ATRESIA ESOFAGUS
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKAN
Atresia esofagus
merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus
bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi
bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esofagus
meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas
esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus
terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula.
Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia,
terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia esofagus tidak mampu
untuk menelan saliva dan ditandai dengan jumlah saliva yang sangat banyak dan
membutuhkan suction berulangkali.
Kemungkinan atresia
semakin meningkat dengan ditemukannya polihidramnion. Selang nasogastrik masih
bisa dilewatkan pada saat kelahiran semua bayi baru lahir dengan ibu
polihidramnion sebagaimana juga bayi dengan mukus berlebihan, segara setelah
kelahiran untuk membuktikan atau menyangkal diagnosa. Pada atresia esofagus
selang tersebut tidak akan lewat lebih dari 10 cm dari mulut
Angka keselamatan
berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung,
angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah
satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%. Atresia esophagus
merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata
sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup. Masalah pada
atresia esophagus adalah ketidak mampuan untuk menelan, makan secara normal,
bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
Atresia rekti dan
anus merupakan kelainan gangguan pada
neonatus. Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Jelaskan definisi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
2.
Jelaskan patofisiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
3.
Jelaskan etiologi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
4.
Jelaskan klasifikasi Atresia
esofagus dan Atresia rekti / anus ?
5.
Jelaskan diagnosis Atresia
esophagus ?
6.
Jelaskan factor predisposisi Atresia rekti / anus ?
7.
Jelaskan komplikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
8.
Jelaskan klafisikasi Atresia esofagus dan Atresia rekti / anus ?
9.
Jelaskan manifestasi klinis Atresia rekti / anus ?
10.
Jelaskan penatalaksanaan Atresia
esofagus dan Atresia rekti / anus ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ATRESIA ESOFAGUS
1.
DEFINISI
Athresia esophagus adalah perkembangan
embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong atau
lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan, sekresi dari
faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus
adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus.
Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada
kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina
(disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus
ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering
disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan
gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital
terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten
dengan trachea.
2.
PATOFISIOLOGI
Janin dengan atresia esofagus tidak
dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus
dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian
menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak
dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat
terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal,
paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke
bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat
menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga
dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran
trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini
menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat
terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan
dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial
ketika makan setelah manipulasi atau ketika terjadi refluks gastroesofagus yang
dapat menjurus ke kegagalan nafas hipoksia bahkan apnea.
3.
ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui zat
teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan atresia esofagus hanya
dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang
terkena. Atresia esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi dan dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang
terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi
berhubungan dengan kelainan genetic. Perdeatan tentang proses embriopatologi
masih terus berlanjut dan hanya sedikit yang diketahui.
4.
KLASIFIKASI
Atresia esofagus dengan
fistula trakheooesophageal distal merupakan gambaran yang paling sering pada
proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot
berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal. Esofagus
distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding
posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus
proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari
bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh. Esofagus distal dan proksimal
benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan esofagus terisolasi tanpa
fistula
Segmen esofagus
proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi
mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis. Esofagus distal pendek dan
berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
Fistula trakheoesofagus
tanpa atresia. Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara
anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa
sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada
daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan
tiga fistula.
Atresia esofagus dengan
fistula trakeo esofagus proksimal. Gambaran kelainan yang jarang ditemukan
namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal
esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
Atresia esofagus dengan
fistula trakheo esofagus distal dan proksimal. Pada kebanyakan bayi, kelainan
ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan
fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang,
pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan
diperbaiki keseluruhan.
Gambaran
Klinis
Ada beberapa keadaan
yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
a.
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi
b.
Sianosis
c.
Batuk dan sesak napas
d.
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
e.
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung
dan usus
f.
Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
g.
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan
jantung, atresia rectum atau anus.
5.
DIAGNOSIS
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula
trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari
atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion,
dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah
diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia
esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada
masa prenatal dengan penemuan gelembung perut yang kecil atau tidak ada pada
USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG.
Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia esofagus. Metoda
yang tersedia untung meningkatkan angka diagnostik prenatal termasuk
pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu”
kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu
polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang dapat lewat
segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan
Atresia esofagus tidak mampu untuk melkukan proses menelan saliva dan ditandai
dengan saliva yang banyak dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu
sebelumnya makan untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat
melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia esofagus, kateter tidak bisa lewat
melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan
ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum, sementara gas pada perut dan
usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro
intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan berikut:
a.
Memasukkan selang nasogastrik
b.
Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung
serta usus.
B.
KOMPLIKASI
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a.
Asidosis hiperkioremia
b.
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c.
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d.
Eversi mukosa anal
e.
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
f.
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
g.
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
h.
Prolaps mukosa anorektal. 10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi)
i.
Komplikasi jangka panjang
C.
PENATALAKSANAAN
Atresia merupakan kasus gawat darurat.
Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi
lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan
dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali
penyerta.
Penatalaksanaan
Medis
Pengobatan
dilakukan dengan operasi.
Penatalaksanaan
Keperawatan
Sebelum
dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap
untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya
dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat.
Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi
hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Pendekatan Post Operasi
Segera
setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :
1.
Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
2.
Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
3.
Analgetik diberi jika dibutuhkan
4.
Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara
keseluruhan
5.
Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
6.
Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung
(gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah
bisa menelan makanan sendiri.
7.
Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
8.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada
terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan
esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk
monitor fungsi esophagus
D.
ATRESIA REKTI / ANUS
1.
DEFINISI
Atresia rekti adalah kelainan congenital
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Atresia rekti atau anus
imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna dan Atresia rekti Insiden
1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan
syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Dalam
asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang
anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila
tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan
kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan
dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu /3 bulan dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.
ETIOLOGI
Atresia
rekti dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
b.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
c.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan
3.
PATOFISIOLOGI
Atresia
rekti atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik
b.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
c.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia rekti karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga
bulan.
Atresia rekti adalah suatu kelainan
bawaan Terdapat tiga macam letak :
a.
Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital
b.
Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
c.
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke
vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke
traktus urinarius
4.
MANIFESTASI KLINIS
a.
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b.
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
c.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d.
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
e.
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
f.
Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal
g.
Perut kembung
5.
FAKTOR PREDISPOSISI
Atresia
ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
a.
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe)
b.
Kelainan sistem pencernaan
c.
Kelainan sistem pekemihan dan Kelainan tulang belakang
6.
KOMPLIKASI
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia rekti antara lain :
a.
Asidosis hiperkioremia
b.
Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c.
Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d.
Eversi mukosa anal
e.
Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
f.
Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
g.
Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
h.
Prolaps mukosa anorektal, 10 Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi )
i.
Komplikasi jangka panjang
7.
KLASIFIKASI
Klasifikasi
Klasifikasi atresia rekti antara lain :
a.
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar
b.
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus
c.
Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus
d.
Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
8.
PENATALAKSANAAN
Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal
melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup
kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
Pengobatan
antara lain :
a.
Aksisi membran anal ( membuat anus buatan )
b.
Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
Pemeriksaan Penunjang antara lain :
·
Pemeriksaan rectal digital dan visual
adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini
·
Jika ada fistula, urin dapat diperiksa
untuk memeriksa adanya sel-sel epitel meonium.
·
Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi
(teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung
rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong
rectal.
·
Ultrasound dapat digunakan untuk
menentukan letak rectal kantong.
·
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong
rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium
tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi
Pemeriksaan radiologis dapat
ditemukan seperti di bawah ini :
·
Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang
menandakan obstruksi di daerah tersebut.
Tidak ada bayangan
udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus
dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
·
Dibuat foto anterpisterior ( AP ) dan
lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda
bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan
dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Atresia
esophagus
Merupakan
kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian
proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama
fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan
abnormal antara esofagus dengan trakea. Atresia berarti buntu, atresia esofagus
adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esophagus.
Atresia esofagus adalah kelainan kongenital dari traktus digestivus yang sudah
dapat dideteksi pada sebelum kelahiran (prenatal).
Klasifikasi
atresia esofagus
a.
Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal
b.
Atresia erofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal
c.
Fistula trakheo esofagus tanpa atresia
d.
Atresia Esofagus terisolasi tanpa fistula
e.
Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal
Atresia rekti /
anus
Atresia
rekti dan anus merupakan kelainan gangguan pada neonatus. Atresia rekti dan
anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau
pemeriksaan perineum.
B.
SARAN
Terutama
untuk para mahasiswa keperawatan dan kebidanan STIkes Surabaya agar dapat
bermanfaat dan lebih meningkatkan mutu dalam pelayanan keperawatan dan
kebidanan untuk pada kelainan neonatus dan pentalaksanaanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah.
2005. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Sacharin,
Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.
Wong,
Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.
F:\Bhn Atresia
Esophagus\Atresia_Esofagus.html