MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI, DAN BALITA NEONATUS RISIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir
atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini
sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di
bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik.
Banyak masalah
pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan
penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan
anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan
maupun sesudah lahir.
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan pertama
kehidupan dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama
kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan
persalinan seperti BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, perdarahan
tali pusat. Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan
sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan pengobatan
yang tepat (Kusmiyati, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada BBLR?
2. Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorium?
3. Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Hipotermia?
4. Apa Pengertian dan penatalaksanaan pada Ikterus?
BAB II
ISI
A. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir
rendah ( BBLR ) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun
1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500
gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian
di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi 2
golongan:
1. Prematuritas murni.
Bayi
lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan
sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang
Bulan Sesuai Masa Kehamilan ( NKBSMK).
2. Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur
ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK).
Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih
Bulan-Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).
B. Etiologi
1.
Faktor Ibu.
a.
Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan
antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis
akut.
b.
Usia ibu
|
|
Angka kejadian prematuritas
tertinggi ialah pada usia Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia
ibu muda.
|
| | | |
| |
| |
C. Patofisiologi
Secara
umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan
(prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup
bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil
ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Biasanya hal ini
terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi,
hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi
jadi berkurang.
Gizi
yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan
kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit,
dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan
melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi
kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa
hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang
tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
D. Manifestasi Klinis
Fisik.
a.
Bayi kecil
b.
Pergerakan kurang dan
masih lemah
c.
Kepala lebih besar dari
pada badan
d.
Berat badan
E. Komplikasi
1. Sindroma Distress
Respiratori Idiopatik
Terjadi
pada 10% bayi kurang bulan. Nampak konsolidasi paru progresif akibat kurangnya
surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan di alveoli dan mencegah kolaps.
Pada waktu atau segera setelah lahir bayi akan mengalami :
a. Rintihan Waktu Inspirasi
b. Napas Cuping Hidung
c. Kecepatan respirasi leih
dari 70/ menit
d. Tarikan waktu inspirasi
pada sternum ( tulang dada )
Nampak
gambaran sinar- X dada yang khas bronkogrm udara dan pemeriksaan gas darah
menunjukkan :
a. Kadar oksigen arteri
menurun
b. Konsentrasi CO2
meningkat
c. Asidosis metabolic
Pengobatan
dengan oksigen yang dilembabkan, antibiotika, bikarbonas intravena dan makanan
intravena. Mungkin diperlukan tekanan jalan positif berkelanjutan menggunakan
pipa endotrakea. Akhirnya dibutuhkan pernapasan buatan bila timbul gagal napas
dengan pernapasan tekanan positif berkelanjutan.
2. Takipnea selintas pada
bayi baru lahir
Paru
sebagian bayi kurang bulan dan bahkan bayi cukup bulan teteap edematous untuk
beberapa jam setelah lahir dan menyebabkan takipnea. Keadaan ini tidak
berbahaya, biasanya tidak akan menyebabkan tanda- tanda distress respirasi lain
dan membaik kembali 12-24 jam setelah lahir. Perdarahan intraventrikular
terjadi pada bayi kurang bulan yang biasanya lahir normal. Perdarahan
intraventrikular dihubungkan dengan sindroma distress respiratori idiopatik dan
nampaknya berhubungan dengan hipoksia pada sindroma distress respirasi
idiopatik. Bayi lemas dan mengalami serangan apnea.
3. Fibroplasias retrolental
Oksigen
konsentrasi tinggi pada daerah arteri berakibat pertumbuhan jaringan serat atau
fibrosa di belakang lensa dan pelepasan retina yang menyebabkan kebutaan.hal
ini dapat dihindari dengan menggunakan konsentrasi oksigen di bawah 40% (
kecuali bayi yang membutuhkan lebih dari 40 % ). Sebagian besar incubator
mempunyai control untuk mencegah konsentrasi oksigen naik melebihi 40% tetapi
lebih baik menggunakan pemantau oksigan perkutan yang saat ini mudah didapat
untuk memantau tekanan oksigen arteri bayi.
4. Serangan Apnea
Serangan
apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernapasan atau ada
hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intracranial. Irama pernapasan
bayi tak teratur dan diselingi periode apnea. Dengan menggunakan pemantau
apneadan memberikan oksigen pada bayi dengan pemompaan segera bila timbul apnea
sebagian besar bayi akan dapat bertahan dai serangan apnea, meskipun apnea ini
mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu. Perangsang pernapasan
seperti aminofilin mungkin bermanfaat.
5. Enterokolitis Nekrotik
Keadaan
ini timbul terutama pada bayi kurang bulan dengan riwayat asfiksia. Dapat juga
terjadi setelah transfuse tukar. Gejalanya : kembung, muntah, keluar darah dari
rectum dan berak cair, syok usus dan usus mungkin mengalami perforasi.
Pengobatan diberikan pengobatan gentamisin intravena, kanamisin oral. Hentikan
minuman oral dan berikan pemberian makanan intravena. Mungkin diperlukan
pembedahan.
F.
Penatalaksanaan
Mengingat
belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka
perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu
oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
1.
Pengaturan suhu badan
bayi prematuritas/ BBLR
Bayi
prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya
rendah dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus
dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila
bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35
derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat
celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan
disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat
dipertahankan.
2.
Nutrisi
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori
110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi
sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung.
Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi
sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan makanan yang paling
utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya
kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau
dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60
cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/ hari.
3.
Menghindari Infeksi
Bayi
prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna.
Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal
sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian
perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan
baik.
G. Cara Perawatan Bayi
dalam Inkubator
Merupakan
cara memberikan perawatan pada bayi dengan dimasukkan ke dalam alat yang
berfungsi membantu terciptanya suatu lingkungan yang cukup dengan suhu yang
normal. Dalam pelaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu
dengan cara tertutup dan terbuka. Inkubator
tertutup:
1.
Inkubator harus selalu
tertutup dan hanya dibuka dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila
membuka incubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu
disediakan.
2.
Tindakan perawatan dan
pengobatan diberikan melalui hidung.
3.
Bayi harus keadaan
telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi.
4.
Pengaturan panas
disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
5.
Pengaturan oksigen
selalu diobservasi.
6.
Inkubator harus
ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 derajat celcius.
Inkubator terbuka:
1.
Pemberian inkubator
dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi.
2.
Menggunakan lampu
pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan.
3.
Membungkus dengan
selimut hangat.
4.
Dinding keranjang
ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara.
5.
Kepala bayi harus
ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
6.
Pengaturan suhu
inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan ketentuan di bawah ini.
H. Definisi
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia
adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal,
2007).
Asfiksia
neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,
1999).
I. Penyebab
Asfiksia Neonatorum
Beberapa
kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor
ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.
Faktor ibu
a.
Preeklampsia
dan eklampsia
b.
Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.
Partus lama
atau partus macet
d.
Demam selama
persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.
Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.
Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a.
Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.
Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c.
Kelainan
bawaan (kongenital)
d.
Air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan.
J. Tanda
Gejala dan Diagnosa pada BBL dengan Asfiksia
1. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
a. Tidak bernafas atau bernafas
megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Penurunan kesadaran
2. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
/ hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapat perhatian yaitu :
a.
Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
b.
Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
c.
Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)
K. Penilaian
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang
sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi.
Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian
untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting,
yaitu, penafasan, denyut jantung, warna kulit. Nilai apgar tidak dipakai untuk
menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas
atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
L. Penanganan
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
1.
Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 2 helai kain / handuk. Bahan
ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi
kepala bayi.
a. Alat penghisap lendir de lee atau
bola karet.
b. Tabung dan sungkup atau balon dan
sungkup neonatal.
c. Kotak alat resusitasi.
d. Jam atau pencatat waktu.
2.
Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
b. Meletakkan
bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
c. Menghisap mulut,
hidung dan kadang trachea.
d. Bila perlu
masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
3. Memulai pernafasan
a. Memakai
rangsangan taksil untuk memulai pernafasan.
b. Memakai VTP bila
perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau mulut ke mulut
(hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
d. Rangsangan
dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara: Kompresi dada dan pengobatan.
4. Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah harus didahului dengan
persetujuan tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini
meliputi :
a.
Siapa ayah
atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk
menjelaskan tindakan pada bayi.
b.
Jelaskan
tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
c.
Jelaskan
bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
d.
Pastikan
ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
e.
Buat
persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.
5. Tahap I Langkah Awal
Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir,
5 langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan
teratur. Langkah tersebut meliputi :
Jaga bayi tetap hangat
a.
Letakkan
bayi diatas kain diatas perut ibu.
b.
Selimuti
bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
c.
Pindahkan
bayi diatas kain tempat resusitasi.
Atur posisi bayi
a.
Baringkan
bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
b.
Ganjal bahu
agar kepala bayi sedikit ekstensi.
c.
Isap lendir.
Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :
d.
Isap lender
mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.
e.
Lakukan
penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan.
f.
Jangan
lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam mulut, dan
jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut
jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
g.
Keringkan
dan rangsang bayi.
h.
Keringkan
bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan sedikit tekanan.
Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas.
i.
Lakukan
rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil telapak kaki atau
menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak tangan.
j.
Atur kembali
posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
k.
Ganti kain
yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
l.
Selimuti
bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada agar bisa
memantau pernafasan bayi.
m. Atur kembali
posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
n.
Lakukan
penilaian bayi
o.
Lakukan
penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-megap.
p.
Bila bayi
bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.
q.
Bila bayi
megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.
6. Tahap II Ventilasi
Ventilasi
adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara
kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi
bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :
a.
Pasang
sunkup
b.
Pasang dan
pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.
c.
Ventilasi 2
kali.
d.
Lakukan
tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal
tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi
terbuka.
e.
Lihat apakah
dada bayi mengembang.
Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak
mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa
posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau
lender dimulut bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan
pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
f.
Ventilasi 20
kali dalam 30 detik.
g.
Lakukan
tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan
20cm air.
h.
Pastikan
dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian
ulang nafas.
i.
Jika bayi
mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca
resusitasi.
j.
Jika bayi
megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
k.
Ventilasi,
setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
l.
Lanjutkan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
m. Hentikan
ventilasi setiap 30 detik.
n.
Lakukan
penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.
o.
Jika bayi
sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan
pasca resusitasi.
p.
Jika bayi
megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik
kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.Siapkan rujukan jika
bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
q.
Mintalah
keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
r.
Teruskan
resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
s.
Lakukan
ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
t.
Bila
dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi selama 10
menit.
u.
Hentikan
resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan
berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
v.
Bayi yang
mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang
permanen.
7.
Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif :
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan
terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap
persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin
tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus
melakukannya dengan efektif dan efesien.
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam
resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan
dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar
kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan
alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai.
M. Definisi Hipotermia
Hipotermia
yaitu suhu bayi di bawah normal sehingga menyebabkan bayi kedinginan. Suhu
normal pada bayi baru lahir berkisar 36,5°C-37,2°C. Gejala awal hipotermi
adalah suhu<36°C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Hipotermi pada
bayi dapat berakhir dengan kematian. Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu
tubuh dibawah normal (kurang dari 36,50 C). Hipotermi merupakan
salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan
berat badan kurang dari 2,5 Kg. Mekanisme hilangnya panas pada Bayi baru lahir yaitu
:
1. Evaporasi
yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat penguapan,contoh:air ketuban yang tidak
segera dikeringkan.
2. Konduksi
yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat kontak langsung dengan benda
dingin,contoh:bayi yang ditimbang tanpa alas.
3. Radiasi
yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat memancarnya panas dari tubuh bayi
kelingkungan yang lebih dingin.contoh: bayi tidur dekat AC.
4. Konveksi
yaitu hilangnya panas dari tubuh akibat udara sekitar yang sedang
bergerak,contoh:bayi ditidurkan dekat dengan jendela.
Hipotermi dibedakan atas :
1. Stres dingin (36 -36,5° C)
2. Hipotermi sedang
(32-36°C) ,tanda-tanda hipotermia sedang
(stress dingin) adalah :
a. Kaki teraba dingin
b. Kemampuan menghisap lemah
c. Aktifitas berkurang (letargi)
d. Tangisan lemah
e. Kulit berwarna tidak rata ( cutis
marmorata )
f. Jika
hipotermia berlanjut akan timbul cedera dingin cold injury
g. Suhu
aksila 32 – 36 °C
3. Hipotermi
berat(<32°C) Tanda – tanda hipotermia berat ( cedera dingin). Memiliki
tanda-tanda seperti berikut :
a. Sama
dengan hipotermia sedang
b. Bibir dan
kuku kebiruan
c. Pernafasan
lambat
d. Pernafasan
tidak teratur
e. Bunyi
jantung lambat
f. Suhu
aksila < 32 derajat celcius
g. Selanjutnya
mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolic
4. Resiko
terjadinya hipotermia dapat terjadi bila :
a. Perawatan yang kurang tepat
setelah bayi lahir
b. Bayi dipisahkan dari ibunya
segera setelah lahir
c. Berat lahir bayi yang kurang dan
kehamilan prematur
d. Tempat melahirkan yang dingin
e. Umur bayi belum cukup saat
dipindahkan / dikirim untuk rujukan
f. Suhu badan tidak terjaga selama
perjalanan Rujukan
g. Asfiksia,hipoksia atau
penyakit-penyakit pada bayi
N. Penyebab
Hipotermi
Berikut penyebab terjadinya penurunan suhu
tubuh pada bayi :
1. Ketika
bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan,
tidak segera diberi pakaian, tutup kepala, dan dibungkus, diletakkan
pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari
ibunya, tidak segera disusui ibunya.
2. Bayi
berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg atau
bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otot
lembek, kulit kerput.
3. Bayi
lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat.
4. Hipoglikemia
O.
Penanganan Hipotermi pada BBL
Mengatasi
bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
1. Bayi yang
mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal.Tindakan yang harus
dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu.
2. Melaksanakan
metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan tutup kepala
diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak
kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.
3. Bayi baru
lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau dihangatkan diatas tungku.
4. Biasanya
bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit –
sedikit sesering mungkin . Bila bayi tidak menghisap, beri infuse glukosa /
dektrose 10% sebanyak 60 – 80 ml /kg per hari.
5. Meminta
pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.
6. Dirujuk
ke rumah sakit.
Pencegahan Hipotermi, melakukan tujuh
rantai hangat, yaitu :
1. Menyiapkan tempat melahirkan yang
hangat, kering, bersih, penerangan cukup.
2. Memberi ASI sedini mungkin.
3. Mempertahankan kehangatan pada
bayi.
4. Memberi perawatan bayi baru lahir
yang memadai.
5. Melatih semua orang yang terlibat
dalam pertolongan persalinan / perawatan bayi baru lahir.
Menunda memandikan bayi baru lahir :
1. Pada bayi normal tunda
memandikannya sampai 6 jam.
2. Pada bayi berat badan lahir
rendah tunda memandikannya lebih lama lagi
Komplikasi
hipotermi yaitu: Hipoglikemia,asidosis metabolic,karena vasokontriksi perifer
dengan metabolism anaerob,kebutuhan oksigen yang meningkat,metabolism
meningakat sehingga pertumbuhan terganggu,gangguan pembekuan sehingga
mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi
berat,syok,apnea,perdarahan intra ventricular. Untuk bayi diatas 1 tahun dapat
dideteksi secara kasat mata dan ada juga yang harus dideteksi dengan perabaan:
dapat dideteksi dengan kasat mata : kondisi bayi tidak jauh dari bayi neonatus
yang kedinginan.Cirinya:cenderung diam saja,kulit anak terlihat
belang-belang,bercak-bercak putih tetapi kulit kemerahan,bibir dan ujung jari
membiru. Dapat dideteksi dengan perabaan : Tangan dan telapak tangannya teraba
dingin,begitu juga dengan telapak kakinya,tubuhnya lebih dingin dari tubuh
kita. Untuk memastikan hasilnya dapat dideteksi dengan menggunakan thermometer.
Atasi kedinginan ini dengan member selimut,suhu ruangan yang hangat,memberi
lampu 60 watt diatas tempat tidurnya.
P. Definisi Ikterus
Ikterus neonatal adalah kondisi
munculnya warna kuning dikulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya
bilirubin atau ( pigmen empedu ) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah ( hiperbilirubinemia ). Keadaan kuning
pada lahir ini adalah istilah umum sering disebut jaundice.
Q.
Klasifikasi
1.
Ikterus fisiologik
Ikterus
pada neonates tidak selamanya merupakan ikterus patologik. Ikterus fisiologik
ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan suatumorbiditas pada
bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat –
lambatnya 10 hari pertama.
Ikterus
dikatakan fisiologik bila :
a.
Timbul pada hari kedua dan ketiga.
b.
Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x
24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonates cukup bulan dan 10 mg % pada
neonates kurang bulan.
c.
Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari.
d.
Kadar bilirubin direk tidak melebihi
1 mg %
e.
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f.
Tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologik
2.
Ikterus Patologik
Adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinya mencapai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Memperhatikan hal yang tersebut diatas
jelaslah bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologik atau patologik pada saat
pasien itu saat di pulangkan. Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan
berkembangnya menjadi ikterus yang patologik.
R. Tanda dan Gejala
Gejala
utamanya adalah kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat
pula disertai dengan gejala – gejala :
1. Dehidrasi
2. Pucat
3. Trauma lahir
4. Metorik atau penumpukan darah
5. Letargik
6. Gejala sepsis lainya
7. Ptekiae atau bintik merah dikulit
8. Mekrosefali atau ukuran kepala lebih
kecil dari normal
9. Pembesaran hati dan limfa dan
peradangan umbilicus
S. Penyebab
Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi
lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain :
1. Proses pemecahan sel darah merah (
eritrosit ) yang berlebihan
2. Gangguan proses transportasi pigmen
empedu ata ( bilirubin )
3. Gangguan proses penggabungan (
konjungsi ) pigmen empedu ( bilirubin ) dengan protein
4. Gangguan proses pengeluaran pigmen
empedu ( bilirubin ) bersama air
Etiologi
Secara
garis besar etiologi dapat dibagi sebagai berikut :
1.
Produksi yang berlebihan, lebih
daripada kemampuaan bayi untuk mengeluarkanya misalnya pada : hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas, pyruvate kinase, perdarahan tertutup, dan
sepsis.
2.
Gangguan dalam proses uptake dan
konjungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjungsi bilirubi, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronial transferase.
3.
Gangguan dalam ekskresi
Gangguan
ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan ini
diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
T. Jenis Ikterus Neonatal
1.
Ikterus Hemolitik
Berat
pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum. Penyakit hemolitik biasanya
disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a.
Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit
ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit terutama terdapat di Negara
barat karena 15 % penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negative. Bayi Rh
positif dari ibu Rh negative tidak selamanya menunjukan gejala – gejala klinik
pada waktu lahir ( 15 – 20 % ). Gejala klinik yang dapat dilihat ialah ikerus
yang timbul di hari pertama.
b.
Inkompatibilitas ABO
Penderita
ikterus akibat hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah ABO lebih
sering ditemukan di indonesi daripada inkompatibilitas Rh. Ikterus dapat
terjadi pada hari pertama dan kedua dan sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak
tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar. Ikterus dapat
menghilang beberapa hari.
c.
Ikterus hemolitik karena
inkompatibilitas golongan darah lain selain inkompatibilitas darah golongan Rh
dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah
golongan Kell, Duffy, M.N dan lain – lain.
d.
Penyakit hemolisis karena kelainan
eritrosit congenital
Dapat
menimbulkan gambaran klinik yang mempunyai eritroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi.
Pada penyakit ini coombs test biasanya negative.
e.
Hemolisis karena defiensi enzim
glukosa-6-phospate dehidrogenase ( G-6-PD deficiency )
2.
Ikterus Obstruktiva
Obstruktiva
dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar. Akibat
obstruksi ini terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung.
3.
Ikterus yang disebabkan oleh hal
lain
Kadang
– kadang ikterus neonatorum tidak dapat diterangkan dengan proses hemolisis atau
proses obstruksi. Beberapa keadaan dapat pula menyebabkan ikterus neonatorum.
a.
Pengaruh hormone atau obat
b.
Hipoalbuminemia
c.
Adanya zat kimia
d.
Sindroma Criger-Najjar
e.
Ikterus karena Late Feeding
f.
Asidosis metabolic
g.
Pemakaian Vit. K
h.
Ikterus yang berhubungan dengan
hipotireoidismus
4.
Kens-ikterus
Merupakan
suatu hal yang sangat ditakuti sebagai komplikasi hiperbilirubinemia. Diagnosis
ini dapat dibuat kalau kita waspada terhadap kemungkinan terjadinya. Gejala
klinik biasanya berupa ikterus yang berat, latergia, tidak mau minum, muntah –
muntah, sianosis, opistotonus dan kejang.
U. Penatalaksanaan
Pada
bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena prose salami atau ( fisiologis )
tidak berbahaya dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan
hilang dengan sendirinya. Prinsip pengobatan
kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkanya penyebabnya.
1.
Terapi sinar
2.
Terapi transfusi
3.
Terapi obat – obatan
4.
Menyusui bayi dengan ASI
5.
Terapi sinar matahari
V. Definisi Perdarahan Tali Pusat
Perdarahan tali pusat adalah
perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari
pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukan
trombus normal. Selain itu, perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagai
petunjuk adanya penyakit pada bayi.
W. Etiologi
Perdarahan tali pusat dapat
terjadi karena robekan umbilkus, robekan pembuluh darah, setelah plcenta
previa, dan abrupsio placenta.
1. Robekan umbilikus normal, yang biasanya
terjadi karna :
a. Partus presipitatus
b. Adanya trauma ataulilitan tali pusat
c. Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan
terjadinya tarikan yang berlebihan pada saat persalianan.
d. Kelalaian penolong persalinan yang dapat
menyebabkan tersayatnya dinding umbilikus atau plasenta sewaktu SC.
2. Robekan umbilikus normal, biasanya terjhadi
karna :
a. Adanya hematoma pada umbilikus yang
kemudian hematoma tersebut pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali
ke dalam plasenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi karna dapat
menimbulkan kematian pada bayi.
b. Varises juga dapat menyebabkan
perdarahan ketika varises tersebut pecah.
c. Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus,
yaitu terjadi pelebaran pembuluh darah setempat saja karna salah dalam proses
perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada aneurisma,
pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan mudah pecah.
3. Robekan pembuluh darah abnormal
Pada kasus robekan pembuluh darah
umbilikus tanpa adanya trauma, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya kelainan
anatomi pembuluh darah seperti berikut ini :
a. Pembuluh darah abdomen yang mudah pecah
karena dindingnya tipis dan tidak ada perlindungan jely wharton.
b. Insersi velamentosa tali pusat, yaitu
pecanya pembuluh darah pada percabangan tali pusat sampai ke membran tempat
masuknya plasenta. Umbilikus dengan kelainan insersi ini sering terdapat pada
kehamilan ganda.
c. Plasenta multilobularis, perdarahan
terjadi pada pembuluh darah yang menghubungkan masing – masing lobus dengan
jaringan plasenta karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah peceah.
4. Perdarahan akibat plasenta previa dan
aprupsio plasenta
Perdarahan akibat placenta previa
dan abrupsio plasenta dapat membahayakan bayi. Plasenta previa cendrung
menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrupsio plasenta lebih sering
mengakibatkan kematian intrauterin karena dapat terjadi anoreksia. Lakukan
pengamatan plasenta dengan teliti untuk menentukan adanya perdarahan pada bayi
baru lahir dan lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala pada bayi barui
lahir dengan kelainan placenta atau dengan SC.
X. Gejala Perdarahan Tali Pusat
1. Ikatan tali pusat lepas atau klem pada tali pusat lepas tapi masih menempel
pada tali pusat.
2. Kulit di sekitar tali pusat memerah dan lecet.
3. Ada cairan yang keluar dari tali pusat. Cairan tersebut bisa berwarna
kuning, hijau, atau darah.
4. Timbul sisik di sekitar atau pada tali pusat.
Y. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan
yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral
(warfarin), obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin),
obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin), sintesis vitamin K yang kurang
oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan),
gangguan fungsi hati (kolestasis), kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi
pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K
yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki
kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan
vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.
A. Penatalaksanaan
Perdarahan Tali Pusat
1. Penanganan disesuaikan
dengan penyebab dari perdarahan tali pusat yang terjadi.
2. Untuk penanganan awal,
harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi pada tali pusat.
3. Jaga agar tali pusat tetap
kering setiap saat. Kenakan popok di bawah tali pusat.
4. Biarkan tali pusat
terbuka, tidak tertutup pakaian bayi sesering mungkin.
5. Bersihkan area di
sekitar tali pusat. Lakukan setiap kali Anda mengganti popok. Gunakan kapas
atau cotton bud dan cairan alkohol 70% yang dapat dibeli di apotek.
6. Angkat tali pusat dan
bersihkan tepat pada area bertemunya pangkal tali pusat dan tubuh. Tidak perlu
takut hal ini akan menyakiti bayi Anda. Alkohol yang digunakan tidak menyengat.
Bayi akan menangis karena alkohol terasa dingin. Membersihkan tali pusat dengan
alkohol dapat membantu mencegah terjadinya infeksi. Hal ini juga akan
mempercepat pengeringan dan pelepasan tali pusat.
7. Jangan basahi tali
pusat sampai tidak terjadi pendarahan lagi. Tali pusat akan terlepas, dimana
seharusnya tali pusat aka terlepas dalam waktu 1-2 minggu. Tapi, yang perlu
diingat adalah jangan menarik tali pusat, walaupun sudah terlepas setengah
bagian.
8. Hindari penggunaan
bedak atau losion di sekitar atau pada tali pusat.
9. Segera lakukan inform
consent dan inform choise pada keluarga pasien untuk dilakukan rujukan. Hal ini
dilakukan bila terjadi gejala.
10.
Tali pusat belum terlepas
dalam waktu 3 minggu.
11.
Klem pada pangkal tali
pusat terlepas.
12.
Timbul garis merah pada
kulit di sekitar tali pusat.
13.
Bayi menderita demam.
14.
Adanya pembengkakan
atau kemerah-merahan di sekitar tali pusat.
15.
Timbul bau yang tidak
enak di sekitar tali pusat.
16.
Timbulnya bintil-bintil
atau kulit melepuh di sekitar tali pusat.
17.
Terjadi pendarahan yang
berlebihan pada tali pusat. Pendarahan melebihi ukuran luasan uang logam.
18.
Pendarahan pada tali
pusat tidak berhenti walaupun sudah di tekan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi baru lahir
atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini
sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar
kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang
disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang
baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.
Neonatus risiko
tinggi kematian seperti: BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, dan
perdarahan tali pusat. Untuk mencegah risio tinggi tersebut perlu adanya
penatalaksanaan yang baik dan benar serta ditangani dengan
cepat dan perawatan yang intensif.
B. Saran
Mahasiswa
harus lebih banyak belajar tentang neonatus resiko tinggi dan
penatalaksanaannya seperti: BBLR, asfiksia neonatorium, hipotermia, ikterus, dan
perdarahan tali pusat untuk menjadi bekal praktik dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Pusdiknakes, 2003. Asuhan Bayi Baru
Lahir. Depkes RI. Jakarta: JHIPIEGO.