HUBUNGAN STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN(SPK) DENGAN HUKUM PERUNDANG - UNDANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Standar layanan
merupakan bagian penting dari layanan kesehatan itu sendiri dan memainkan
peranan penting dalam masalah mutu layanan kesehatan. Jika suatu organisasi
layanan kesehatan ingin meyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu secara
konsisten, keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar layanan
kesehatan atau standar prosedur operasional.
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik.
Perumusan hukum kesehatan mengandung pokok-pokok
pengertian sebagai berikut :
Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, jiwa
dan sosial, bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Adapun istilah kesehatan dalam undang-undang adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang dilakukan oleh pemerintahdan atau masyarakat. Tenaga kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan tertentu dan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Definisi standar pelayanan kebidanan
Dan Hukum?
2.
Apa saja standar pelayanan
kebidanan?
3.
Bagaimanakah hukum
perundang-undangan tentang pelayanan kebidanan?
4.
Bagaimana hubungan antara standar
pelayanan kebidanan dan hukum perundang-undangan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Standar Pelayanan Kebidanan Dan Hukum
Secara luas, pengertian
standar layanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan,
yaitu akan menyangkut masukan, proses dan keluaran (outcome) sistem layanan kesehatan.
Standar layanan
kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan
kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang yang terlibat
dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia
layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi
layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam menjalankan tugas dan
perannya masing-masing.
Di kalangan
profesi layanan kesehatan sendiri, terdapat berbagai definisi tentang standar layanan
kesehatan. Kadang-kadang standar layanan kesehatan itu diartikan sebagai
petunjuk pelaksanaan, protokol, dan Standar Prosedur Operasional (SPO).
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik.
B.
Standar Pelayanan Kebidanan
Standar I : Falsafah Dan
Tujuan
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, filosofi,
dan tujuan pelayanan serta organisasi pelayanan sebagai dasar untuk melaksanakan
tugas pelayanan yang efektif dan efisien.
Definisi Operasional:
1.
Pengelola
pelayanan kebidanan memiliki visi, misi, dan filosofi pelayanan kebidanan yang
mengacu pada visi, misi, dan filosofi masing-masing.
2.
Terdapat
struktur organisasi yang menggambarkan garis komando, fungsi, dan tanggung
jawab, serta kewenangan dalam pelayanan kebidanandan hubungan dengna unit lain
dan di sahkan oleh pimpinan.
3.
Terdapat
uraian tugas tertulis untuk setiap tenaga pada organisasi yang di sahkan oleh
pimpinan.
4.
Terdapat
bukti tertulis tentang persyaratan tenaga yang menduduki jabatan pada
organisasi yang di sahkan oleh pimpinan.
5.
Dalam
menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam
memberikan asuhan
6.
Tujuan
utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan
dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal,
pencegahan penyakit, pencegahan cacat pada ibu dan bayi, promosi kesehatan yang
bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif,
peduli, bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan.
Standar II : Administrasi dan pengelolaan
Pengelola pelayanan kebidanan
memiliki pedoman pengelolaan pelayanan, standar pelayanan, prosedur tetap, dan
pelaksaan kegiatan pengelolaan pelayanan yang kondusif yang memungkinkan
praktek pelayanan kebidanan menjadi akurat.
Definisi Operasional:
1.
Terdapat
pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit
pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan
2.
Terdapat
standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar
ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan disahkan oleh pimpinan.
3.
Terdapat
standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/kebidanan yang disahkan oleh
pimpinan
4.
Terdapat
rencana / program kerja disetiap insttusi pengelolaan yang mengacu ke institusi
induk.
5.
Terdapat
bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi
dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6.
Terdapat
naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan lahan
praktik, program pengajaran dan penilaian klinik.
7.
Terdapat
bukti administrasi
Standar III : Staf dan pimpinan
Pengelola pelayanan kebidanan
mempunyai program pengelolaan sumber daya manusia (SDM) agar pelayanan
kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional:
1.
Tersedia
SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi maupun jumlah
2.
Mempunyai
jdwal pengaturan kerja harian
3.
Terdapat
jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan uraian kerja
4.
Terdapat
jdwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang jelas
5.
Terdapat
data personil yang bertugas di ruangan tersebut
Standar IV : Fasilitas dan Peralatan
Tersedian sarana dan peralatan
untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban
tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional:
1.
Tersedia
sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar
2.
Terdapat
peralatan yang sesuai dalam jumlah dan kualitas
3.
Terdapat
sertifikasi untuk penggunaan alat-alat tertentu
4.
Terdapat
prosedur permintaan dan penghapusan alat.
Standar V : Kebijakan dan Prosedur
Pengelola pelayanan memiliki
kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personal menuju
pelayanan berkualitas.
Definisi Operasional:
1.
Terdapat
kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang
disahkan oleh pimpinan
2.
Terdapat
prosedur rekruitmen tenaga yang jelas
3.
Terdapat
regulasi internal sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur hak dan
kewajiban
4.
Terdapat
kebijakan dan prosedur pembinaan personal
Standar VI : Pengembangan Staf dan Program
Pendidikan
Pengelola pelayanan kebidanan
memiliki program pengembangan staf dan perencaan pendidikan sesuai kebutuhan
pelayanan.
Definisi Operasional:
1.
Ada
program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan
2.
Ada
program orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar
dapt beradaptasi dengan pekerjaan
3.
Ada
data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan
Standar VII : Standar Asuhan
Pengelolaan pelayanan kebidanan
memiliki standar asuhan atau manajemen kebidanan yang ditetapkan sebagai
pedoman dalam memberi pelayanan kepada klien.
Definisi Operasional:
1.
Terdapat
standar manajemen asuhan kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan
pelayanan kebidanan
2.
Terdapat
format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik
3.
Terdapat
pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien
4.
Terdapat
diagnosa kebidanan
5.
Terdapat
rencana asuhan kebidanan
6.
Terdapat
dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan
7.
Terdapat
catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan
8.
Terdapat
evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan
9.
Terdapat
dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan
Standar VIII : Evaluasi dan
Pengendalian Mutu
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan
pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan yang dilaksanakan
secara berkesinambungan.
Definisi Operasional:
1.
Terdapat
program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan
2.
Terdapat
program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan
kebidanan
3.
Terdapat
bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu
asuhan dan pelayanan kebidanan
4.
Terdapat
bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut
5.
Terdapat
laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara tertulis kepada semua staf
pelayanan kebidanan
C.
Hukum Perundang-Undangan
Peraturan perundang–undangan yang
melandasi pelayanan kesehatan
1.
Kepmen
Kes Ri No. 900/ Menkes/Sk/Vii/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan
2.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/ Menkes/ Sk/ Iii/ 2007 Tentang
Standar Profesi Bidan
3.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/ Menkes/ 149/ 2010 Tentang
Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
4.
Permenkes
Ri No. 1464/Menkes/Sk/X/2010 Tentang Ijin Dan Penyelenggaraan Praktek
Bidan
KEPMENKES RI NO. 900/
MENKES/SK/VII/2002
Bidan diharuskan memenuhi
persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan praktek, dalam peraturan
ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal-hal yang harus bidan
penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir informasi-informasi
petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut tertuang pada
Bab dan Pasal-pasal berikut :
BAB V
PRAKTIK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya
berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
yang meliputi :
a.
Pelayanan kebidanan;
b.
Pelayanan keluarga berencana;
c.
Pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 15
1)
Pelayanan
kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan
anak.
2)
Pelayanan
kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
3)
Pelayanan
kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak
balita dan masa pra sekolah.
BAB lain dalam peraturan pemerintah
ini, mengacu ke pada dua BAB tersebut, kedua bab ini memberi gambaran umum
mengenai ketentuan praktik bidan dan bab lain yang tidak si sebutkan disini
melengkapi atau menjabarkan hal-hal umum tersebut.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan, asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :
Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan, asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :
STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan
dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang
membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk
wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan
menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang
sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua
ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu
tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi
dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan
mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan
budaya setempat.
ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada
wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO
HK.02.02/MENKES/149/2010
Dalam peraturan ini, berisi mengenai
ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan bidan untuk menyelenggarakan praktek
kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan
tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan penyelenggaraan
praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III sebagai berikut
BAB II PERIZINAN
BAB II PERIZINAN
Pasal 2
1)
Bidan
dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2)
Fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.
3)
Bidan
yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.
Pasal 3
1)
Setiap
bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2)
Kewajiban
memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas
pemerintah sebagai Bidan Desa.
Pasal 4
1)
SIPB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota
2)
SIPB
berlaku selama STR masih berlaku.
Pasal 5
1)
Untuk
memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a.
Fotocopi STR yang masih berlaku dan
dilegalisir
b.
Surat keterangan sehat fisik dari
Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.
Surat pernyataan memiliki tempat
praktik
d.
Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6
sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e.
Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2)
Surat
permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana
tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3)
SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik
4)
SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II
terlampir
Pasal 6
1)
Bidan
dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat
praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
2)
Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran
peraturan ini.
3)
Dalam
menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib
memasang nama praktik kebidanan
Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku
karena:
1)
Tempat praktik tidak sesuai lagi
dengan SIPB
2)
Masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang
3)
Dicabut atas perintanh pengadilan
4)
Dicabut atas rekomendasi Organisasi
Profesi
5)
Yang bersangkutan meninggal dunia
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik
berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a.
Pelayanan kebidanan
b.
Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c.
Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
Pasal 9
1)
Pelayanan kebidanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2)
Pelayanan kebidanan kepada ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan,
masa nifas dan masa menyusui.
3)
Pelayanan kebidanan pada bayi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai
usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1)
Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:
a.
Penyuluhan dan konseling
b.
Pemeriksaan fisik
c.
Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
d.
Pertolongan persalinan normal
e.
Pelayanan ibu nifas normal
2)
Pelayanan kebidanann kepada bayi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a.
Pemeriksaan bayi baru lahir
b.
Perawatan tali pusat
c.
Perawatan bayi
d.
Resusitasi pada bayi baru lahir
e.
Pemberian imunisasi bayi dalam
rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f.
Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a.
Memberikan imunisasi dalam rangka
menjalankan tugas pemerintah
b.
Bimbingan senam hamil
c.
Episiotomi
d.
Penjahitan luka episiotomy
e.
Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
f.
Pencegahan anemi
g.
Inisiasi menyusui dini dan promosi
air susu ibu eksklusif
h.
Resusitasi pada bayi baru lahir
dengan asfiksia
i.
Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk;
j.
Pemberian minum dengan sonde/pipet
k.
Pemberian obat bebas, uterotonika
untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l.
Pemberian surat keterangan kelahiran
m.
Pemberian surat keterangan hamil
untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
a)
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b)
Memasang
alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan
supervisi dokter;
c)
Memberikan
penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d)
Melakukan
pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah; dan
e)
Memberikan
konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan
prahamil.
Pasal
13
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a)
Melakukan
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b)
Melaksanakan
pelayanan kebidanan komunitas; dan
c)
Melaksanakan
deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS),
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta
penyakit lainnya.
Pasal
14
1.
Dalam keadaan darurat untuk
penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian,
bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8.
2.
Bagi bidan yang menjalankan praktik
di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8.
3.
Daerah yang tidak memiliki dokter
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4.
Dalam hal daearah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
1.
Pemerintah daerah menyelenggarakan
pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki
dokter
2.
Pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan
oleh Menteri.
3.
Bidan yang lulus pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki
dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III
kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti
pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus
membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1.
Dalam menjalankan praktik, bidan
berkewajiban untuk:
a.
Menghormati hak pasien
b.
Merujuk kasus yang tidak dapat
ditangani dengan tepat waktu.
c.
Menyimpan rahasia kedokteran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.
Memberikan informasi tentang masalah
kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e.
Meminta persetujuan tindakan
kebidanan yang akan dilakukan;
f.
Melakukan pencatatan asuhan
kebidanan secara sistematis;
g.
Mematuhi standar; dan
h.
Melakukan pelaporan penyelenggaraan
praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan
mempunyai hak:
a.
Memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan;
b.
Memperoleh informasi yang lengkap
dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c.
Melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d.
Menerima imbalan jasa profesi.
PERMENKES RI NO.
1464/MENKES/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN
Secara Garis Besar Permenkes
RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari Permenkes No.149, hanya beberapa
perbedaan yaitu :
Pada
Pasal II ayat 2 ditiadakan
Terdapat
Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat
1.
Setiap bidan yang bekerja di
fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan wajibMemiliki SIKB
2.
Setiap bidan yang menjalankan
praktek wajib memiliki SIPB
3.
SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud
ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat
Terdapat
Revisi pada Pasal 4, 5
Pasal
8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III
Bab
III direvisi sampai dengan Pasal 19
D.
Hubungan Standar Pelayanan Kebidanan dengan Hukum
Perundang-Undangan
Standar I tentang falsafah dan
tujuan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1992, Bab II tentang asas dan tujuan pasal
3 dikatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagai setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
Standar II tentang Administasi dan
Pengelolaan sesuai dengan UU RI No. 36 Tahun 2009, Bab IV; Upaya Kesehatan,
Bagian Kedua; Pelayanan Kesehatan, Paragraf I tentang Pemberian Pelayanan,
Pasal 52 ayat (2) pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.
Standar IV tentang Fasilitas dan
Peralatan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 900/MENKES/
SK/VII/2002 tentang Registasi dan Praktek Kebidanan Pasal 22 yang berbunyi
Bidan dalam menjalankan praktek perorangan harus memenuhi persyaratan yang
meliputi tempat dan ruangan praktek, tempat tidur, peralatan, obat-obatan, dan
kelengkapan administrasi.
Standar V tentang Kebijakan dan
Prosedur sesuai dengan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
900/MENKES/ SK/VII/2002 tentang Registasi dan Praktek Kebidanan Bab VII tentang
Pembinaan dan Pengawasan, Pasal 32 yang berbunyi Pimpinan Sarana Kesehatan
wajib melaporkan bidan yang melakukan praktek dan berhenti melakukan praktek
pada sarana kesehatannya kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota dengan
tembusan kepada organisasi profesi.
Standar VI tentang Pengembangan
Staff dan Program Pendidikan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 900/MENKES/
SK/VII/2002 tentang Registasi dan Praktek Kebidanan Bab VII tentang Pembinaan
dan Pengawasan, Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktek diwilayahnya.
Standar VII tentang Standar Asuhan
sesuai dengan PERMENKES No. 585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik, Bab II pasal 2 ayat (1) yang berbunyi semua tindakan medic yang akan dilakukan
terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Standar layanan
kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan
kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang yang terlibat
dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia
layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi
layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam menjalankan tugas dan
perannya masing-masing.
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik.
B.
Saran
Perundang-undangan yang telah
terbentuk seharusnya sesuai dengan moral etika. Hukum seharusnya bermoral,
bukan hokum inmoral. Perundang-undangan dibentuk untuk mempermudah.
DAFTAR PUSTAKA
·
Puji
Wahyuningsih, Heni. 2009. Etika Profesi
Kebidanan. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
·
Soepardan,
Suryani, dkk. 2007. Etika Kebidanan dan
Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC