Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

MAKALAH KEPERAWATAN PEMENUHAN SEKSUAL




 BAB 1
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG

   Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan. Dari segala macam kebutuhan adapun kebutuhan yang paling mendasar yang harus di penuhi oleh setiap individu, adapun 5 kebutuhan mendasar itu yakni : Kebutuhan Keamanan (Safety Needs),  Kebutuhan Seks (Sex Needs), Kebutuhan Ekonomi (Economical Needs), Kebutuhan Rohani (Spritual Needs), Kebutuhan Inovasi (Innovation Needs).
  Dari kelima kebutuhan mendasar tersebut memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya sehingga semua kebutuhan dasar tersebut harus terpenuhi dengan semestinya, salah satu kebutuhan mendasar yang kita ketahui adalah kebutuhan seksual karena kebutuhan seksual merupakan yang harus benar-benar terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi sesuatu penyimpangan seksual.
Karena begitu pentingnya sebuah kebutuhan seksual bagi kelangsungan kehidupan manusia dan banyak masalah yang ditimbulkan serta pertimbangan-pertimbangan yang sering kita jumpai dalam kehidupan kita  maka dari itu kami mengangkat sebuah judul makalah tentang “Pemenuhan kebutuhan seksual” 
   

B.   RUMUSAN MASALAH
                                                                            
1.    Jelaskan definisi sex, seksualitas, dan kebutuhan seksual ?
2.    Jelaskan tinjauan seksual dari beberapa aspek ?
3.    Jelaskan factor-factor yang mempengaruhi kebutuhan seksual ?
4.    Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap perkembangan seksual ?
5.    Jelaskan mengenai perilaku seksual dalam memehuhi kebutuhan seksual ?
6.    Jelaskan tahapan respon seksual ?
7.    Bagaimana seks pada ibu hami ?

C.   TUJUAN DAN MANFAAT
1.    Untuk mengetahui tentang definisi sex,seksualitas dan kebutuhan seksual
2.    Agar dapat memahami tinajauan seksual dari beberapa aspek
3.    Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksual
4.    Agar dapat memahami tahap-tahap perekembangan seksual
5.    Untuk mamahami perilaku seksual dalam memenuhi kebutuhan seksual
6.    Agar dapat mengetahui siklus atau tahapan respon seksual
7.    Untuk mengetahui seksualitas pada ibu hamil ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Definisi Sex, Seksualitas, Kebutuhan Seksual, dan Kesehatan Seksual
1.    Sex
       Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata berbentuk fisik yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki. Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang seksualitas seks diartikan sebagai jenis kelamin. Penggolongan jenis kelamin:
a. Laki-laki.
b. Perempuan.
c. Interseks (seseorang memiliki karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
      Seks, dari bahasa Inggris sex, dalam bahasa Indonesia memiliki paling tidak dua makna:
1.      Jenis kelamin, kelas-kelas dalam dimorfisme seksual (sexual dimorphism) akibat adanya sistem penentuan kelamin pada organisme.
2.      Kegiatan yang berkaitan dengan manipulasi organ kelamin, khususnya hubungan seksual; namun dapat juga sesuatu yang mengarah pada hal tersebut (seperti masturbasi dan petting).

2.    Seksualitas
Pengertian seksualitas tidak bisa begitu saja diwakili oleh sebuah kalimat yang bisa langsung menjelaskan tentang makna dari seksualitas tersebut. Berikut ini bisa membantu kita memaknai seksualitas:
a. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang
berkaitan dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan  diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.
b. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan
apa dengan siapa.
c. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.
3.   Kebutuhan Seksual
     Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan (Murray dalam Bherm, 1996)
           Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan dorongan    seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi biologisnya. Kebutuhan akan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir. Seks tergolong dalam kebutuhan primer – yang sama dengan kebutuhan: makan, minum, mandi, berpakaian, tidur, bangun, bekerja, buang air besar, atau buang air kecil. Aktiviats-aktivitas rutin ini dilakukan setiap manusia sepanjang hidup. Orang bisa berpuasa tetapi dalam batas waktu tertentu. Dan itulah yang disebut dengan kebutuhan seks.
            Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik antara kedua individu tersebut ( Alimut , 2006)
B.       Tinjauan Seksual pada beberapa aspek
 a.Aspekbiologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi dan fisiologi dari sitem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks dan adanya hormonal dari sistem syaraf yang berfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual b.AspekPsikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin, sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identitasnya, serta memandang gambaran seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
    iii.AspekSosialBudaya
Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku di masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta perlakuanya di masyarakat.

C.   Factor – factor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas

1. Pertimbangan Perkembangan
·         Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu
·         Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
2. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
·         Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual
·         Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit
·         Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
3. Peran dan Hubungan
·         Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya
·         Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya
·         Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual
4. Konsep Diri
·         Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas
5. Budaya, Nilai dan Keyakinan
·         Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu
·         Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual
·         Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual
6. Agama
·         Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang
·         Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar
·         Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu

7. Etik
·         Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas
·         Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain

D. Perkembangan seksualitas
 Tahapan perkembangan ini disebut tahapan psikoseksual karena memperesentasikan suatu kebutuhan(dan pemuasan) seksual yang menonjol pada stiap tahapan perkembangan. Hambatan yang terjadi pada proses pemenuhan kebutuhan seksual pada setiap tahapan - disebut fiksasi berpotensi menyebabkan  gangguan perilaku pada waktu dewasa.
                  Tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual:
1)    Tahap oral(0-1 tahun)
                        Kontak pertama yag dilakuka oleh bayi setelah kelahirannya adalah melalui mulut(oral). Kepuasan seksual(kesenangan) pada saat ini diperoleh melalui mulut, yakni melalui berbagai aktivitas mulut seperti makan, minum, dan menghisap atau menggigit. Fiksasi pada tahap ini menyebabkan orang mengembangkan kepribadian oral, yakni menjadi orang yang tergantung dan lebih senang untuk bertindak pasif dan menerima bantuan dari orang lain.
                        Tugas perkembangan utama fase oral adalah memperoleh rasa percaya, baik kepada diri sendiri, dan orang lain. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai tidak akan banyak menemui kesulitan dalam menerima dirinya, sebaliknya anak-anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, dan belajar untuk tidak mempercayai orang lain, serta memandang dunia sebagai tempat yang mengancam. Efek penolakan pada fase oral akan membentuk anak menjadi pribadi yang penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian.
2)    Tahap anal(1-3 tahun)
                           Interaksi melalui fungsi pembuangan isi perut(anal) dan memperoleh kesenangan melalui aktivitas-aktivitas pembuangan. Pada fase anal anak banyak berhadapan dengan tuntutan-tuntutan orangtua, terutama yang berhubungan dengan toilet training, dimana anak memperoleh pengalaman pertama dalam hal kedisiplinan. Fiksasi pada tahapan ini menyebabkan anak mengembangkan kepribadian anal, yakni menjadi orang yang sangat menekankan kepatuhan, konformitas, keteraturan, menjadi kikir, dan suka melawan atau memberontak. Tugas perkembangan pada fase ini adalah anak harus belajar mandiri, dan belajar mengakui dan menangani perasaan-perasaan negatif. Banyak sikap terhadap fungsi tubuh sendiri yang dipelajari anak dari orangtuanya. Selama fase anal anak akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasrat merusak, marah, dan sebagainya, namun mereka harus belajar bahwa perasaan-perasaan tersebut bisa diterima. Hal penting lain yang harus dipelajari  anak adalah bahwa mereka memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonomi.

3)    Tahap palis(3-5 tahun)
                           Pada fase ini anak laki-laki dan perempuan senang menyentuh (mengeksploitasi) organ kelaminnya untuk memperoleh kesenangan sambil melakukan fantasi-fantasi seksual. Anak laki-laki mengembangkan fantasi seksual dengan ibunya disebut oedipus complex dan anak perempuan mengembangkan fantasi seksual dengan ayahnya disebut electra complex. Jika konflik oedipal ini tak terpecahkan, anak laki-laki aka berkembang menjadi homoseksual atau heteroseksual sedangka anak perempuan akan menjadi wanita genit penggoda pria atau lesbian.. Fase Phalic juga merupakan periode perkembangan hati nurani, dimana anak belajar mengenai standar-standar moral. Selama fase ini anak perlu belajar menerima perasaan seksualnya sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Mereka membutuhkan contoh yang memadai bagi identifikasi peran seksual, untuk mengetahui apa yang benar dan salah, serta apa yang maskulin dan feminin, sehingga mereka memperoleh perspektif yang benar tentang peran mereka sebagai anak laki-laki atau anak perempuan.
4)    Tahap laten(6-12 tahun)
                           Pada tahap ini anak laki-laki dan anak perempuan menekankan semua isu-isu oedipal dan kehilangan minat seksualnya. Sebaliknya, mereka mulai melibatkan dirinya ke dalam kelompok bermain yang terdiri atas anak-anak lain dari jenis kelamin yang sama, baik kelompok yang kelompok yang bersifat full male atau full female. Namun berkurangnya perhatian pada masalah seksual itu bersifat laten dan masih akan terus memberikan pengaruh pada tahap perkembangan kepribadian berikutnya.
5)    Tahap genital(12 tahun keatas)
                           Fase genital dimulai pada usia 12 tahun, yaitu pada masa remaja awal dan berlanjut terus sepanjang hidup. Pada fase ini energi seksual anak mulai terarah kepada lawan jenis bukan lagi pada kepuasan diri melalui masturbasi, dan anak mulai mengenal cinta kepada lawan jenis.              
   Ketika memasuki masa pubertas anak-anak mulai tertarik satu sama lain dengan lawan jenisnya dan menjadi manusia yang lebih matang. Mereka saling mengembangkan afeksi (hubungan) dan minat-minat seksual, cinta, dan bentuk-bentuk keterikatan yang lain.
D.   Perilaku seksual

Seks merupakan suatu kebutuhan yang juga menuntut adanya pemenuhan yang dalam hal penyalurannya manusia mengekspresikan dorongan seksual ke dalam bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi.
Perilaku seksual menurut Sarwono (2010:174) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Nevid, dkk., 1995 (dalam Amalia, 2007:28) mendefinisikan perilaku seks sebagai semua jenis aktifitas fisik yang menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi. Sedangkan perilaku seks pra nikah sendiri adalah aktifitas seksual dengan pasangan sebelum menikah pada usia remaja (Cavendish, 2009:663) Beberapa tahapan-tahapan dari perilaku seksual yang biasanya dilakukan, dimana tahapan selanjutnya adalah lebih berat sifatnya dan semakin mengarah pada perilaku seksual. Tahapan-tahapan tersebut adalah (London; 1978 dalam Amalia,2007:29):



1.      Awakening and eksploration
a.       Rangsangan terhadap diri sendiri dengan cara berfantasi, menonton film, dan membaca buku-buku porno.
2.      Autosexuality:Masturbation
a.       Perilaku merangsang diri sendiri dengan melakukan masturbasi untuk mendapatkan kepuasan seksual.
3.      Heterosexuality:kissing and necking
a.       Saling merangsang dengan pasangannya, tetapi tidak mengarah ke daerah sensitif pasangannya, hanya sebatas cium bibir dan leher pasangannya.
4.      Heterosexuality
a.       Light petting : perilaku saling menempelkan anggota tubuh dan masih dalam keadaan memakai pakaian.
b.      Heavy petting : perilaku saling menggesek-gesekkan alat kelamin dan dalam keadaan tidak memakai pakaian untuk mencapai kepuasan. Tahap ini adalah awal terjadinya hubungan seks.
5.      Heterosexuality : Copulaation
a.       Perilaku melakukan hubungan seksual dengan melibatkan organ seksual masing-masing.

         Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut Purnawan (2004) yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
a.Faktor Internal
1.Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.

2. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya
3.Motivasi
Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Hersey & Blanchard cit Rusmiati (2001) perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang(padagigolo/WTS)

b.FaktorEksternal
1.Keluarga
Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang
2.Pergaulan
Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.

3.Media massa

Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi , dan perilaku lain sebagi manifestasi dari dorongan seksual yang dirasakannya.
Menurut Wahyudi (2000) perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain Sodomi, homoseksual. Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai hubungan seksual berupa penetrasi dan ejakulasi.
Padahal menurut Wahyudi (2000), perilaku seksual secara rinci dapat berupa:
·         Berfantasi: merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
·         Pegangan Tangan : Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
·         Cium Kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
Cium Basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir.
·         Meraba : Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.
·         Berpelukan : Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif)
·         Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) : perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
·         Oral Seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memaukan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
·         Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
·         Intercourse : merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.
E.   Kegiatan atau aktivitas seksual
 Keseksualan jantina berbeza
Keseksualan jantina berbeza melibatkan dua orang daripada jantina yang berbeza. Orang-orang yang hanya melakukan seks jantina berbeza tidak semestinya akan mengenal diri sebagai heteroseksual, walaupun (berbeza

dengan homoseksual yang melakukan seks sama jantina) kebanyakan takrif "heteroseksual" merangkuminya antara tahap-tahap kegiatan, kekerapan, dan minat yang berbeza-beza. Sebaliknya, mereka mungkin akan mengenal diri sebagai heteroseksual, dwiseksual, atau aseksual. Serupa juga, seseorang yang mengamalkan kedua-dua tabiat seks sama jantina dan seks jantina berbeza mungkin akan mengenal diri sebagai homoseksual, lesbian, dwiseksual, heteroseksual, atau aseksual.
Walaupun seringnya dikaitkan dengan homoseksual lelaki, seks dubur merupakan suatu amalan seks jantina berbeza yang kekadang dilakukan kerana dubur adalah "lebih ketat" berbanding dengan faraj dan oleh itu, lebih disukai oleh sebilangan heteroseksual semasa penembusan; selain itu, banyak orang juga suka melanggar pantang larang seks kebudayaan. Seks dubur tidak disarankan sebagai suatu kaedah kawalan kelahiran kerana masih terdapat setakat kemungkinan (walaupun amat kecil) untuk air mani memasuki faraj. Seks dubur jantina berbeza juga sering diamalkan oleh wanita yang menembuskan lelaki dengan dildo ikat, suatu amalan yang dikenali sebagai "pegging atau "memasak" di barat.
Amalan seks jantina berbeza dibatasi oleh undang-undang di Amerika Syarikat serta di banyak negara yang lain. Undang-undang perkahwinan Amerika Syarikat bertindak untuk menggalakkan orang-orang melakukan persetubuhan hanya dalam perkahwinan. Undang-undang liwat diperlihatkan sebagai menggalakkan persetubuhan antara jantina yang berbeza. Undang-undang juga mengharamkan orang-orang dewasa daripada melakukan penganiayaan seks, melakukan kegiatan seks dengan orang-orang yang masih belum cukup umur, melakukan kegiatan seks di tempat awam, serta melakukan kegiatan seks sebagai suatu perdagangan (pelacuran). Walaupun kesemua undang-undang ini juga merangkumi kegiatan seks sama jantina, undang-undang itu berbeza dari segi hukuman, dan hanya atau lebih kerapnya dikuatkuasakan pada kegiatan seks sama jantina. Undang-undang juga mengawal penerbitan dan penontonan fonografi, termasuk fonografi seks jantina berbeza.
Pemikatan, atau dating, ialah proses yang sesetengah orang menggunakan untuk mencari pasangan seks atau jodoh yang berpotensi. Di kalangan remaja heteroseks Amerika Syarikat (biasanya daripada kelas menengah) pada pertengahan abad ke-20, "dating" ialah sesuatu yang dibuat oleh seseorang dengan sebilangan orang yang lain sebelum memilih salah satu daripada mereka, baik untuk bersetubuh, berkahwin, atau kedua-dua.
Amalan seks jantina berbeza boleh mengambil bentuk monogami, monogami bersiri, atau poliamori, dan bergantung kepada takrif amalan seks, boleh merangkumi juga penghindaran bersetubuh serta autoerotisisme (termasuk pelancapan).
Berbagai-bagai gerakan moral dan politik telah berjuang untuk perubahan-perubahan dalam amalan seks jantina berbeza, termasuk pemikatan dan perkahwinan, sungguhpun perubahan-perubahan tersebut biasanya hanya dibuat sedikit demi sedikit di semua negara. Khususnya di Amerika Syarikat, kempen-kempen itu sering mencetuskan dan dipercepatkan oleh kecemasan moral. Di sana, gerakan-gerakan yang tidak menggalakkan amalan seks sama jantina sering menegaskan bahawa mereka sedang memperjuangkan pengukuhan amalan seks jantina berbeza dalam perkahwinan, seperti Akta Pertahanan Perkahwinan serta cadangan Pindaan Perkahwinan Persekutuan.
Keseksualan sama jantina
Keseksualan sama jantina melibatkan dua orang yang sama jantinanya. Perbuatan homoseksual boleh dilakukan oleh mereka yang menganggap diri sebagai heteroseksual, umpamanya pelancapan bersaling dalam konteks yang boleh dianggap sebagai perkembangan remaja heteroseks "biasa". Orang homoseksual yang berpura-pura mengamalkan hidup keheteroseksualan sering dirujuk dalam bahasa Inggeris sebagai mengamalkan hidup "almari" (bahasa Inggeris: closeted ), iaitu mereka menyembunyikan keseksualan mereka di dalam "almari".
Walaupun terdapat stereotaip dan tanggapan salah yang umum, tidak adanya sebarang bentuk kegiatan seks tersendiri bagi tingkah laku seks sama jantina yang tidak juga terdapat dalam tingkah laku seks jantina berbeza, kecuali perbuatan-perbuatan yang melibatkan penyentuhan kemaluan jantina yang sama (sila lihat tribadisme, dan frot).
Sesetengah keadaan, seperti pemenjaraan atau sekolah jantina tunggal serta persekitaran pemisahan jantina, sering menyebabkan orang-orang yang biasanya tidak mencari hubungan jenis dengan pasangan sama jantina, melakukan jenis tingkah laku seks sama jantina. Ini dikenali sebagai kehomoseksualan situasi.
Dalam kes-kes yang lain, sesetengah orang mungkin menguji kaji atau menyelidik keseksualan mereka melalui kegiatan seks sama jantina (dan/atau berbeza) sebelum menentukan identiti jantina mereka. Kempen-kempen dan pegawai-pegawai kesihatan Amerika Syarikat seringnya menyasarkan orang-orang yang mengenal diri sebagai "Lelaki yang bersetubuh dengan Lelaki" heteroseksual atau dwiseksual, berbanding dengan orang-orang yang mengenal diri sebagai lelaki "homoseksual". Lihat juga Lesbian selepas mendapat ijazah.
Orang-orang yang hanya mengamalkan kegiatan seks sama jantina secara eksklusif tidak semestinya mengenal diri sebagai "homoseksual" atau "lesbian". Bagaimanapun, takrif homoseksual  tetap membawa pengertian "seorang yang berasa ghairah terhadap ahli yang sama jantina dengannya". Walaupun demikian, tahap tarikan bergantung kepada kekerapan, kerelaan, dan/atau minat.
Di kalangan sesetengah sektor orang Amerika-Afrika (digelar "men on the DL" dalam bahasa Inggeris, dengan "DL" merupakan singkatan untuk "down-low" ), tingkah laku seks sama jantina kekadang diperlihatkan hanya sebagai suatu keseronokan fizikal. Mereka itu melakukan hubungan jenis dengan lelaki (seringnya secara terselindung) semasa meneruskan hubungan cinta dan hubungan jenis dengan kaum wanita. Para lelaki itu seringnya menjauhi diri daripada gelaran "homoseksual" kerana istilah itu di kawasan mereka membawa pengertian lelaki ranggi dan kewanita-wanitaan berketurunan Eropah, sebuah kumpulan yang sesetengah mereka mungkin ingin menjauhi diri.
Keseksualan hubungan pasangan luas
Kes-kes yang melibatkan melebihi dua orang pasangan dalam sebuah perkongsian seks termasuk:
·         Poliamori yang merupakan hubungan cinta terikat antara lebih daripada satu pasangan.
·         Poligami yang agama dan kebudayaan tertentu membenarkan pasangan berbilang. Terdapat tiga senario yang wujud:
o    Poligini yang lelaki mempunyai dua atau lebih orang isteri;
o    Poliandri yang perempuan mempunyai dua atau lebih orang suami;
o    Poliginandri yang terdiri daripada berbilang pasangan lelaki dan perempuan dalam sebuah perkahwinan.
·         Seks kumpulan, pejolian, seks sembarangan dan hubungan bersahaja yang biasanya tidak bertujuan untuk membentuk ikatan pasangan.
Keseksualan autoerotik
Autoerotisisme, sebagaimana yang namanya membayangkan, ialah kegiatan seks yang tidak melibatkan orang lain sebagai pasangan. Ia boleh mengambil bentuk pelancapan, tetapi banyak jenis parafilia (amalan seks yang luar biasa) juga serupa tidak memerlukan pasangan.
Kebanyakan amalan autoerosisme adalah agak selamat atau selamat pada keseluruhannya. Bagaimanapun, terdapat beberapa bentuknya yang dianggap tidak selamat. Ini termasuk pengasfiksian autoerotik dan perhambaan diri. Kemungkinan kecederaan atau juga kematian wujud semasa melakukan versi fetisy pasangan (permainan cekik dan perhambaan) dinaikkan dengan ketara, akibat keterasingan dan ketiadaan bantuan semasa kecemasan. Pengasfiksian autoerotik menuntut banyak nyawa pemuda setiap tahun.
Keseksualan alternatif
Terdapat beberapa bentuk untuk apa yang dipanggil keseksualan alternatif. Ini biasanya berdasarkan pilihan masing-masing, dan berbeza-beza antara apa yang umumnya diterima atau ditoleransi, sehingga jenis yang penuh dengan perbalahan atau haram di sisi undang-undang.
Contoh-contoh untuk bentuk keseksualan alternatif yang kurang biasa termasuk kegiatan BDSM yang kegiatan penguasaan dan penyerahan merupakan ciri-ciri utama kegiatan seks, serta keseksualan haiwan yang pasangan jangka panjang merupakan spesies yang lain.
Keseksualan paksaan dan penganiayaan
Kegiatan seks juga boleh merangkumi penganiayaan seks, iaitu menyalahgunakan keseksualan atau menggunakan keseksualan secara paksaan. Contoh-contohnya termasuk rogol, pembunuhan nafsu berahi, penganiayaan seks kanak-kanak, zoosadisme (penganiayaan seks haiwan), serta di banyak negara, parafilia tanpa sepersetujuan seperti frotaj, skatofilia telefon (panggilan telefon yang tak senonoh), serta juga ekshibisionisme tanpa sepersetujuan dan penyakit intai (juga dikenali masing-masing sebagai "pendedahan tak senonoh" dan "pengintai")
F.    Tahapan Respons Seksual
Respons terhadap rangsangan seksual banyak mengacu pada urutan perubahan fisik dan emosi yang terjadi pada orang yang dirangsang secara seksual dan ia turut hanyut/larut dalam aktivitas perangsangan tersebut.
Dengan mengetahui respons tubuh anda terhadap rangsangan seksual anda dapat mengetahui lebih baik untuk mengatasi kelainan yang mungkin timbul.
Siklus respons rangsangan seksual memiliki empat fase: Perangsangan, Dataran tinggi (plateau), Orgasme dan Resolusi. Pria dan wanita sama-sama akan mengalami ke-empat fase tersebut, walaupun mungkin waktunya biasanya akan berbeda. Contohnya adalah ketidaksamaan waktu orgasme pria dan wanita. Intensitas respon atau tanggapan rangsangan juga akan memakan waktu yang berbeda-beda antara satu orang dengan lainnya. Dengan mengetahui perbedaan dan kebiasaan ini, maka akan dapat membantu pasangan pasutri untuk memahami satu sama lain.


Fase 1: Perangsangan
Secara umum karakteristiknya adalah tahap ini bisa berlangsung dari hanya beberapa menit sampai bahkan beberapa jam, termasuk di dalamnya:
·         Meningkatnya tekanan otot-otot
·         Denyut jantung yang semakin cepat dan nafas yang memburu
·         Kulit yang menjadi memerah (terkadang timbul semburat merah di sekitar dada dan punggung)
·         Puting yang mengeras
·         Aliran darah menuju organ genital yang meningkat, yang berakibat klitoris dan labia minora (bibir vagina dalam) pada wanita menjadi basah serta penis pria menegang.
·         Organ intim (vagina) wanita secara umum menjadi basah.
·         Payudara menjadi tegang dan seakan-akan penuh serta organ intim wanita merekah.
·         Testis pria akan mengembang dan scrotum akan penuh cairan yang siap dikeluarkan.
Fase 2: Dataran tinggi (plateau)
Karakteristiknya adalah kelanjutan dan titik sebelum terjadinya orgasme yang ditandai dengan:
·         Organ intim wanita yang semakin mengembang karena meningkatnya aliran darah serta perubahan kulit sekitar organ intim menjadi ke-ungu-an dan menjadi lebih gelap.
·         Klitoris yang menjadi semakin sensitif (bahkan terkadang nyeri bila disentuh) dan terkadang kembali masuk tertutup klitoris untuk menghindari perangsangan oleh penis.
·         Napas, denyut jantung dan tekanan darah yang terus meningkat
·         Otot mengejang di kaki, muka dan tangan
·         Tekanan otot meningkat
Fase 3: Orgasme
Orgasme adalah puncak dari siklus rangsangan seksual. Fase ini adalah fase terpendek dan umumnya hanya berlangsung selama beberapa detik saja. Tanda-tandanya antara lain:
·         Kontraksi otot yang tak beraturan dan tidak terkontrol
·         Teakan darah, denyut jantung dan nafas berada dalam kondisi puncak dengan kebutuhan oksigen yang masimal.
·         Otot sekitar kaki yang mengejang penuh.
·         Pelepasan yang tiba-tiba dari tekanan seksual
·         Pada wanita organ intim akan berkontraksi, rahim akan terus berkontraksi.
·         Pada pria, kontraksi ritmis otot pada pangkal penis akan mengakibatkan ejakulasi dan pengeluaran semen.
·         Gerakan tubuh tak beraturan akan berlanjut dan keringat akan cenderung keluar dari pori-pori tubuh.
Fase 4: Resolusi
Selama fase ini, tubuh akan kembali pada kondisi normal. Bagian-bagian tubuh yang mengembang dan pmeregang lambat laun akan kembali normal pada ukuran dan warna semula. Tahap ini juga ditandai dengan perasaan puas oleh pasutri, keintiman dan bahkan kelelahan.
Beberapa wanita mampu melanjutkan fase orgasme tersebut dengan sedikit rangsangan dan inilah yang disebut sebagai multiple orgasm. Sebaliknya pri memerlukan waktu setelah orgasme yang disebut dengan periode refraksi, dimana pada waktu ini pria tidak akan mampu orgasme lagi. Periode refraksi ini berlangsung berbeda-beda pada pria, biasanya semakin tua umur maka periode refraksi ini akan berlangsung makin lama.
G.   SEKS PADA IBU HAMIL
Hal pertama yang dibahas, apakah seks aman dilakukan pada waktu hamil?
Yang dimaksud aman disini tentunya adalah keamanan buat si jabang bayi karena seks yang dilakukan pada waktu hamil tidak hanya melibatkan kedua pasangan namun juga pihak ketiga yaitu si jabang bayi. Untuk itu, hal pertama yang harus kita tahu adalah sudah sampai memasuki stadium mana kehamilan tersebut.
Kehamilan yang tidak beresiko jika dilakukan hubungan seks adalah kehamilan yang mempunyai resiko kecil untuk terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti keguguran ataupun kelahiran prematur.
Aktivitas seks pada masa kehamilan tidaklah menjadi sebuah keharusan, namun terkadang ibu membutuhkan suatu fluktuasi hormonal pada waktu ia mengandung. Akan tetapi, banyak wanita hamil yang merasa tidak nyaman dalam berhubungan seksual karena tubuhnya yang membesar. Kebanyakan wanita kehilangan sensasi berhubungan seksual pada saat tingkat kehamilan akhir karena sudah memasuki masa untuk melahirkan dan persiapan menjadi orang tua baru.
Perlu pembicaraan yang intensif mengenai cara berhubungan seks seperti berciuman, pelukan yang tidak mengganggu, ataupun posisi yang nyaman diantara pasangan tersebut.
Hubungan seks yang tidak aman dan pantang dilakukan
Ada hal yang pantang dilakukan dalam hubungan seks di masa kehamilan:
·         Meniup udara ke dalam vagina pada saat melakukan oral seks. Udara yang ditiupkan dapat menyebabkan terjadinya emboli udara yang berbahaya buat ibu dan si jabang bayi.
·         Melakukan hubungan seks dengan pasangan yang memiliki penyakit menular seksual seperti herpes, bakterial, kutil genital ataupun positif HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit seperti ini akan berakibat fatal untuk janin.
Selain itu, sebaiknya hubungan seks tidak dilakukan pada kehamilan resiko tinggi seperti dibawah ini:
·         Riwayat keguguran
·         Riwayat premature (lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu) atau gejala yang menunjukkan terjadinya kelahiran premature seperti kontraksi uterus
·         Pendarahan dalam vagina yang tidak bisa dicari penyebabnya
·         Cairan amnion (cairan yang melindungi bayi dari trauma) yang kurang
·         Plasenta previa (kondisi dimana plasenta menutup serviks/jalan lahir)
·         Serviks yang lemah dan dilatasi premature
·         Kehamilan kembar
Jika tidak terdapat hal-hal diatas, pasangan yang membutuhkan hubungan seksual dapat tetap melakukannya karena pada dasarnya seks pada waktu hamil tidak akan mengganggu janin. Janin dilindungi oleh banyak barrier seperti kantong amnion (kantong yang menampung cairan amnion dan janin), dinding yang tebal, lapisan mukus tebal yang mampu melawan infeksi.
Pada saat berhubungan seksual, penis akan kontak dengan janin. Orgasme tidak akan mengganggu kehamilan karena kontraksi yang terjadi pada waktu orgasme berbeda dengan kontraksi pada saat kelahiran. Semen mempunyai zat kimia yang mampu menstimulasi kontraksi sehingga bisa berakibat terjadinya kehamilan premature. Jadi, jika tidak ada pemenuhan kebutuhan seks yang mendesak sebaiknya seks tidak dilakukan pada waktu kehamilan.

Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi dorongan seksual
·         Kelelahan
·         Morning sickness (mual dan muntah)
·         Perut membesar
·         Ketegangan pada alat genitalia
·         Payudara tegang
·         Perdarahan
Faktor-faktor emosional yang mempengaruhi dorongan seksual :
1.      Takut keguguran (bayi terluka ??)
2.      Takut orgasme
3.      Takut infeksi
Tinjauanliteratur;
Hart,(1961), melaporkan 219 ibu hamil yang melahirkan normal mendapatkan :
1.      Adanya penurunan libido,frekuensi koitus,orgasme dan lain-lain selama hamil dan nifas
2.      Dyspareunia lebih dari 50% pada ibu hamil pada trimester 3
3.      Frekuensi sex oral/anal/masturbasi tidak berubah
4.      Inisiasi sex meningkat sesuai umur kehamilan dibandingkan dengan sebelum hamil
5.      Posisi yang paling sering adalah side by –side positions
Ganem (1992) menjelaskan seksualitas pada kehamilan dibagi dalam 4 fase.
FASE I : masa konsepsi – 12 minggu
1.      penurunan keinginan ok mual,muntah,lelah.
2.      takut akan terjadi abortus
3.      boleh melakukan hubungan seks sepanjang tidak ada riwayat perdarahan / komplikasi pada umur kehamilan yang sama sebelumnya
FASE II : pada umur kehamilan 12 – 32 minggu
1.      Disebut masa khusus(spesial time) Wanita telah beradaptasi dengan perubahan tubuhnya,dan pria sangat mendambakan segera menjadi orang tua.
2.      Wanita mulai menginginkan hubungan sex.
3.      Adanya gerakan bayi.
4.      Adanya sekresi vagina menghilangkan dyspaurenia.
5.      Karena Kehamilan, merubah posisi seks ada wanita orgasme karena hamil.
6.      Pria merasakan penurunan libido oleh karena “making love with mother not with women”
7.      Masa paling ideal untuk berhubungan seksual.
FASE III : umur kehamilan 32 – 36 minggu.
1.      Pada masa ini wanita hamil lebih banyak cemas.
2.      Fetus makin besar sehingga ada rasa tidak nyaman dipanggul,nyeri divagina, pubis dan lain-lain yang menurunkan libido.
3.      Pada masa ini intimasi tidak harus berhenti, bisa dengan berciuman( kissing),berpelukan ( hugging), mengusap atau memijat.


FASE IV : umur kehamilan > 36 minggu
1.      Masa yang sangat sensitif, kelahiran akan segera tiba,wanita akan berkonsentrasi pada proses ini fetus semakin besar dan berat, ibu merasa semakin capek dan takut libido akan menurun.
2.      Kongesti pelvikpostcoital pain hilang dalam waktu 48-72 jam,
3.      Ada kesulitan posisi, dimana pria merasakan penetrasi yang terbatas.Bisa diatasi dengan merubah posisi : rear entry positions / side by side positions.
4.      Coitus mencegah kehamilan lewat waktu, Semen mengandung PG, bisa diikuti dengan masage putting susu.
Apakah hubungan seks dapat mencetuskan persalinan ?

Orgasme dan semen dapat mencetuskan kontraksi terutama pada trimester ke 3

Pada wanita yang mempunyai riwayat Penyakit PPI, hindari hubungan sexual/ orgasme/manipulasi putting susu,atau gunakan kondom
Pertanyaannya adalah Bagaimana Posisi yang baik selama kehamilan ?
Beberapa posisi yang baik dianjurkan untuk kehamilan adalah :
·         Women on top (she goes up)
·         Side ways (down side)
·         Spooning (man behind women, rear entry)
·         Rear entry (dog style)
·         Edge of the bed
Beberapa variasi yang bisa dicoba :
·         Sitting Position
·         Hands and knees position
·         Side lying, knee pull up position

Women on Top.


Keuntungan :
·         Kendali pada wanita
·         Rangsang klitoris lebih baik
·         Daya penetrasi bisa diatur
Kerugian :
·         Kurang nyaman bagi pria – penetrasi tidak maksimal
·         Kurang mesra – kontak tubuh kurang

SPOONING (tempel sendok).


Keuntungan :
·         Kontak fisik banyak
·         Penetrasi baik dan perlahan
·         Nyaman bagi yang bermasalah dengan sendi panggul
Kerugian :
·         Daya ungkit kurang
·         Kurang bebas bergerak
Side by side.


Keuntungan :
·         Kontak fisik lebih banyak
·         Nyaman atasi masalah panggul
·         Penetrasi kurang

Kerugian :
·         Daya dorong kurang
·         Kurang bebas
Rear Entry (Dog Style ).

Keuntungan :
·         Paling banyak disukai
·         Rangsang G-Spot paling baik
·         Daya penetrasi tinggi
Kerugian :
·         Nyeri lutut
·         Kurang mesra – tidak berhadapan
Edge of the bed .

Keuntungan :
·         Wanita lebih relaks, nyaman
·         Hindari rasa lelah
Kerugian :
·         Pria lebih aktif – kontrol kurang
·         Terbentur sisi tempat tidur – perlu bantal penyangga

Beberapa petunjuk aman untuk berhubungan seksual :
·         Penetrasi penis yang dalam tidak boleh membuat ibu tidak nyaman.
·         Tidak diperbolehkan untuk vaginal douching
·         Pengertian dan empati
·         Hindari bila ada Pecah ketuban,perdarahan,atau kontraksi rahim.
·         Pada HIV gunakankondom


Sex dan kehamilan beresiko :
Keputusan untuk melakukan hubungan seks pada kehamilan tergantung dari:
·         kehamilan berisiko atau tidak/jenisnya
·         kesehatan ibu dan janin
·         kebutuhan untuk bed rest
·         tipe aktifitas seksual yang biasa /diinginkan


Kehamilan berisiko yang tidak disarankan untuk melakukan hubungan seks :
·         KPD (Ketuban pecah Dini)
·         Riwayat penyakit infeksi
·         Perdarahan selama kehamilan atau ada riwayat perdarahan selama hamil
·         Plasenta previa
·         Infeksi pada kemaluan.
Bagaimana bila pasangan pada masa pasca persalinan (postpartum), idealnya hubungan seksual dilakukan :

Post partum ibu nifas masih merasakan : Capek,tidak nyaman,lubrikasi vagina kurang,lokia, emosional belum stabil dan lain-lain, oleh karena itu sebaiknya boleh dilakukan : 4- 6 minggu setelah bayi lahir.
Semua praktek seksual boleh saja dilakukan asalkan tidak membahayakan kehamilan dan janin nya, Perlu pengertian antar pasangan agar mendapat kenikmatan bersama (mutual pleasuring). Anal intercourse sebaiknya tidak dilakukan .Bila ingin dilakukan sebaiknya gentleness,gunakan sterile lubricant dan sebaiknya tidak ada menderita hemoroid. Menggunakan alat2 tidak direkomendasikan oleh karena risiko infeksi.



                                   BAB III
                                PENUTUP

A.   Kesimpulan
·         Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan dorongan    seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi biologisnya. Kebutuhan akan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir. Seks tergolong dalam kebutuhan primer – yang sama dengan kebutuhan: makan, minum, mandi, berpakaian, tidur, bangun, bekerja, buang air besar, atau buang air kecil. Kegiatan pemenuhan kebutuhan seksualitas ini dapat dilakukan dengan berbagai perilaku dan kegiatan seksualitas dan apabila tidah terpenuhi maka akan timbul penyimpangan seksual. .

B.   Saran
·         Untuk mahasiswa
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin membuat makalah tentang sex serta dapat menambah wawasan bagi mahasiswa
·         Untuk dosen pengajar
Bagi dosen pengajar saya hanya ingin menyampaikan satu hal bahwa dalam memberikan sebuah tugas tolong diberikan arahan kepada mahasiswa agar terjadi kesalahan dalam pembuatan makalah
·         Untuk pemerintah
Dengan dibuatnya makalah ini pemerintah sadar akan pentingnya pengetahuan seksualitas bagi pendidikan generasi muda dan bisa membuat sebuah program pembelajaran mengenai sex
                       DAFTAR PUSTAKA

Crain, W. 1992Theorist of Development Concept and Applications. 3th ed. New York: Engle Wood Cliffs