Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

ATRESIA ESOFAGUS



BAB I
 PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKAN
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86%  kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula. Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai dengan jumlah saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan atresia semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih bisa  dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%. Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Masalah pada atresia esophagus adalah ketidak mampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
Atresia rekti dan anus  merupakan kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Jelaskan definisi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
2.      Jelaskan patofisiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
3.      Jelaskan etiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
4.      Jelaskan klasifikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
5.      Jelaskan diagnosis Atresia esophagus ?
6.      Jelaskan factor predisposisi Atresia rekti / anus ?
7.      Jelaskan komplikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
8.      Jelaskan klafisikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
9.      Jelaskan manifestasi klinis Atresia rekti / anus ?
10.  Jelaskan penatalaksanaan Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?

   
BAB II
 PEMBAHASAN

A.    ATRESIA ESOFAGUS
1.      DEFINISI
Athresia esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan, sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus. Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2.      PATOFISIOLOGI
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan setelah manipulasi atau ketika terjadi refluks gastroesofagus yang dapat menjurus ke kegagalan nafas hipoksia bahkan apnea.

3.      ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan atresia esofagus hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi dan  dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetic. Perdeatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut dan hanya sedikit yang diketahui.

4.      KLASIFIKASI
Atresia esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh. Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan esofagus terisolasi tanpa fistula
Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
Fistula trakheoesofagus tanpa atresia. Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
Atresia esofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal. Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal. Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.
Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
a.       Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
b.      Sianosis
c.       Batuk dan sesak napas
d.      Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
e.       Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
f.       Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
g.      Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

5.      DIAGNOSIS
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia esofagus. Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia esofagus tidak mampu untuk melkukan proses menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum, sementara gas pada perut dan usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a.       Memasukkan selang nasogastrik
b.      Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.

B.     KOMPLIKASI
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a.       Asidosis hiperkioremia
b.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c.       Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d.      Eversi mukosa anal
e.       Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
f.       Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
g.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
h.      Prolaps mukosa anorektal. 10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
i.        Komplikasi jangka panjang



C.     PENATALAKSANAAN
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi.
Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Pendekatan Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :
1.      Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
2.      Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
3.      Analgetik  diberi jika dibutuhkan
4.      Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
5.      Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
6.      Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
7.      Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
8.      Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esophagus
D.    ATRESIA REKTI / ANUS
1.      DEFINISI
Atresia rekti adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Atresia rekti atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna dan Atresia rekti Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.      ETIOLOGI
Atresia rekti dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
b.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
c.       Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

3.      PATOFISIOLOGI
Atresia rekti atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a.       Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c.       Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia rekti karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
Atresia rekti adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak :

a.      Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
b.      Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
c.       Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

4.      MANIFESTASI KLINIS
a.       Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c.       Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
e.       Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f.       Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal
g.      Perut kembung
5.      FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
a.          Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe)
b.         Kelainan sistem pencernaan
c.          Kelainan sistem pekemihan dan Kelainan tulang belakang

6.      KOMPLIKASI
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia rekti antara lain :
a.          Asidosis hiperkioremia
b.         Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c.          Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d.         Eversi mukosa anal
e.          Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
f.          Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
g.         Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
h.         Prolaps mukosa anorektal, 10 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi )
i.           Komplikasi jangka panjang

7.      KLASIFIKASI
Klasifikasi Klasifikasi atresia rekti antara lain :
a.       Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar
b.      Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus
c.       Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus
d.      Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

8.      PENATALAKSANAAN
Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
Pengobatan antara lain :
a.       Aksisi membran anal ( membuat anus buatan )
b.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)


Pemeriksaan Penunjang antara lain :
·         Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini
·         Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel meonium.
·         Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
·         Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
·         Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi


Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :

·         Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
·         Dibuat foto anterpisterior ( AP ) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Atresia esophagus
Merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esophagus. Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal).
Klasifikasi atresia esofagus
a.       Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal
b.      Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal
c.       Fistula trakheo esofagus tanpa atresia
d.      Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula
e.       Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal

Atresia rekti / anus
Atresia rekti dan anus merupakan kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

B.     SARAN
Terutama untuk para mahasiswa keperawatan dan kebidanan STIkes Surabaya agar dapat bermanfaat dan lebih meningkatkan mutu dalam pelayanan keperawatan dan kebidanan untuk pada kelainan neonatus dan pentalaksanaanya.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.
            F:\Bhn Atresia Esophagus\Atresia_Esofagus.html

PERTUMBUHAN BAYI DAN BALITA



BAB I
PENDAHULUAN
 1.1.  Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses dan peristiwa yang setiap manusia atau individu pernah mengalaminya, bahkan peristiwa itu juga dialami oleh semua mahluk hidup, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pada manusia, terutama pada masa kanak-kanak, proses pertumbuhan dan perkembangan ini terjadi sangat cepat, perubahan yang terjadi pada diri seseorang tidak hanya meliputi apa yang tampak mata seperti perubahan tubuh (fisik) dengan bertambahnya berat badan dan tinggi badan, tetapi juga perubahan dalam segi yang lain, seperti berfikir, berbahasa, berperilaku, dan lain-lain.
Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap ke tahap berikutnya, yang secara keseluruhan dimulai sejak terjadinya konsepsi dalam kandungan ibu, yang secara berkelanjutan makin lama semakin dapat diamati secara jelas setelah anak lahir ke dunia (Moersintowarti, 1991, 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan menjadi modal bagi kelangsungan anak sebagai generasi penerus yang baik. Sebaliknya ia juga dapat sebagai penghambat kelangsungan generasi penerus bahkan juga dapat sebagai sumber kesusahan dan malapetaka individu, keluarga dan masyarakat (Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah, 2005; Gerald B. Merenstein, David W.Kaplan, Adam A. Rosenberg,Alih Bahasa Hunardja, 2002).

 BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pertumbuhan,Bayi Dan Balita
1)      Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi BB, TB, LK, LD dan lain- lain, atau bertambahnya ukuran sel –sel pada semua sistem tubuh ( Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita 2010 hal 48 ).
2)      Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif yang dapat diukur, sepertiga tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala ( Asuhan Neonatus Bayi dan Balita 2011hal 65 ).
3)       Pertumbuhan adalah peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat membelah diri dan mensintesis protein baru menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau sebagaian sel ( Buku Ajar Keperawatan Pediatrik 2009 hal 109 ).
4)       Pertumbuhan adalah komponen pengawasan kesehatan anak yang sangat penting, karena hampir setiap masalah dalam bidang fisiologis, antar orang dan sosial dapat pengaruh buruk pada pertumbuhan (Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol 1 hal 78 ).

 Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.2
Batita dan Balita 
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010)
  
  B. Pertumbuhan Bayi Dan Balita
Tentu saja untuk memastikannya dengan jelas, konsultasikan kesehatan bayi Ibu dengan DSA yang terpercaya. Karena setiap sentimeter dan kilogram pada tubuh bayi sangat berpengaruh pada grafik bayi Ibu, jadi pengukuran harus dilakukan secara medis dan sangat teliti. Sangatlah sulit untuk mempercayai angka dan jumlah yang akurat jika Ibu sendiri yang melakukan pengukurannya. Pengukuran dasarnya dilakukan pada lima hal berikut:
1.      Berat Badan
Setelah melepaskan pakaian pada bayi, dokter atau perawat akan meletakkan bayi pada timbangan khusus untuk diukur beratnya. Pengukuran biasanya akan tercatat dalam satuan kilogram, dan Ibu dapat segera mengetahui berat badan yang akurat dari bayi.
            Umur 5 Bulan : 2 X Bb Saat Lahir
            Umur 1 Tahun : 3 X Bb Saat Lahir
            Umur 2 Tahun : 4 X Bb Saat Lahir
2.      Tinggi/Panjang Badan
Dalam posisi berbaring, dokter atau perawat akan mengukur bayi Ibu dari atas kepala hingga tumit. Beberapa rumah sakit menggunakan alat khusus dengan bagian kepala dan kaki dari ranjang pengukur untuk mendapatkan hasil yang akurat.
            Saat Lahir 50 Cm
            1 Tahun           : 1,5 X Tb Saat Lahir
            4 Tahun           : 2    X Tb Saat Lahir
            6 Tahun           : 1,5 X Tb 1 Tahun
            13 Tahun         : 3    X Tb Saat Lahir
            Dewasa           : 3, 5 X Tb Saat Lahir (2 X Tb 2 Tahun)
                       
3.      Lingkar Kepala
Untuk mengukur lingkar kepala bayi Ibu, dokter atau perawat akan melingkarkan alat pengukur khusus yang fleksibel tepat di atas alis dan telinga. Pentingnya mengukur lingkar kepala bayi adalah untuk mengetahui apakah ukuran tengkorak dan otak bayi sudah sesuai dan pertumbuhannya dalam batas wajar. Melalui pengukuran lingkar kepala, dokter anak dapat langsung mendeteksi bila ada penyakit atau ketidakwajaran dalam pertumbuhan bayi.
      Saat Lahir  : 34 Cm
      6 Bulan      : 44 Cm
      1 Tahun     : 47 Cm
      2 Tahun     : 49 Cm
      Dewasa     : 54 Cm
4. Gigi
Untuk pertumbuhan gigi pada janin diperlukan makanan yang mengandung vitamin dan mineral, antara lain : Vitamin D, kalsium dan sumber mineral lainnya.
a. pertumbuhan Gigi pada periode Bayi
pertumbuhan gigi bayi, gigi pertama tumbuh pada umur 5-9 bulan, yang mula-mula keluar yaitu gigi tengah atau bawah.
Pada umur 1 tahun, bagian besar bayi/anak menyusui 6-8 gigi susu.


B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Pada dasarnya pertumbuhan manusia itu berbeda satu dengan yang lainnya karena mereka memiliki perbedaan genetic dan asupan dari masing-masing manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa faktor dari pertumbuhan manusia itu sendiri merupakan hal penting dalam perkembangan manusia . Faktor-faktornya adalah :
1. Faktor Genetik (Keturunan)
Faktor ini merupakan factor utama yang dimiliki oleh seorang manusia dalam awal pertumbuhannya. Faktor ini sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhannya dari bayi sampai dewasa. Biasanya factor genetic ini susah untuk diubah, karena sudah terbentuk dan melekat pada si manusia sejak mereka lahir. Dan sekalipun bisa diubah itu memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengubahnya. Contoh factor-faktor genetic manusia ; postur tubuh, warna rambut, warna kulit, sifat, tempramen dan lain-lain.

2. Faktor Asupan
Faktor ini juga mempengaruhi dalam proses pertumbuhan manusia. Dengan pemberian asupan seperti makanan,vitamin,buah-buahah,sayuran,dll secara teratur dalam proses pertumbuhannya maka akan terbentuklah manusia yang sehat, baik sehat fisik dan sehat psikis. Asupan juga berpengaruh dengan cara berfikir, pertumbuhan badan, dan lain-lain.

3. Faktor Lingkungan
Setelah kedua factor diatas telah dilewati segeralah anda mengetahui factor yang satu ini, factor lingkungan merupakan cara pembelajaran para manusia dalam pembangunan karakter secara alamiah dengan kata lain proses belajarnya secara otomatis. Maka dengan itu lingkungan berpengaruh dalam pembangunan sifat dan karakter mereka. Apabila factor gen dan asupan mereka telah terpenuhi dengan baik tetapi ia bergaul dan hidup dilingkungan yang salah (tidak baik) maka akan menghasilkan manusia yang tidak baik pula.

C.  Komposisi Kebutuhan Gizi


Agar setiap hari gizi anak balita dapat terpenuhi melalui makanan untuk kebutuhan perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan fisiknya secara optimal, maka pada prinsipnya komposisi makanan harus terdiri dari 55-67 persen karbohidrat, 20-30 persen lemak, dan 13-15 persen protein.

Sumber zat pembangun diperoleh dari 4-5 porsi lauk-pauk ditambah sumber zat pengatur berupa vitamin dan mineral yang terdiri dari 2-3 porsi sayur dan buah. Komposisi gizi balita melalui makanan tersebut akan disempurnakan dengan kehadiran susu sebagai sumber zat tenaga yang juga mengandung berbagai komponen gizi balita yang penting, seperti DHA, AA, Sialic Acid, Sphingomyelin, protein, vitamin, dan mineral.

Kandungan gizi balita yang terdiri dari:
a)         DHA dan AA merupakan asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda sebagai komponen utama pembentuk otak dan retina mata. DHA dan AA juga berperan penting dalam mengoptimalkan fungsi membran sel otak, retina mata, serta proses metabolisme sel-sel syaraf dalam otak.
b)         Sialic acid (SA), bagian dari ganglion otak, berdasarkan penelitian memiliki peran penting dalam proses pembelajaran dan pembentukan daya ingat anak.
c)         Sphingomyelin adalah suatu kandungan lemak di dalam otak, berperan sebagai kerangka penyusun membran sel serta banyak fungsi lainnya. Sphingomyelin berperan juga dalam pembentukan lapisan pelindung myelin, dimana myelin berfungsi untuk mempercepat rangsangan dari sel syaraf yang satu ke sel syaraf lainnya guna mengoptimalkan kemampuan otak dalam mengirim pesan.

D. Manifestasi Gangguan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan adalah suatu pertumbuhan yang terganggu. Artinya suatu pertumbuhan bayi dan anak yang apabila dibandingkan dengan pertumbuhan bayi dan anak pada umumnya menunjukkan adanya penyimpangan/kelainan. Misalnya berat badan bayi yang lebih ringan atau lebih berat dibanding berat badan bayi lain sebayanya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan adalah faktor genetik, hormonal dan lingkungan, terutama nutrisi (Djauhar Ismail, 1993).
Menurut Moersintowarti B. Narendra (1993) manifestasi gangguan pertumbuhan dapat dalam bentuk berikut:
a)      Terjadinya retardasi pertumbuhan konstitusional, misalnya pada kelainan osteopati herediter (kelainan tulang bawaan), chondrodystrofi (kelainan jaringan tulang rawan), jenis dwarfisme intra uterin (cebol dalam rahim), dsb.
b)      Retardasi pertumbuhan hormonal (endokrin) yang sifatnya:
·         Dikendalikan secara hormonal oleh hormon pertumbuhan, somatomedin yang dibentuk di hati, tiroid dan lainnya yang berpengaruh pada pertumbuhan.
·         Mempunyai dampak klinis: dwarfisme/kretin karena defect hormon pertumbuhan, hipotiroidisme, hormon sex yang abnormal, akibat defisiensi iodium, dsb.
c) Retardasi pertumbuhan akibat deprivasi maternal.
d) Retardasi pertumbuhan karena metabolisme, misalnya penyakit saluran cerna yang kronis, gangguan kardiovaskuler, anemia, kelainan ginjal, dsb.

E.  Gangguan Pertumbuhan  

Gangguan tumbuh kembang  anak yang perlu kita ketahui. Perkembangan dan tumbuh kembang anak perlu kita pantau secara terus menerus. Dengan memperhatikan tumbuh kembangnya kita berharap dapat mengetahuinya secara dini kelainan pada anak kita sehingga langkah-langkah antisipatif lebih cepat kita ambil. Anak yang cedas adalah harapan setiap orang tua. Orang tua selalu berharap agar anaknya dapat tumbuh sehat. Berikut 7 gangguan tumbuh kembang anak yang perlu kita ketahui :
1.      Gangguan bicara dan bahasa. Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.  Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan berbicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap.
2.      Cerebral palsy. Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
3.      Sindrom Down. Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenal dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang menjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang lebih. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
4.      Perawakan pendek. Penyababnya dapat karena variasi normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin.
5.      Gangguan autisme. Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6.      Retardasi mental. Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah ( IQ<70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
F. Cara Intervensi Gangguan Pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan ada yang dapat dikejar kembali sehingga anak yang bersangkutan dapat menjadi normal kembali pertumbuhannya. Di samping itu ada juga gangguan pertumbuhan yang telah tidak dapat dikejar ketertinggalannya.
Apabila gangguan pertumbuhan telah terjadi, menurut Nelson (1988), Depkes (2000) dan Bambang Hartono (1993) maka intervensinya adalah:
·         Intervensi medik spesifik, yaitu intervensi medik yang disesuaikan dengan kekhususan permasalahan medik yang terjadi.
·         Pemberian susunan makanan khusus, yang disesuaikan dengan masalah gangguan pertumbuhan, umur dan jenis kelamin.
·         Pengobatan megavitamin, dengan suplai vitamin yang disesuaikan dengan masalah gangguan pertumbuhan.
·         Suplai zat gizi mikro seperti suplementasi yodium untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai janin sampai dewasa.
·         Intervensi terapi bicara dan bahasa, terapi akupasi, terapi fisik (physio therapy), terapi sosial psikologik serta terapi lain sesuai dengan kebutuhan.

 BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

             Pada hakekatnya pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal merupakan dambaan bagi siapa saja, baik bagi orangtua maupun bangsa/negara. Bagi keluarga, anak yang dapat tumbuh dan berkembang secara normal dan sehat bermakna adanya harapan baru bagi sebuah generasi penerus yang diharapkan berhasil dan sukses mewujudkan cita-cita orangtua. Sedangkan bagi bangsa dan negara dengan adanya anak yang dapat tumbuh dan berkembang secara sehat menandai adanya sumberdaya manusia di masa depan yang mampu membangun dan mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera dan bermartabat.

 
 DAFTAR PUSTAKA
Abdul Salim. 2000. Prevalensi Anak Balita Yang Mengalami Gangguan Perkembangan di Kecamatan Gandusari Blitar. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 10. No. 1 Juni 2000.
Abdul Salim. 2001. Kemampuan Guru SD di Daerah Endemik Gondok dalam Pembelajaran Remediasi anak Kretin dan GAKI. Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi Tahun 11. No. 1 Juni 2001.
Anonim. 2003. Makanan Ideal Untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Infant Food And Dietetic Products Departement PT. Food Specialities Indonesia (Nestle).