MAKALAH HIPERTENSI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark
Miokard adalah penyumbatan sebagian atau lebih arteri koroner (dikenal juga
seranggan jantung), (Holloway, 2003). Infark Miokard adalah rusaknya jaringan
jantung akibat supllai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah ke
koroner berkurang, (Brunner & Sudarth, 2002).
Infark
mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan
oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark
menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI
disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi
pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara
progresif.
MCI apabila tidak segera di tangani
atau dirawat dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF,
disritmia, syok kardiogenik yang dapat menyebabkan kematian, dan apabila MCI
sembuh akan terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang
mati, apabila jaringan parut yang cukup luas maka kontraktilitas jantung
menurun secara permanent, jaringan parut tersebut lemah sehingga terjadi ruptur
miokardium atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan tindakan
keperawatan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Hal ini dapat dicapai melalui pelayanan
maupun perawatan yang cepat dan tepat untuk memberikan pelayanan cepat dan
tepat diperlukan pengetahuan, keterampilan yang khusus dalam mengkaji, dan
mengevaluasi status kesehatan klien dan diwujudkan dengan pemberian asuhan
keperawatan tanpa melupakan usaha promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Peran
Oksigen pd Miokard
·
Dibutuhkan
pada saat aktivitas preload & afterload.
·
Kontraktilitas
miokard
·
Diperlukan
jantung untuk berdenyut.
·
Kelelahan
& stres emosional meningkatkan denyut jantung.
·
Hipoksia,
anemia menyebabkan infark.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Faktor Predisposisi
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
7. Klasifikasi
8. Komplikasi
9. Pemeriksaan Penunjang
10. Penatalaksanaan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Suzanne C.
Smeltzer, 2001)
Tekanan darah
tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang
melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi.
Secara sederhana, seseorang dikatakan
menderita Tekanan Darah Tinggi jika tekanan Sistolik lebih besar daripada 140
mmHg atau tekanan Diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Tekanan darah ideal
adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk Diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan
didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat
jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi
pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan
tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
B. Epidemiologi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu
penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah pendududk
dewasa menderita hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan
Afro-Amerika setelah usia remaja.
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami
hipertensi essensial dan sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan
penyebab tertentu.
C. Etiologi
Sekitar
20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya.Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya
dibagi menjadi 2 jenis :
1.
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi
yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 %
dari seluruh hipertensi).
2.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki
banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan
bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika
penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).
Penyebab
hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar
adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Beberapa
penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
·
Stenosis
arteri renalis
·
Pielonefritis
·
Glomerulonefritis
·
Tumor-tumor
ginjal
·
Penyakit ginjal polikista (biasanya
diturunkan)
·
Trauma pada ginjal (luka yang mengenai
ginjal)
·
Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
·
Hiperaldosteronism
·
Sindroma
Cushing
·
Feokromositoma
3. Obat-obatan
·
Pil
KB
·
Kortikosteroid
·
Siklosporin
·
Eritropoietin
·
Kokain
·
Penyalahgunaan
alkohol
·
Kayu manis (dalam jumlah sangat
besar)
4. Penyebab Lainnya
·
Koartasio
aorta
·
Preeklamsi
pada kehamilan
·
Porfiria
intermiten akut
·
Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi
yaitu :
1. Peningkatan kecepatan denyut jantung
2. Peningkatan volume sekuncup yang
berlangsung lama
3. Peningkatan TPR yang berlangsung
lama
D. Faktor
Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi
dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur),
apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti
kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol
dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi
saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis
dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila
stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan
merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini
mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari.
Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi
esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis
di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
F. Manifestasi Klinis
Pada
sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
·
Sakit
kepala
·
Kelelahan
·
Mual
·
Muntah
·
Sesak
nafas
·
Gelisah
·
Pandangan menjadi kabur yang terjadi
karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.
G. Klasifikasi
The
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi
Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
|
||
Kategori
|
Sistolik
(mmhg)
|
Diastolik
(mmhg)
|
Normal
|
< 130
|
<85
|
Normal tinggi
|
130-139
|
85-89
|
Hipertensi †
|
||
Tingkat 1 (ringan)
|
140-159
|
90-99
|
Tingkat 2 (sedang)
|
160-179
|
100-109
|
Tingkat 3 (berat)
|
≥180
|
≥110
|
Tidak
minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan
diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori
yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau
lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining
awal.
Pada
pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan
darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada
tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke
atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah;
tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis.
Disamping
itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-induced hypertension,
PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible
setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan
curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara
drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah diakomodasikan oleh
penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya
angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada kehamilan normal dan
tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan
sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan
besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah.
PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu
perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan
kejang,koma, dan kematian.
H. Komplikasi
Adapun
komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS
Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah
diantaranya:
- Penyakit pembuluh darah otak seperti
stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
- Penyakit jantung seperti gagal
jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
- Penyakit ginjal seperti gagal
ginjal.
- Penyakit mata seperti perdarahan
retina, penebalan retina, oedema pupil.
I.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul
Madjid (2004), meliputi:
-
Pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan
factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin
analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula
darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL.
-
Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran
jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai
tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein,
asam urat, TSH dan ekordiografi.
-
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN
/creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan
aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan
hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi),
pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula
(menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi)
-
Pemeriksaan
radiologi : Foto dada dan CT scan
J. Penatalaksanaan
Olah
raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar
peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat
digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis
besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non
farmakologis)
2. Pengobatan
dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis
kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis
menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada
keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis
dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih
baik.
Pengobatan
non farmakologis diantaranya adalah :
1.
Diet
rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.
Mengurangi asupan garam ke dalam
tubuh.
3.
Nasehat pengurangan garam, harus
memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara
drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai
sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada
pengobatan farmakologis.
4.
Ciptakan
keadaan rileks
5.
Berbagai
cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
6.
Melakukan
olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak
3-4 kali seminggu.
7.
Berhenti merokok dan mengurangi
konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan
(farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat
banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan
menghubungi dokter.
1.
Diuretik
Obat-obatan
jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2.
Penghambat Simpatetik
Golongan
obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
3.
Betabloker
Mekanisme
kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati,
karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam
darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4.
Vasodilator
Obat
golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5.
Penghambat ensim konversi
Angiotensin
Cara
kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6.
Antagonis kalsium
Golongan
obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem
dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing,
sakit kepala dan muntah.
7.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara
kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan
pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infark
Miocard adalah proses rusaknya jaringan jantung karena adanya penyempitan atau
sumbatan pada arteri koroner sehingga suplai darah pada jantung berkurang yang
menimbulkan nyeri yang hebat pada dada.
Serangan
jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan
terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung.
Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari
beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati.
Keluhan
yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
Diagnosis
MCI biasanya dapat di diagnostikberdasar pada riwayat penyakit sekarang, EKG, dan serangkaian
enzim serum. Prognosis tergantung pada beratnya obstruksi arteri dan dengan
sendirinya banyaknya kerusakan jatung.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini yang berisikan tentang Asuhan Keperawatan Miocardium
Infraction diharapkan mahasiswa mengetahui, mengerti, dan memahami akan arti,
manfaat serta akibat / dampak dari apa yang telah dibahas pada makalah
tersebut.
Penulis
sadar bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, jadi penulis
pemakalah sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca guna untuk pembuatan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien edisi 3. Jakarta :EGC
Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses-proses penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Keperawatan
Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi