Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

SEKAMI DI BATU PUTIH TAHUN 2018



Di Indonesia
Sekami  sejak tahun 1970-an.
Mulanya bernama SEKAR (Serikat Kepausan Anak dan Remaja)
Sejak Lokakarya Nasional KKI di Denpasar (1996), wakil-wakil dari seluruh keuskupan, bersama pimpinan Karya Kepausan Indonesia, bersepakat untuk merubah namanya menjadi SEKAMI (Serikat Kepausan Anak/Remaja Misioner)
Tambahan kata Misioner dirasa perlu oleh para Dirdios KKI se-Indonesia, agar anak dan remaja lebih menyadari peran dan perutusan misioner mereka

Tujuan SEKAMI
1.    Membangun hubungan pribadi penuh persahabatan dengan Yesus dan dengan sesama sahabat lainnya
2.    Membangun kesadaran misioner dalam hati dan budi anak dan remaja (setiap anak adalah Misionaris cilik)
3.    Membngun persekutuan misioner di kalangan anak dan remaja (bersama-sama merekan diutus sebagai misionaris)
4.   Membangun kerja sama misioner sejak dini di kalangan anak dan remaja (belajar bertanggungjawab dan bekerja sama) Dan   Membangun kepedulian misioner anak lewat, doa dan derma (khusus bagi anak yg jauh lebih menderita Mempersiapkan kader misioner dari kalangan anak (persiapan masa depan mereka dan Gereja)



MAKALAH INJEKSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Salah satu tugas terpenting dari seorang perawat adalah memberikan obat yang aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah klien. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan.
Seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Adapun rute pemberian obat dibedakan atas beberapa rute antara lain secara iral, parenteral, pemberian topical, inhalasi, dan intraokuler. Rute pemberian obat dipilih berdasarkan kandungan obat dan efek yang diinginkan juga kondisi fisik dan mental klien.
Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas salah satu rute pemberian obat yaitu rute parenteral, memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.       Pengertian Injeksi
2.      Tujuan Injeksi
3.      Indikasi
4.      Peralatan
5.    Proses Injeksi
6.      Macam-Macam Injeksi
7.       Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Injeksi
8.      Cara Mencegah Infeksi Selama Injeksi
9.      Kontra Indikasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN INJEKSI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril.

B.   TUJUAN INJEKSI
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.

C.   INDIKASI
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral. Apabila klien tidak sadar  atau bingung, sehingga klien tidak mampu menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan obat klien dilakukan denganpemberian obat secara injeksi.
Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga  disebabkan karena ada beberapa obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus. Pemberian injeksi bisa juga dilakukan untuk anastesi lokal.



D.   PERALATAN
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing di desain untuk menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih memberi penilaian ketika menentukan spuit dab jarum mana yang paling efektif.

1.      Spuit
          Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip) di desain tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit. Spuit, secara umum, diklasifikasikan sebagai Luer –lok atau nonLuer-lok. Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun  tipe-tipe spuit yaitu:
1.      Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
2.      Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis kurang dari 1 ml
3.      Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
4.      Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
            Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak lazim menggunakan spuit berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan menimbulkan rasa ynag tidak nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
                        Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap keluar sementara ujung jarum tetap terendam dalam larutan yang disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar badan spuit dan pegangan pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap, atau jarum.
2.      Jarum
                        Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum dibingkus secara individual. Beberapa jarum tudak dipasang pada spuit ukuran standar. Klebanyakan jarum terbuat sari stainless steel dan hanya digunakan satu kali
                        Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
                        Setiap Jarum memiliki tiga karaktreisrik utama: kemiringan bevel, panjang batang jarum, dan ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa ridak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci. Perawat memilih panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat klien serta tipe jaringan tubuh yang akan diinjeksi obat.
                        Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya. Seleksi ukuran jarum bergantung pada viskositas cairan yang akan disuntikkan atau diinfuskan.
 E.   PROSES INJEKSI
Memberikan injeksi merupaka prosedur invasif yang harus dilakukandengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul resiko infeksi. Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, dan IV. Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung pada kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi respons klien dengan ketat.
Setiap rute injeksi unik berdasarkan tipe jaringan yang akan diinjeksi obat. Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan awitan kerja obat. Sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat harus mengetahui volume obat yang diberikan, karaktersitik dan viskositas obat, dan lokasi struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi.
Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan secara tepat. Kegagalan dalam memilih tempat unjeksi yang tepat, sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum. Apabila perawat gagal mengaspirasi spuit sebelum menginjeksi sebiah obat, obat dapat tanpa sengaja langsung di injkesi ke dalam arteri atau vena. Menginjeksi obat dalam volume yang terlalu besar di tempat yang dipilih dapat menimbulkan nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan setempat rusak.
Banyak klien, khususnya anak-anak takut terhadap injeksi. Klien yang menderita penyakit serius atau kronik seringkali diberi banyak injeksi setiap hari. Peraway dapat berupaya meminimalkan rasa nyeri  atau tidak nyaman dengan cara:
1.      Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta ukurannya paling kecil, tetapi sesuai.
2.      Beri klien posisi yang nyaman untuk mengurangi ketegangan otot
3.   Pilih tempat injkesi yang tepat dengan menggunakan penanda aanatomis tubuh
4.  Kompres dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anastesia lokal sebelum jarum diinsersi
5.      Alihkan perhatian klien dari injeksi dengan mengajak klien bercakap-cakap
6.   Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan menarik jaringan
7.      Pegang spuit dengan mantap selama jarum berada dalam jaringan
8.      Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali dikontraindikasikan
            F.    MACAM-MACAM INJEKSI
Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap atau obat untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormone), atau tidak direarbsorbsi usus (streptomisin), begitupula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama. Keberatannya adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri. Selain itu, adapula bahaya terkena infeksi kuman (harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.
1.      Subkutan/sc  (hypodermal).
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula.
Tempat yang paling tepat untuk melakukan injeksi subkutan meliputi area vaskular di sekitar bagian luar lengan atas, abdomen dari batas bawah kosta sampai krista iliaka, dan bagian anterior paha. Tempat yang paling sering direkomendasikan untuk injeksi heparin ialah abdomen. Tempat yang lain meliputi daerah scapula di punggung atas dan daerah ventral atas atau gloteus dorsal. Tempat yang dipilih ini harus bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, dan otot atau saraf besar dibawahnya.
Obat yang diberikan melalui rute SC hanya obat dosis kecil yang larut dalam air (0,5 sampai 1 ml). Jaringan SC sensitif terhadap larutan yang mengiritasi dan obat dalam volume besar. Kumpulan obat dalam jaringan dapat menimbulkan abses steril yang tak tampak seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri di bawah kulit.

2.      Intrakutan/ic (=di dalam kulit)
Perawat biasanya memberi injeksi intrakutan untuk uji kulit. Karena keras, obat intradermal disuntikkan ke dalam dermis. Karena suplai darah lebih sedikit, absorbsi lambat.
Pada uji kulit, perawat harus mampu melihat tempat injeksi dengan tepat  supaya dapat melihat perubahan warna dan integritas kulit. Daerahnya harus bersih dari luka dan relatif tidak berbulu. Lokasi yang ideal adalah lengan bawah dalam dan punggung bagian atas.
3.      Intramuskuler  (i.m),
Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah.  Dengan  injeksi di dalam otot  yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambat reabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin. Tempat injeksi umumnya dipilih pada otot pantat yang tidak banyak memiliki pembuluh dan saraf.
Tempat injeksi yang baik untuk IM adalah otot Vastus Lateralis, otot Ventrogluteal, otot Dorsogluteus, otot Deltoid.
4.      Intravena (i.v),
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini â€Å“benda asing” langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.

1.      Intra arteri.
Injeksi ke pembuluh nadi adakalanya dilakukan untuk â€Å“membanjiri” suatu organ, misalnya hati, dengan obat yang sangat cepat diinaktifkan atau terikat pada jaringan, misalnya obat kanker nitrogenmustard.
2.      Intralumbal (antara ruas tulang belakang pinggang), intraperitoneal (ke dalam ruang selaput perut), intrapleural, intracardial, intra-articular (ke celah-celah sendi) adalah beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan.
G.   HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN INJEKSI
Pemberian obat secara injeksi dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka kita harus memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1.      Jenis spuit dan jarum yang digunakan
2.      Jenis dan dosis obat yang diinjeksikan
3.      Tempat injeksi
4.      Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi
5.      Kondisi/penyakit klien
            H.   CARA MENCEGAH INFEKSI SELAMA INJEKSI
Salah satu efek yang bisa ditimbulkan dari pemberian obat secara injeksi adalah dapat menimbulkan infeksi. Adapun cara-cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi selama injeksi dilakukan yaitu :
1.      Untuk mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan cepat. Jangan   biarkan ampul dalam keadaan terbuka
2.      Untuk mencegah kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi (mis: sisi luar ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan perawat, bagian atas wadah obat, permukaan meja)
3.      Untuk mencegah spuit terkontaminasi jangan sentuh badan pengisap (plunger) atau bagian dalam karet (barrel). Jaga bagian ujung spuit tetap tertututp penutup atau jarum.
4.      Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit yang kotor karena kototran, drainase atau feses dengan sabun dan air lalu keringkan. Lakukan gerakan mengusap dan melingkar ketika membersihkan luka menggunakan swab antiseptic. Usap dari tengah dan bergerak keluar dalam jarak dua inci.
 I.      KONTRA INDIKASI
Resiko infeksi dan obat yang mahal. Klien berulang kali disuntik. Rute SC, IM, dan itradermal dihindari pada klien yang cenderung mengalami perdarahan. Resiko kerusakan jaringan pada injeksi SC.  Rute IM dan IV berbahaya karena absorbsinya cepat. Rute ini menimbulkan rasa cemas yang cukup besar pada klien , khususnya anak-anak.


 BAB III
PENUTUP
                       A.  Kesimpulan
                  Pemberian obat parenteral ada empat cara yaitu, intracutan (IC), subcutan (SC atau SQ), intramuscular (IM), dan intravena (IV). Pemberian obat secara parenteral lebih cepat diserap dibandingkan dengan obat oral tetapi tidak dapat diambil kembali setelah diinjeksikan.Oleh karena itu perawat harus menyiapkan dan memberikan obat tersebut secara hati – hati dan akurat.
                                                                                                          
          B.   Saran
            Namun karena injeksi merupakan prosedur invasif, teknik aseptik harus digunakan untuk meminimalkan resiko injeksi. Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti di luar usus) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, maka dari itu kita harus cekatan, tanggap dan harus membutuhkan skill yang bagus dan ketelitian. 


 
DAFTAR PUSTAKA


Ariyani, Ratna. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Trans Info Media
Berman, Audrey dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta : EGC
Lynn, Pamela. 2010. Atlas Foto Pemberian Obat Lippincott. Jakarta : Erlangga
Tim Penulis Poltekkes Kemenkes Maluku.2011.Penuntun Praktikum Ketrampilan Kritis I untuk Mahasiswa D3 Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

KEBERSAMAAN DIPENGHUJUNG TAHUN 2017

MAKALAH AGAMA DALAM KESEHATAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Agama pada hakekatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan diakhirat. Secara universal agama memberi tuntutan kepada manusia melakukan yang baik dan menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama termasuk masalah kesehatan. Masyarakat Indonesia sering dikatakan sebagai masyarakat religious karena setiap warga masyarakat menganut suatu agama atau kepercayaan dan menjalankan ajarannya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya itu. Sifat yang demikian telah dinyatakan dalam sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sehat badannya sebagai cerminan dari sehat jasmani, damai di hatinya sebagai cerminan dari sehat rohani, dan punya makanan untuk sehari-harinya sebagai cerminan dari sehat sosial. Dari sini dapat dipahami bahwa sehat bukan dalam kondisi stabil antara aspek jasmani, rohani, social dan lingkungan. Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari badan, jiwa (mental) dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Manusia yang sehat ialah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya kemampuan. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Pada umumnya, orang beranggapan bahwa kesehatan penting bagi kehidupan manusia. Tetapi sebagian besar berpandangan bahwa seseorang dianggap sehat bila berada dalam keadaan tidak sakit dan tidak cacat. Kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang alami dimiliki oleh setiap orang. Kadang kala orang baru sadar akan pentingnnya pemeliharaan kesehatan bila pada suatu saat dirinya atau anggota keluarganya terkena sakit. Dengan kata lain, pengertian kesehatan terlalu sempit, hanya terabatas pada ”upaya mencari pengobatan”  terhadap penyakit yang sedang dideritanya.
Kesehatan juga dipahami secara statis,  hanya terbatas pada keadaan sehat atau sakit, yaitu “sehat dalam arti tidak sakit” dan “sakit dalam arti tidak sehat”. Tingkatan keadaan sehat atau sakit kurang dipahami, sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan  yang  mestinya dilakukan pada waktu sehat, kurang diperhatikan oleh masyarakat luas. Padahal, pemeliharaan kesehatan untuk mencegah penyakit nilainya lebih baik dari pengobatan terhadap penyakit.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian agama dan kesehatan ?
2.      Bagaimana hubungan agama dengan kesehatan dan perkembangannya ?
3.      Bagaimana aspek kesehatan dalam agama ?
4.      Apa manfaat agama dalam kesehatan ?

 BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Pengertian Agama Dan Kesehatan
1.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
2.      Sehat menurut WHO 1974
Kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, social bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
3.      UU N0. 23/1992 tentang kesehatan
kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
4.      Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
5.      Kesehatan mental menurut UU No.3/1961
adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.

1.2   Agama dan kesehetana memiliki beberapa pola hubungan, yaitu:
1.      Saling berlawanan
Agama dan kesehatan berpotensi untuk mengalami perbedaan dimana, pada pandangan agama tertentu cara pengobatan yang dilakukan oleh pihak medis melanggar hukum agama, minsyalnya islam beranggapan bahwa terapi dengan urine merupakan seuatu yang najis tapi dalam dunia medis itu tidak apa-apa.
2.      Saling mendukung
Agama dan ilmu pengetahuan juga berpotensi saling medukung, dimana sebagai contoh pada saat calon jemaah haji akan mendapatkan general check-up supaya perjalanan hajinya dapat berjalan lancar.
3.      Saling melengkapi
Yang dimaksud disini ialah adanya peranan agama sebagai pengkoreksi atas praktik kesehatan atau sebaliknya, sebagai contoh dalam islam kalau berbuka puasa dianjurkan berbuka dengan memakan makanan yang manis-manis, tetapi dalam dunia kesehatan itu bukan sebuah keharusan hanya sebagai pemulihan kondisi tubuh sehingga tidak kaget ketika menerima asupan yang lebih banyak.
4.      Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing
Agama dan ilmu kesehatan juga berpontesi untuk jalan sendiri-sendiri karena ketidak adanya kesesuaian antara konsep agama dan konsep ilmu kesehatan.

2. 3 Aspek Kesehatan Dalam Agama
 Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama ada 2 hal yang perlu diperhatikan :
1.      Ajaran agama secara normatif
Agama memberikan ajaran atau panduan tentang pentingnya menjaga kesehatan.
2.      Ajaran agama yang riil atau tampak
Dari sisi prilaku nyata ada penganut agama yang tidak memerhatikan aspek kesehatan.
Contoh :
Pengaturan pola makan, larangan makanan yang haram, pelanggran makanan yang berlebihan serta anjuran minum madu adalah contoh lain aspek kesehtan dalam tata aturan makan dalam ajaran agama.

2.4    Manfaat Agama Dalam Kesehatan
1.      Sumber Moral
Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama, mereka memegang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan manusia kepada-Nya.
2.      Sumber Keilmuan
Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agam pun dapat berperan sebagai sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualitasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan profetik.
Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi (nutrisi) atau farmakoterapi herbal. Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu dalam mengembangkan terapi kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga, meditasi, dan tenaga prana adalah beberapa ilmu agama yang dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan.
3.      Amal agama sebagai amal kesehatan
Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir yang dianut dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa berbagai hal yang dilakukan individu mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan selama tidur pun memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatan.

 
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari berbagai ulasan di atas, kita tahu bahwa kesehatan adalah rahmat yang istimewa yang diberikan tuhan kepada kita, dan upaya-upaya yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mengandung nilai ibadah  dan manfaat bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan yang mempunyai nilai maslahat. Penulis sebagai calon tenaga kesehatan berfikir akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan serta kesehatan itu juga bermanfaat dalam agama dan menjaga kesehatan itu lebih baik dari pada mengobati setelah sakit. Pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang hubungan kesehatan dengan agama agar kita dapat menerapkan dalam kehidupan.

3.2  Saran
Agama pada hakekatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan diakhirat, sehat badannya sebagai cerminan dari sehat jasmani, damai di hatinya sebagai cerminan dari sehat rohani maka kita haru dapat Saling mendukung, saling melengkapi, saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing-masing
                                      


DAFTAR PUSTAKA

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Rakhamat Jalaluddin, Psikologi Agama sebuah pengantar,PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2003.

Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.