Jenis- jenis Wacana menurut para
ahli
Ø Menurut pendapat Leech (1974, dalam
Kushartanti dan Lauder, 2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat
diklasifikasi sebagai berikut.
·
Wacana
ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis
sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
·
Wacana
fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi,
seperti wacana perkenalan dalam pesta.
·
Wacana
informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti
wacana berita dalam media massa.
·
Wacana
estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan
pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
·
Wacana
direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra
tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Ø Menurut Djajasudarma (1994:6), jenis
wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi,
cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
·
Realitas
Wacana
Realitas
wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan)
dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal
atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa
(rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna)
·
Media
Komunikasi Wacana
Wujud
wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan
atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi
tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
·
Pemaparan
Wacana
Pemaparan
wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan
deskriptif.
·
Jenis
Pemakaian Wacana
Jenis
pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog. Wacana monolog
merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan
antara dua pihak yang berkepentingan. Wacana yang berwujud dialog berupa
percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Wacana polilog melibatkan
partisipan pembicaraan di dalam konservasi.
Contoh
Wacana Bahasa Indonesia
1. Narasi
Piknik yang Berkesan
Aku dan teman-temanku memulai perjalanan kami pada hari minggu ini dengan sangat suka cita. Rombongan kami semuanya berjumlah delapan orang sehingga tidak kesulitan mencari kendaraan karena pada kami terdapat empat buah sepeda motor. Kami memulai perjalanan kami dari rumah teman kami di depan kampus I Universitas Flores kurang lebih pukul 07.00 pagi selepas misa pertama. Berdua-dua, kami meliwati jalan Sam Ratulangi lalu menyusuri jalan Wirajaya, terus masuk ke jalan Pahlawan lalu untuk sementara mengucapkan selamat tinggal kota Ende setelah sepeda Motor kami melaju pelan di jalan Umum Ndao.
Tujuan perjalanan kami hari ini adalah tempat wisata Nangalala. Kami tiba di sana kira-kira pukul 07.30 pagi dan kebetulan sekali setibanya di sana kami adalah orang yang pertama sehingga kami dapat memilih tempat yang lebih bagus untuk kami dirikan kemah darurat dan menyimpan semua perlengkapan kami. Sebuah rencana yang sangat matang telah kami susun. Acara rekreasinya kami kemas sedikit lebih lain dari biasanya.
Setelah kemah darurat kami buat, kami harus membuat sharing Emaus, yang berarti berdua-dua menceritakan keadaan batin kami masing-masing kepada teman yang boleh dipilih secara acak dari antara kami. Sharing Emaus ini meniru kisah Kitab Kitab Suci tentang Dua Murid yang berjalan ke Emaus. Selanjutnya sharing yang berjalan selama satu jam kami plenokan di kemah darurat kami. Masing-masing menceritakan apa yang sudah diceritakan oleh teman-temannya, menunjukan masalah-masalahnya dan selanjutnya kami pecahkan secara bersama-sama jika memang ada masalah yang belum terpecahkan dalam Sharing Emaus itu.
Setelah semua acara sharing dan bertukar pengelaman selesai maka selanjutnya adalah kami beramai-ramai menceburkan diri ke laut. Panas matahari rasanya terobati dengan merendam di dalam laut yang dangkal. Kami begitu merasa lepas dari beban masing-masing setelah sharing tadi sehingga saatnya sekarang kami bermain sepuas-puasnya.
Tanpa terasa matahari makin ke Barat. Jam telah menunjukan pukul 03.00 sore. Kami segera mengemas perlengkapan kami masing-masing. Saatnya kami harus pulang dan ketika matahari sudah benar-benar pergi ke peraduannya, kami sudah berada di kos kami masing-masing sambil membayangkan saat bahagia yang sudah dilewati.
2. Deskripsi
Kamar Kos
Siang itu aku sedang duduk santai pada bangku kayu di dalam kamar kosku yang baru saja direhap sambil menghembuskan asap rokok Filter kesukaanku. Kamar kos yang seperti ini merupakan impianku sejak baru pertama kali aku menjadi mahasiswa pada Universitas Flores. Sekarang aku memandang puas pada hasil kerjaku. Aku bisa lebih betah sekarang berada di dalam kamar sambil belajar dan melahap buku-buku bacaan. Kos yang kelihatan lebih luas. Pada dinding kamar aku gantungkan foto-fotoku semasa SMA dulu. Kelihatan makin menarik apalagi setelah foto-foto itu aku tempatkan sesuai dengan ukurannya masing-masing, dari atas ke bawah mulai dari yang paling besar.
Pandanganku kemudian tertuju pada rak buku di pojok kamar yang berisi buku-buku bacaan ilmiah yang ku beli dengan uang sisa pembayaran SKS-ku setiap semester pada Toko Buku Nusa Indah. Ku ambil satu buku yang disampulnya tertulis Berpikir dan Berjiwa Besar dari penerbit Binarupa Aksara. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan kamar kosku, Sebuah tempat tidur tak berkasur, hanya beralaskan sehelai tikar plastik tetapi cukup nyaman. Atap yang terlampau dekat lantas aku batasi dengan kardus bekas yang aku minta dari kios-kios terdekat untuk dijadikan plafon sederhana. Memang kelihatan sangat simpel namun menarik sebab plafon yang dari kardus sudah ditutupi dengan kertas putih sampai seluruh dindingnya.
Aku merasa begitu puas sekarang, apalagi saat kupandang lantai kamarku. Seperti lebih bersih dan licin. Di atasnya aku bentangkan karpet plastik yangn aku beli semeter seharga Rp. 12.000. Lantai kamar yang persis disusun dari keramik-keramik berwarna. Sebuah tape recorder tua merk Primo, aku letakkan di atas meja panjang dari tripleks di dekat pintu masuk sedangkan speakernya aku posisikan di bawah tempat tidurku. Agar kelihatan lebih menarik dan supaya terkesan bahwa aku juga selalu mendengarkan musik, maka pada dua buah speakerku itu ku tempelkan stiker bertuliskan “full musik’.Aku telah mengakhiri semua tugasku dengan gemilang. Yang terakhir yang baru saja kuselesaikan adalah menempel sebuah tulisan pada daun pintu kamarku “welcome”
3. Argumentasi
Siap Berpacaran
Hasrat untuk berduaan dengan orang yang istimewa yang juga menganggap kita istimewa bisa kuat sekali bahkan di saat usia kita masih sangat muda. Sebenarnya berpacaran adalah kegiatan apapun antarteman yang di dalamnya minat romantisme kita terpusat pada satu orang dan minat orang itu terfokus pada kita. Entah melalui telepon atau bertemu langsung, entah terang-terangan atau diam-diam, jika kita dan teman lawan jenis kita saling memiliki perasaan romantis dan berkomunikasi secara rutin itu namanya berpacaran.
Dalam banyak kebudayaan, berpacaran dianggap sebagai sebuah cara untuk saling mengenal, tetapi, berpacaran sebetulnya harus memiliki tujuan yang terhormat, membantu seorang laki-laki dan perempuan menentukan apakah seorang ingin menjadi suami istri. Memang sebagian orang menganggap berpacaran itu tidak serius, tanpa berniat untuk menikah atau mungkin ada yang beranggapan bahwa berpacaran itu adalah sebuah tahap perkenalan di mana belajar untuk memahami sifat masing-masing dan jika sulit untuk saling memahami maka bisa memutuskan untuk bubar. Hubungan yang semacam itu memang tidak bertahan lama. Yang jelas bahwa jika kita ingin berpacaran dengan seseorang maka pastikan motivasi dan niat kita terhormat. Dalam berpacaran tidak ada yang disebut main-main sebab dalam berpacaran tentunya melibatkan perasaan. Apakah mungkin perasaan disamakan dengan mainan yang kalau suka dipungut dan kalau bosan dibuang?
Melihat kemungkinan bahwa berpacaran tidak sekedar menjadi hanya sebagai mainan semata maka usia juga sangat menentukan layak atau tidak seseorang berpacaran. Usia yang matang akan mempengaruhi seseorang sanggup memilah mana yang baik dan tidak atau mana yang pantas dan tidak pantas. Biasanya orang akan sangat terdorong untuk berpacaran ketika berada pada usia-usia pubertas. Satu alasan bahwa masa ini adalah masa yang sangat berbahaya di mana kita akan berada dalam periode yang bisa mengobarkan nafsu untuk mengarah ke prilaku yang salah. Pacaran akan dilihat sebagai ketertarikan fisik, dorongan seksual tanpa ada motivasi untuk bisa saling menjaga dan memiliki untuk seterusnya berlanjut ke pernikahan. Pacaran yang semacam ini bisa saja membawa kepada kehancuran seperti putus sekolah, hamil di luar nikah, menjadi orang tua sebelum waktunya dan bapak dan mama tanpa tahu bagaimana harus mengurus anak-anaknya.
4. Eksposisi
Pahlawan
Jika melihat kejadian beberapa hari kebelakang, banyak peristiwa yang membuat bulu kuduk kita merinding dan hati pun bergetar, tanpa terasa air mata kesedihan pun bercucuran. Kita pun sedih an menangis, begitu bahyak bencana yang terjadi di bumi nusantara yang kita cintai. Kejadian ini bukan hanya disaksikan di layar atau mendengar dalam radio bahkan kita melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Di mulai dari bencana yang diakibatkan kecelakaan pesawat yang mengakibatkan ratusan korban jiwa ditambah dengan kerugian materil yang sangat luar biasa besar.
Sementara itu, pemerintah menaikkan harga BBM yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang sangat fantastis 120% kenaikannya.Kenaikan BBM ini juga bertepatan dengan umat Islam yang mayoritas pendudukan Indonesia memasuki bulan Ramadhan yang biasanya diikuti oleh harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat tajam.
Genaplah sudah penderitaan masyarakat. Sekali lagi air mata kesedihan semakin bercengkrama dengan mesra, dan seolah-olah tidak mau lepas dari kehidupan rakyat Indonesia ini.
Biasanya saya hanya terdiam, sebab memang tidak ada alasan yang terlalu jelas, tambahnya.
Yang dirasakannya, adalah memang hanya sebuah kenyataan bahwa negeri ini sedang melintasi sebuah persimpangan sejarah yang rumit.
Kendati demikian, menurut pendapatnya, krisis dan bencana yang melilit setiap sudut kehidupan negeri ini tidak perlu ditakuti dan dirisaukan, sebab itu adalah takdir semua bangsa.Hal yang sangat memiriskan hati adalah bahwa pada saat krisis dan bencana besar ini terjadi, justru negeri kita mengalami kelangkaan pahlawan.
1. Narasi
Piknik yang Berkesan
Aku dan teman-temanku memulai perjalanan kami pada hari minggu ini dengan sangat suka cita. Rombongan kami semuanya berjumlah delapan orang sehingga tidak kesulitan mencari kendaraan karena pada kami terdapat empat buah sepeda motor. Kami memulai perjalanan kami dari rumah teman kami di depan kampus I Universitas Flores kurang lebih pukul 07.00 pagi selepas misa pertama. Berdua-dua, kami meliwati jalan Sam Ratulangi lalu menyusuri jalan Wirajaya, terus masuk ke jalan Pahlawan lalu untuk sementara mengucapkan selamat tinggal kota Ende setelah sepeda Motor kami melaju pelan di jalan Umum Ndao.
Tujuan perjalanan kami hari ini adalah tempat wisata Nangalala. Kami tiba di sana kira-kira pukul 07.30 pagi dan kebetulan sekali setibanya di sana kami adalah orang yang pertama sehingga kami dapat memilih tempat yang lebih bagus untuk kami dirikan kemah darurat dan menyimpan semua perlengkapan kami. Sebuah rencana yang sangat matang telah kami susun. Acara rekreasinya kami kemas sedikit lebih lain dari biasanya.
Setelah kemah darurat kami buat, kami harus membuat sharing Emaus, yang berarti berdua-dua menceritakan keadaan batin kami masing-masing kepada teman yang boleh dipilih secara acak dari antara kami. Sharing Emaus ini meniru kisah Kitab Kitab Suci tentang Dua Murid yang berjalan ke Emaus. Selanjutnya sharing yang berjalan selama satu jam kami plenokan di kemah darurat kami. Masing-masing menceritakan apa yang sudah diceritakan oleh teman-temannya, menunjukan masalah-masalahnya dan selanjutnya kami pecahkan secara bersama-sama jika memang ada masalah yang belum terpecahkan dalam Sharing Emaus itu.
Setelah semua acara sharing dan bertukar pengelaman selesai maka selanjutnya adalah kami beramai-ramai menceburkan diri ke laut. Panas matahari rasanya terobati dengan merendam di dalam laut yang dangkal. Kami begitu merasa lepas dari beban masing-masing setelah sharing tadi sehingga saatnya sekarang kami bermain sepuas-puasnya.
Tanpa terasa matahari makin ke Barat. Jam telah menunjukan pukul 03.00 sore. Kami segera mengemas perlengkapan kami masing-masing. Saatnya kami harus pulang dan ketika matahari sudah benar-benar pergi ke peraduannya, kami sudah berada di kos kami masing-masing sambil membayangkan saat bahagia yang sudah dilewati.
2. Deskripsi
Kamar Kos
Siang itu aku sedang duduk santai pada bangku kayu di dalam kamar kosku yang baru saja direhap sambil menghembuskan asap rokok Filter kesukaanku. Kamar kos yang seperti ini merupakan impianku sejak baru pertama kali aku menjadi mahasiswa pada Universitas Flores. Sekarang aku memandang puas pada hasil kerjaku. Aku bisa lebih betah sekarang berada di dalam kamar sambil belajar dan melahap buku-buku bacaan. Kos yang kelihatan lebih luas. Pada dinding kamar aku gantungkan foto-fotoku semasa SMA dulu. Kelihatan makin menarik apalagi setelah foto-foto itu aku tempatkan sesuai dengan ukurannya masing-masing, dari atas ke bawah mulai dari yang paling besar.
Pandanganku kemudian tertuju pada rak buku di pojok kamar yang berisi buku-buku bacaan ilmiah yang ku beli dengan uang sisa pembayaran SKS-ku setiap semester pada Toko Buku Nusa Indah. Ku ambil satu buku yang disampulnya tertulis Berpikir dan Berjiwa Besar dari penerbit Binarupa Aksara. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan kamar kosku, Sebuah tempat tidur tak berkasur, hanya beralaskan sehelai tikar plastik tetapi cukup nyaman. Atap yang terlampau dekat lantas aku batasi dengan kardus bekas yang aku minta dari kios-kios terdekat untuk dijadikan plafon sederhana. Memang kelihatan sangat simpel namun menarik sebab plafon yang dari kardus sudah ditutupi dengan kertas putih sampai seluruh dindingnya.
Aku merasa begitu puas sekarang, apalagi saat kupandang lantai kamarku. Seperti lebih bersih dan licin. Di atasnya aku bentangkan karpet plastik yangn aku beli semeter seharga Rp. 12.000. Lantai kamar yang persis disusun dari keramik-keramik berwarna. Sebuah tape recorder tua merk Primo, aku letakkan di atas meja panjang dari tripleks di dekat pintu masuk sedangkan speakernya aku posisikan di bawah tempat tidurku. Agar kelihatan lebih menarik dan supaya terkesan bahwa aku juga selalu mendengarkan musik, maka pada dua buah speakerku itu ku tempelkan stiker bertuliskan “full musik’.Aku telah mengakhiri semua tugasku dengan gemilang. Yang terakhir yang baru saja kuselesaikan adalah menempel sebuah tulisan pada daun pintu kamarku “welcome”
3. Argumentasi
Siap Berpacaran
Hasrat untuk berduaan dengan orang yang istimewa yang juga menganggap kita istimewa bisa kuat sekali bahkan di saat usia kita masih sangat muda. Sebenarnya berpacaran adalah kegiatan apapun antarteman yang di dalamnya minat romantisme kita terpusat pada satu orang dan minat orang itu terfokus pada kita. Entah melalui telepon atau bertemu langsung, entah terang-terangan atau diam-diam, jika kita dan teman lawan jenis kita saling memiliki perasaan romantis dan berkomunikasi secara rutin itu namanya berpacaran.
Dalam banyak kebudayaan, berpacaran dianggap sebagai sebuah cara untuk saling mengenal, tetapi, berpacaran sebetulnya harus memiliki tujuan yang terhormat, membantu seorang laki-laki dan perempuan menentukan apakah seorang ingin menjadi suami istri. Memang sebagian orang menganggap berpacaran itu tidak serius, tanpa berniat untuk menikah atau mungkin ada yang beranggapan bahwa berpacaran itu adalah sebuah tahap perkenalan di mana belajar untuk memahami sifat masing-masing dan jika sulit untuk saling memahami maka bisa memutuskan untuk bubar. Hubungan yang semacam itu memang tidak bertahan lama. Yang jelas bahwa jika kita ingin berpacaran dengan seseorang maka pastikan motivasi dan niat kita terhormat. Dalam berpacaran tidak ada yang disebut main-main sebab dalam berpacaran tentunya melibatkan perasaan. Apakah mungkin perasaan disamakan dengan mainan yang kalau suka dipungut dan kalau bosan dibuang?
Melihat kemungkinan bahwa berpacaran tidak sekedar menjadi hanya sebagai mainan semata maka usia juga sangat menentukan layak atau tidak seseorang berpacaran. Usia yang matang akan mempengaruhi seseorang sanggup memilah mana yang baik dan tidak atau mana yang pantas dan tidak pantas. Biasanya orang akan sangat terdorong untuk berpacaran ketika berada pada usia-usia pubertas. Satu alasan bahwa masa ini adalah masa yang sangat berbahaya di mana kita akan berada dalam periode yang bisa mengobarkan nafsu untuk mengarah ke prilaku yang salah. Pacaran akan dilihat sebagai ketertarikan fisik, dorongan seksual tanpa ada motivasi untuk bisa saling menjaga dan memiliki untuk seterusnya berlanjut ke pernikahan. Pacaran yang semacam ini bisa saja membawa kepada kehancuran seperti putus sekolah, hamil di luar nikah, menjadi orang tua sebelum waktunya dan bapak dan mama tanpa tahu bagaimana harus mengurus anak-anaknya.
4. Eksposisi
Pahlawan
Jika melihat kejadian beberapa hari kebelakang, banyak peristiwa yang membuat bulu kuduk kita merinding dan hati pun bergetar, tanpa terasa air mata kesedihan pun bercucuran. Kita pun sedih an menangis, begitu bahyak bencana yang terjadi di bumi nusantara yang kita cintai. Kejadian ini bukan hanya disaksikan di layar atau mendengar dalam radio bahkan kita melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Di mulai dari bencana yang diakibatkan kecelakaan pesawat yang mengakibatkan ratusan korban jiwa ditambah dengan kerugian materil yang sangat luar biasa besar.
Sementara itu, pemerintah menaikkan harga BBM yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang sangat fantastis 120% kenaikannya.Kenaikan BBM ini juga bertepatan dengan umat Islam yang mayoritas pendudukan Indonesia memasuki bulan Ramadhan yang biasanya diikuti oleh harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat tajam.
Genaplah sudah penderitaan masyarakat. Sekali lagi air mata kesedihan semakin bercengkrama dengan mesra, dan seolah-olah tidak mau lepas dari kehidupan rakyat Indonesia ini.
Biasanya saya hanya terdiam, sebab memang tidak ada alasan yang terlalu jelas, tambahnya.
Yang dirasakannya, adalah memang hanya sebuah kenyataan bahwa negeri ini sedang melintasi sebuah persimpangan sejarah yang rumit.
Kendati demikian, menurut pendapatnya, krisis dan bencana yang melilit setiap sudut kehidupan negeri ini tidak perlu ditakuti dan dirisaukan, sebab itu adalah takdir semua bangsa.Hal yang sangat memiriskan hati adalah bahwa pada saat krisis dan bencana besar ini terjadi, justru negeri kita mengalami kelangkaan pahlawan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah
wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata
wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak
asasi manusia, dan lingkungan hidup. . Seperti halnya banyak kata yang
digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa
pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai
unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai
pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari
studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Wacana
merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial.Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran.Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis .
DAFTAR
PUSTAKA
·
Djajasudarma,
Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung:
Eresko.
·
Eriyanto.
2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS
Printing Cemerlang.
·
Kushartanti,
Multamia dan Lauder, Untung Yuwono. 2008. Pesona Bahasa: Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
·
Syamsuddin
A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP
Bandung.