RESUME PARADIGMA SEHAT
A. PENGERTIAN
PARADIGMA SEHAT
1. Definisi
Paradigma
Pengertian
Paradigma menurut beberapa ahli antara lain yaitu :
1. Adam smith
Paradigma adalah bagaimana cara kita memandang
dunia.
2. Ferguson
Paradigma adalah pola pikir
dalam memahami dan menjelaskan aspek tertentu dalam sebuah kenyataan.
2. Definisi
sehat
a. UU No.23,1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa:
Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh
terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan
jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
b. Definisi WHO (1981): Health is a state of complete physical, mental and social well-being,
and not merely the absence of disease or infirmity. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai
suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial
seseorang.
3. Definisi Paradigma Sehat
Paradigma
sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang jangka panjang diharapkan
mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan
mereka sendiri (Anonymous, 2002).
Paradigma sehat didefinisikan sebagai
cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik,
proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu
wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan
terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang
sakit.
PARADIGMA
DAN KONSEP BARU TENTANG SEHAT
Pengertian
paradigma sehat menurut Stepen R Covey dalam bukunya : The Seven Habits of HighlyEffective
People”
The word Paradigm comes from the Greek. It was originally a scientific term.
And ismore commonly used today to mean a model, theory, concept, perception
orientation, assumption orframe of reference. In the general sense, is the way “see” the world, not
interm of our visual sense of sight, but in term of perceiving, understanding
and interpreting. Sedangkan pada tahun 1950-an definisi WHO tentang sehat
adalah keadaan sehat sejahtera fisik, mental, sosial dan bukan hanya bebas
daripenyakit dan kelemahan. Namun pada tahun 1980-an definisi WHO mengalami
perubahan seperti yangtertera dalam UU Kesehatan No. 23/1992 dimana WHO
memasukkan unsur hidup produktif sosial danekonomi di dalam pengertian tentang
sehat.
PARADIGMA SEHAT
Faktor
yang mendorong perlu adanya paradigma sehat :
a. Pelayanan
kesehatan yang berfokus pada pelayanan orang sakit ternyata tidak efektif
b. Konsep
sehat mengalami perubahan, dimana dalam arti sehata dimasukkan unsur sehat
produktif sosial ekonomis.
c. Adanya
transisi epidemiologi dari penyakit infeksi ke penyakit kronik degeneratif
d. Adanya
transisi demografi, meningkatnya Lansia yang memerlukan penangan khusus
e. Makin
jelasnya pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi kesehatan penduduk.
Program
kesehatan yang menekankan upaya kuratif adalah merupakan “Health program for
survival”,sedangkan
yang menekankan pada upaya promotif dan preventif merupakan “Health Program
forhuman development”.
Paradigma sehat dicanangkan Depkes pada tanggal 15 September 1998.Upaya
pelayanan kesehatan yang menekankan upaya kuratif-rehabilitatif kurang
menguntungkan karena :
a.
Melakukan intervensi setelah sakit
b.
Cenderung berkumpul di tempat yang banyak uang.
c.
Dari segi ekonomi lebih cost effective
d.
Melakukan tindakan preventif dari penyakit, agar tidak terserang penyakit
UPAYA
KESEHATAN YANG ADA
Pemerintah
menetapkan upaya kesehatan dalam GBHN tahun 1993 bahwa upaya kesehatan
ditujukan pada Sumber Daya Manusia yang berkualitas dengan melakukan pembinaan
kesehatan bangsa, yaituupaya kesehatan jangka panjang yang akan menjamin
kemandirian yang lebih besar dan akanmeningkatkan ketahanan mental dan fisik
penduduk, sehingga menciptakan SDM bangsa Indonesia yang berkualitas.
KEBIJAKAN KESEHATAN BARU
Menteri
kesehatan Prof Dr. F.A. Moeloek, menyatakan bahwa Dep Kes akan
memperkenalkanparadigma sehat berdasakan Rapat Kerja Komisi VI DPR-RI, tanggal
15 September 1998.
KONSEKWENSI/IMPLIKASI DARI PERUBAHAN PARADIGMA
Untuk
mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya
promotif preventif,
proaktif, community-centered, partisipasi aktifdan pemberdayaan masyarakat,
maka semuawahana, tenaga dan sarana fasilitas yang ada sekarang perlu dilakukan
penyesuaian atau bahkanreformasi baik di pemerintahan pusat maupun daerah.
INDIKATOR
KESEHATAN
WHO
menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada
kesehatan positif dan konsep holistik yang terdiir dari 6 hal yaitu :
a.
Melihat ada tidaknya kelainan pathofisiologis pada seseorang
b.
Mengukur kemampuan fisik seseorang
c.
Penilaian atas kesehatan sendiir
d.
Indeks Masa Tubuh
e.
Kesehatan Mental
f.
Kesehatan spiritual
TENAGA
KESEHATAN
Tenaga
kesehatan pelaksana program paradigma sehat adalah orang-orang yang memiliki
kemmapuan,wawasan keterampilan dan ilmu pengetahuan khusus dibidang kesehatan
yaitu dokter, dokter gigi,bidan dan perawat. Selain itu dibantu dengan bidang
yang terkait dengan masalaha kesehatan antaralain psikiater, psikolog, tenaga
sosial dan sarjana kesehatan masyarakat.
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Dalam
pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah bagaimana
mengajak danmenggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggung jawab
atas kesehatan mereka sendiri.
KESEHATAN
DAN KOMITMEN POLITIK
Apabila
kita ingin membangun bangsa Indonesia yang berkualitas maka pembanguna yang
semulaberorientasi pada GNP growth perlu dirubah menjadi Human Capital Growth :
yaitu Health, educationdan social security karena ketiga hal ini akan
meningkatkan pe4ndapatan dan kesejahteraan masyarakat.
PENUTUP
Demikianlah
uraian tentang paradigma sehat. Perubahan paradigma hanya akan terjadi bila
diikutidengan perubahan orientasi para pengambil keputusan, perubahan peraturan
perundangan yangmungkin terjadi perubahan pendekatan, pengorganisasian,fasilitas,
ketenagaan dan alokasi pembiayaanyang menjadi kunci terjadinya perubahan
paradigma baru yaitu paradigma sehat.Pentingnya sebuah paradigma (Dalam makna
yang lebih populer dapat diartikan menjadi visi
kitaterhadap realitas)
dalam proses pembangunan kesehatan, dikemukakan oleh AL Slamet Riyadi
(1984)dalam bukunya Sistem
Kesehatan Nasional; Dalam Tinjauan Ilmu Kesehatan Masyarakat menyebutkansebuah sistem dalam
proses pembangunan, tidak akan berjalan mulus apabila tidak ada pendekatanfilosofis
atau paradigma yang memayunginya
Sementara Thomas Kuhn dalam bukunya The
Structureof Scientific Revolutions,
menyatakan bahwa hampir pada setiap terobosan baru perlu didahuluidengan
perubahan paradigma untuk memecahkan atau merubah kebiasaan dan cara berpikir
lama.Dengan kata lain suatu
sistem tanpa paradigma ibaratnya, setumpuk kertas tanpa makna.Menkes saat itu (FA
Moeloek), saat rapat kerja dengan komisi VI DPR RI, Selasa tanggal 15
September1998, Depkes RI memperkenalkan paradigma baru dalam pembangunan
kesehatan yaitu ParadigmaSehat (Kompas,16/9/98). Sebelumnya, pemerintah memakai
paradigma sakit. Paradigma sakit adalahcara pandang dalam upaya kesehatan yang
mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Penanganankesehatan penduduk menekankan
pada penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit, penangananpenduduk yang sakit
secara individu dan spesialistis. Hal ini menjadikan kesehatan sebagai suatu
yangkonsumtif. Sehingga menempatkan sektor kesehatan dalam arus pinggir
(sidestream) pembangunan(Does Sampoerna, 1998).Munculnya Paradigma Sehat,
menunjukan upaya pemerintah melakukan reorientasi pembangunankesehatan.
Penanganan kesehatan penduduk dititikberatkan pada pembinaan kesehatan
bangsa(shaping the health nations) dan bukan sekedar penyembuhan penyakit,
namun termasuk pencegahanpenyakit, perlindungan keselamatan, dan promosi
kesehatan. Hal itu menyadarkan kepada kita bahwamembina kesehatan bangsa atau
menciptakan bangsa yang sehat, cerdas, trampil, tidak bisadilaksanakan oleh
Departemen Kesehatan an sich.
Namun
hingga saat ini, perubahan paradigma (paradigm shift) masih sangat kecil (bila
tidak ingin disebuttidak ada), salah satu penyebabnya karena masih kuatnya
dominasi kelompok status quo, yang sulitmelakukan perubahan dalam pembangunan kesehatan.Seiring
dengan waktu, diskursus (discourse) tentang arah paradigma pembangunan
kesehatan bergulirdengan cepat. Paradigma sehat yang dianut pemerintah,
dipandang sebagai suatu yang terlambat alias ‘usang’, karena adagium “Pencegahan lebih baik
daripada mengobati”
sudah lama kita dengar semenjak jaman nenek moyang kita. Toh, baru pada tanggal
16 September 1998, adagium ‘tradisional’ itu diterimasebagai
suatu kebijakan resmi pemerintah.
Kritik
terhadap paradigma sehat adalah paradigma sehat terkesan memisahkan aspek
kuratif danpreventif, padahal dalam upaya kesehatan yang diperlukan adalah
keterpaduan dan keseimbangandiantara semua aspek, bukannya saling mendominasi
dan meniadakan. Mengobati penderita TBC samapentingnya dengan dengna penyuluhan
pencegahan TBC, karena penderita TBC adalah resiko bagi yang sehat.Dewasa ini
muncul pemikiran paradigma baru di dalam pembangunan kesehatan. Pemikiran baru
itudilandasi argumentasi bahwa pembangunan kesehatan haruslah sesuai dengan
realitas politik dalamkehidupan bernegara kita. Dimana semenjak bola reformasi
digulirkan, terdapat dua isu sentral yaituDemokratisasi
dan Penegakan HAM,
yang harus direspon oleh kalangan kesehatan.Kedua isu sentral itu, menimbulkan
pemikiran baru dalam pembangunan kesehatan bahwa kesehatanharus dilihat dari 2
aspek tersebut. Bila dikaitkan, maka paradigma pembangunan kesehatan yang
lebihtepat dan mendasar adalah Kesehatan
adalah bagian dari HAM
dan Kesehatan adalah
sebuahInvestasi.Kesehatan
adalah bagian dari HAM merupakan cerminan proses penegakan HAM. Konstitusi WHO
1948telah menyebutkan Memperoleh
derajat kesehatan yang optimal adalah hak yang fundamental bagisetiap manusia,
tanpa membedakan ras, agama, keyakinan politik, status sosial, dan ekonomi. Bahkandalam UUD 45
pasal 28H ayat 1 secara eksplisit menyatakan bahwa kesehatan adalah hak setiap
warganegara. Untuk itu persoalan yang menyangkut kesehatan penduduk harus
dibumikan dalam bentukkebujakan dan program yang mendukung paradigma ini.Selama
ini, Indonesia gagal dalam memenuhi hak atas kesehatan penduduknya. Bisa
dilihat dariindikator kesehatan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 390 per
100.000 kelahiran dan Angka KematianBayi (AKB) sebesar 41 per 1000 kelahiran,
merupakan angka terburuk di ASEAN. Nilai HumanDevelopment Index (HDI), yang
merupakan komposit dari sisi ekonomi, kesehatan dan pendidikanmenduduki urutan
109 dari 170 negara, menunjukkan kualitas SDM negara kita masih payah.
Masih
banyaknya penyakit infeksi dan menular, menyebabkan beban ganda (double burden)
yangditanggung semakin berat, karena penyakit degeneratif dan life style
tergolong tinggi. Fakta lainditunjukkan oleh Revrisond Baswir dkk (1999), dalam
bukunya Pembangunan Tanpa
Perasaan menyebutkan pelayanan
kesehatan kita belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat alias tidakmerata,
diperparah lagi subsidi sektor kesehatan malah dinikmati kalangan “berpunya”.Ironisnya,
masyarakat, media massa, politikus bahkan insan kesehatan masih memandang
hakkesehatan hanya sebatas pada hak untuk memperoleh pelayanan kuratif di rumah
sakita danpuskesmas. Padahal, hak untuk menikmati hidup sehat jauh lebih luas
daripada sekedar hak akanpelayanan kuratif. Salah satunya jaminan dari negara
bahwa segala akses informasi tentang kesehatandan ketersediaannya harus
tersedia bagi segala lapisan masyarakat.Kesehatan sebagai Sebuah Investasi
merupakan cerminan dari pentingnya SDM yang produktif.
Paradigma
sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang berorientasi pada
peningkatan,pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya
penyembuhan pada orang sakit.
Cara pandang yang dapat diaktualisasikan ke dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan yakni sebagai pembangunan berwawasan
kesehatan. Faktor penentu keberhasilan pelaksanaan paradigma sehat antara lain
:
1. Wawasan
kesehatan sebagai asas pembangunan nasional. Masalah kesehatan adalah masalah
yang kompleks dan menyangkut berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian masalah
kesehatan (non kesehatan). Dalam kompleks pembangunan nasional, kesehatan
seharusnya menjadi landasan dan pertimbangan pokok. Pembangunan termasuk juga
pembangunan kawasan industri dan lain-lain, harus mempertimbangkan dampak
positif dan negatifnya terhadap aspek kesehatan masyarakat secara luas.
2. Paradigma
sehat sebagai komitmen gerakan nasional. Salah satu kunci keberhasilan
paradigma baru depkes adalah menciptakan paradigma sehat sebagai suatu gerakan
nasional. Sebagai langkah awal, presiden sebagai pimpinan nasional tertinggi
diharapkan secara langsung mencanangkan gerakan nasional ini. Pencanangan paradigma
sehat sebagai komitmen gerakan nasional harus diikuti dengan tindakan nyata
secara konsisten dan berkesinambungan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk
partisipasi aktif lintas sektor.
3. Sistem
yang mendorong aspek promotif dan preventif dalam pemeliharaan kesehatan
komprehensif. Suatu sistem atau mekanisme baru harus dibangun agar upaya
pembangunan kesehatan tidak terperangkap dalam paradigma lama yang lebih fokus
pada upaya kuratif-rehabilitatif. Pada tingkat operasional, sistem ini akan
tercipta bila terjadi sinergi antar sektor atau antar departemen, selain kerja
sama antara Depkes dan seleuruh lapisan masyarakat termasuk pihak swasta.
Penerapan wawasan kesehatan sebagai asas Pembangunan Nasional sangat besar
perannya sebagi dasar kebijakan dari sistem ini.
4. Dukungan
sumber daya yang berkesinambungan. Depkes menyadari sepenuhnya bahwa sumber
daya adalah penentu keberhasilan implementasinya paradigma sehat. Upaya untuk
memperoleh dukungan sumber daya, baik dari pemerintah, swasta, atau lembaga
donatur akan selalu dilakukan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah
ditetapkan.
5. Sosialisasi
internal dan eksternal. Depkes menyadari sepenuhnya bahwa paradigma sehat
sebagai suatu pola pendekatan baru memerlukan sosialisasi dan komunikasi yang
efektif baik di jajaran Depkes sendiri maupun seluruh lapisan masyarakat.
Strategi sosialisasi dan komunikasi yang matang harus disusun dan dijabarkan ke
dalam program-program kampanye yang jelas, berdaya dan berhasil guna, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek terkait seperti strata target masyarakat dan
media atau alat promosi yang digunakan. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait
akan terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas program sosialisasi dan
komunikasi ini.
6. Restrukturisasi
dan revitalisasi infrastruktur yang terkait dengan rencana desentralisasi.
Strategi paradigma sehat adalah pembangunan berwawasan kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak akan terwujud bila tidak didukung oleh
organisasi yang sesuai, sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dan proses
serta sistem yang menunjang. Penerapan asas desentralisasi dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan nasional sebagai mana direncanakan, sangat berpengaruh
terhadap bentuk organisasi Depkes di masa mendatang, baik ditingkat pusat
maupun daerah, selain berpengaruh pada karakter SDM, sistem dan proses yang
diperlukan.
Pelaksanaan pembangunan berwawasan
kesehatan dapat dijabarkan, antara lain :
1. Pembangunan
berwawasan kesehatan. Makna pembangunan berwawasan kesehatan adalah kegiatan
pembangunan kesehatan dan non kesehatan yang senantiasa memerhatikan dan
memerhitungkan dampaknya bagi kesehatan.
2. Upaya
penyehatan kawasan. Pembangunan berwawasan kesehatan terus didorong, seperti
kawasan bebas rokok, pembangunan kota sehat, desa sehat, dan pulai sehat.
3. Kewaspadaan
dini terhadap bencana alam. Pengendaliaan terhadap potensi bahaya kesehatan
juga diarahkan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan bahaya bencana alam
atau bahaya kesehatan yang berhubungan dengan kondisi alam lainnya.
4. Perkuat
upaya preventif dan promotif. Pembangunan berwawasan kesehatan hendaknya
diarahkan untuk memperkuat, meningkatkan dan mengembangkan upaya kuratif dengan
menggunakan sarana dan prasarana yang yang merata dan memadai.
PARADIGMA
BARU KESEHATAN
Kesehatan
bukanlah “statis’, bukan sesuatu yang dikotomi sehat dan sakit, tetapi dinamis,
progesif dan kontinum. Hal ini telah disadari oleh WHO, yang akhirnya pada
tahun 1988 merumuskan kembali definisi kesehatan. Kemudian rumusan WHO tersebut
diangkat dalam UU.No.23/1992 yakni:”Kesehatan atau sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif baik secara ekonomi maupun sosial”. Hal ini berarti bahwa kesehatan
tidak hanya mempunyai dimensi fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga
mencakup dimensi ekonomi. Artinya, meskipun seseorang secara fisik, mental dan
sosial sehat, tetapi tidak produktif secara ekonomi atau sosial maka orang tersebut
tidak sehat. Produktif secara ekonomi dapat diukur dari pekerjaan, sedangkan produktif
secara sosial diukur dari kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan
kualitas hidup pribadinya sendiri atau orang lain atau masyarakat melalui
aktivitas atau kegiatan kegiatan positif. Oleh sebab itu agar pelayanan
kesehatan relevan dengan peningkatan derajat kesehatan bangsa perlu
kebijakan-kebijakan baru dalam pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain paradigma
pelayanan kesehatan harus diubah. Orientasi pelayanan kesehatan harus digeser
dari pelayanan kesehatan yang konvensional (paradigma sakit) ke pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan paradigma baru (paradigma sehat). Pelayanan
Kesehatan Konvensional yang mempunyai karakteristik : (Konsursium Ilmu
Kesehatan Indonesia, 2003)
a.
Sehat dan sakit dipandang sebagai dua hal seperti “hitam” dan “putih”
b.
Pelayanan kesehatan diasosiasikan dengan pengobatan dan penyembuhan
c.
Pelayanan kesehatan diidentikkan dengan rumah sakit dan poliklinik
d.
Tujuan pelayanan kesehatan untuk meringankan penderitaan dan menghidarkan
dari kesakitan dan kematian
e.
Tenaga pelayanan kesehatan utamanya dokter
f.
Sasaran utama pelayanan kesehatan adalah individu yang sakit
Oleh
sebab itu program-program pelayanan kesehatan hanya untuk kelangsungan hidup saja
(Health Programs for Survival), dan harus digeser ke Pelayanan Kesehatan
Paradigma Baru atau Paradigma Sehat, yang mempunyai karakteristik :
a.
Sehat dan sakit bukan sesuatu yang hitam dan putih, sehat bukan berarti tidak
sakit, dan sakit tidak berarti tidak sehat
b.
Pelayanan kesehatan tidak hanya penyembuhan dan pemulihan, tetapi mencakup
preventif dan promotif
c.
Pelayanan kesehatan bukan hanya Rumah Sakit, dan Poliklinik
d.
Tujuan pelayanan kesehatan utamanya peningkatan kesehatan (promotif), dan
pencegahan penyakit (preventif)
e.
Tenaga pelayanan kesehatan utamanya : untuk kesehatan masyarakat
f.
Sasaran utama pelayanan adalah kelompok atau masyarakat yang sehat.
Dari
pergeseran paradigma pelayanan kesehatan ini maka program-program kesehatan diarahkan
kepada pengembangan sumber daya manusia (Health Programs for Human Development).
Oleh sebab itu, indikator kesehatan juga harus dilihat dari perspektif
“paradigma sehat”. Indikator kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat
semestinya menggunakan indikator positif, bukan indikator negatif seperti yang selama
ini digunakan. Indikator kesehatan harus digeser dari indikator negatif
(kesakitan, cacat, kematian, dan sebagainya), ke indikator-indikator positif,
antara lain :
a.
Ada tidaknya kelainan patofisiologis
b. Kemampuan fisik, misal : aerobik,
ketahanan dan kelenturan sesuai umur, kebugaran
c.
Penilaian atas kesehatan sendiri
d.
Ideks Masa Tubuh (IMT) atau BMI (Body Mass Index), dan sebagainya
Kesehatan
adalah merupakan potensi dasar dan alami dari setiap individu yang sangat diperlukan
pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila seorang anak lahir dan
berkembang dalam kondisi yang tak terpenuhinya unsur dasar tersebut akan menghambat
pertumbuhan dan atau perkembangan fisik dan mental. Hal ini berarti mutu sumber
daya manusia tersebut rendah. Dengan perkataan lain seseorang yang sejak di
dalam kandungan sampai usia pertumbuhan dan perkembangannya dalam kondisi dan
lingkungan yang tidak sehat, maka hasilnya kualitas SDM tersebut juga rendah (Departemen
Kesehatan RI, 2005). Mengingat pentingnya posisi pembangunan kesehatan dalam
pembangunan SDM suatu bangsa seperti yang telah dirumuskan dalam MDG’s, maka
pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk pembangunan sumber daya manusia
yang berkualitas, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara
ekonomi dan atau sosial. Dalam mengembangkan sumber daya manusia yang
berkualitas ini peran promosi kesehatan sangat penting.
Kesehatan
adalah kondisi dinamik keadaan kesempurnaan jasmani, mental dan sosial dan
bukan semata-mata bebas dari rasa sakit, cedera dan kelemahan saja, yang
memungkinkan setiap orang mampu mencapai derajat kesehatan yang optimal secara
sosial dan ekonomi ( UU RI, 1992).
Pentingnya
penerapan paradigma pembangunan kesehatan baru, yaitu PARADIGMA SEHAT merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif.
Paradigma tersebut merupakan model pembangunan kesehatan yang dalam jangka
panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga
kesehatan mereka sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya
pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif tetapi tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Paradigma
sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang jangka panjang diharapkan
mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan
mereka sendiri (Anonymous, 2002).
Paradigma
sehat didefinisikan sebagai cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan
sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas
sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan
dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan
penduduk yang sakit.
Pada
intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang
bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi
sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan
yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada
masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan dari pada mengobati penyakit.
(Soejoeti, 2005)