Makalah Anemia Pada Kehamilan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Didunia
ini setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan
dan persalinan, dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau
lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan
persalinan. Di Indonesia 2 orang meninggal setiap jam karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Setiap menit 20 anak balita meninggal. Dengan kata lain
20.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal
setiap tahun. (university of Indonesia “make every mother and child count” 7
april 2005).
Tingginya angka kesakitan dan kehamilan pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah yang besar. Dilaporkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berkisar 334/100.000 kelahiran hidup. (panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal) di Sumbar AKI 116/100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB 9,96/1000 kelahiran hidup. Dan dipadang angka kematian ibu 13/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi 3,4/1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Sumbar).
Didalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 disebut kontek rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dengan misi menurunkan angka kematian maternal dan neonatal melalui pemantauan system kesehatan yang menjamin akses terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta menjamin kesehatan maternal dan neonatal sebagai prioritas program pembangunan nasional.
Tingginya angka kesakitan dan kehamilan pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah yang besar. Dilaporkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berkisar 334/100.000 kelahiran hidup. (panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal) di Sumbar AKI 116/100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB 9,96/1000 kelahiran hidup. Dan dipadang angka kematian ibu 13/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi 3,4/1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Sumbar).
Didalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 disebut kontek rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 dengan misi menurunkan angka kematian maternal dan neonatal melalui pemantauan system kesehatan yang menjamin akses terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta menjamin kesehatan maternal dan neonatal sebagai prioritas program pembangunan nasional.
Selain itu
intervensi dalam safe motherhood melakuakn pendekatan dengan mengganggap semua
kehamilan berisiko dan setiap ibu hamil agar mempunyai akses pertolongan
persalianan yang aman. Diperkirakan 15% kehamilan akan mengalami resiko tinggi
dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu maupun janinnya
bila tidak ditangani dengan memadai
Penyebab
kematian ibu yang terbanyak disebabkan oleh komplikasi obstetric. Komplikasi
obstetric ini tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Penyebab kematian ibu
dan perinatal umumnya desebabkan oleh sebab langsung seperti pendarahan,
eklampsi, infeksi dan sebab tidak langsung yaitu rendahnya tingkat pendidikan,
sosial ekonomi, terlambatnya mendapat pertolongan persalinan atau rujukan yang
dikenal dengan istilah 3T (Terlambat mengenal komplikasi, Terlambat membuat
keputusan, Terlambat merujuk) dan pertolongan persalinan oleh dukun yang kurang
memperhatikan sterilisasi dan aborsi illegal .
Seorang
bidan baru yang dikatakan profesional jika ia mamapu melakukan tugas kebidanan
sesuai standar dan hasil yang memuaskan. Ia terlatih memberikan perawatan dan
nasehat yang diperlukan bagi seorang wanita selam hamil ,persalianan dan nifas.
Untuk melakukan persalinan normal atas tanggung jawab sendiri dan untuk merawat
bayi baru lahir. Setiap saat ia harus mengenali tanda-tanda bahaya yang
menandakan keadaan yang abnormal atau kemungkianan akan timbul keadaan yang
abnormal yang mengharuskan melakukan rujukan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Anemia
Anemia (dalam
bahasa Yunani:
Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah
merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia
adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml
darah.
Anemia Gizi
adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena
kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb.Anemia terjadi karena
kadar hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat kurang. Di Indonesia sebagian
besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut
Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
Anemia
adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa anemia memiliki penyakit
dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau morfologi
sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan penampakan klinis. penyebab anemia
yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah
secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis yang tidak
efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin
(Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang
dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct
kurang dari 36% pada perempuan.
2.2
Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimeter 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada
trimeter 2. Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi perubahan - perubahan
dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang
lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah
adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi
pengenceran darah. Pertambahan itu adalah plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil. Pengenceran ini
meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil,
karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung juga meningkat.
Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi
perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.
Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, di mana
300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan
demikian, ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Terdapat beberapa
kondisi yang menyebabkan anemia defisiensi besi, misalnya: infeksi kronik,
penyakit hati, dan thalasemia.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu
dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya.
Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah keguguran, kelahiran
prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam
berkontraksi, perdarahan pasca-melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot
rahim, syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca-bersalon, serta anemia
yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Di samping itu,
hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian pada ibu pada
persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
Anemia dalam kehamilan juga memberikan pengaruh kurang baik
bagi hasil pembuahan (konsepsi) seperti: kematian mudigah, kematian perintal,
bayi lahir prematur, dapat terjadi cacat bawaan, dan cadangan besi yang kurang.
Sehingga anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial kematian dan
kesakitan pada ibu dan anak.
Anema dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut: anemia
defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia
hemolitik. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai
dalam kehamilan. Anemia akibat kekurangan zat besi ini disebabkan kurang
masuknya unsur bagi dalam makanan, gangguan penyerapan, gangguan penggunaan,
dan karena terlalu banyak zat besi keluar tubuh, misalnya pada perdarahan.
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema
kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama di negara
berkembang (Indonesia). WHO melaporkan bahwa prevalensi wanita hamil yang
mengalami defisiensi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkambang
berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
Keperluan terhadap zat besi bertambah dalam kehamilan,
terutama dalam trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah
dalam kehamilan, maka akan sangat mudah untuk terjadinya anemia defisiensi
besi, terutama pada kehamilan kembar. Untuk daerah khatulistiwa seperti
Indonesia, zat besi lebih banyak keluar melalui air peluh dan melalui kulit.
2.3 Klasifikasi
Anemia dalam Kehamilan
Anemia
pada ibu hamil dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Klasifikasi
anemia pada ibu hamil ini berdasarkan penyebab terjadinya anemia tersebut.
Secara
umum menurut Proverawati (2009) klasifikasi anemia pada ibu hamil dibagi
menjadi:
1.
Anemia defisiensi Besi sebanyak
62,3%
Anemia
defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi
untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan.
Untuk
menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese.
Hasil anamnese didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan metode sahli, dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Anemia Megaloblastik
sebanyak 29%.
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat
(pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin)
walaupun jarang. Menurut Hudono (2007) tablet asam folat diberikan dalam dosis
15-30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan
dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis
Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer. Diagnosis:
1.
Untuk Anemia defesiensi besi yang
berat di tandai dengan ciri-ciri yang khas yaitu mikrisitosis dan hipokromasia.
2.
Untuk Anemia defesiensi besi yang
ringan tidak selalu di tandai dengan cirri-ciri khas , banyak yang bersifat
normositer dan normokrom. Sifat lain yang khas yaitu :
a.
Kadar besi serum rendah.
b.
Daya ikat besi serum tinggi.
c.
Protoporfirin eritrisit tinggi.
d.
Tidak di temukan hemosiderin dalam
sum-sum tulang.
Prognosis:
a.
Prognosis Anemia defesiensi besi
dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak . Persalinan dapat berlangsung
seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau komplikasi lain . Anemia berat dalam
kehamilan muda yang tidak di obati dapat menyebabkan abortus dan dalam
kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama , perdarahan post partum dan infeksi.
Walaupun bayi yang di lahirkan dari ibu yang menderita anemia defesiensi besi
tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang yang
barubeberapa bulan kemudian tampak sebagai anemia infatum.
b.
Pencegahan dan Pengobatan:
Di
daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil
diberi sulfat ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain
itu, ibu di beri nasehat untuk makan lebih banyak protein dan sayur yang banyak
mengandung mineral dan vitamin.
2.
Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan karena
defesiensi asam folat. Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan
pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA,
efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum
tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
Diagnosis:
Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megeloblas atau promegaloblas dalam darah atau sum-sum tulang belakang
Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megeloblas atau promegaloblas dalam darah atau sum-sum tulang belakang
Prognosis:
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil.
Pencegahan dan Pengobatan:
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik Pengobatan dengan asam folat hampir selalu berhasil.
Pencegahan dan Pengobatan:
1.
Asam folat 15-30 mg per hari.
2.
Vitamin B12 3x1 tablet per hari.
3.
Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari.
4.
Pada kasus berat diberikan penambah
darah.
3.
Anemia Hipoplastik 8%
Anemia hipoplastik yaitu Anemia yang disebabkan oleh
penurunan fungsi kerja sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah baru
akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun,
radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta
gen.
4.
Anemia Mieloptisik 0,7%
Anemia hemolitik adalah Anemia yang disebabkan penghancuran
atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatanya. Anemia yang
terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor,
kelainan granuloma,
yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal. Gejala utamamya adalah
anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan.
Pengobatanya:
Tergantung pada jenis anemia ini serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh
infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah.
Namun pada beberapa jenis obat-obtan, hal ini tidak memberikan hasil sehingga
penambah darah berulang dapat membantu penderita.
Pemeriksaan
hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya
dilakukan untuk mendeteksi anemia. Klasifikasi menurut Depkes RI (2000):
a.
Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b.
Anemia : < 11 gr% 2)
Klasifikasi anemia menurut WHO:
a.
Normal : ≤ 11 gr %
b.
Anemia ringan : 9-10 gr % c)
c.
Anemia sedang : 7-8 gr% d) Anemia
berat : < 7 gr% 3)
Klasifikasi menurut Manuaba (2010):
a.
Tidak anemia : Hb 11 gr % b)
b.
Anemia ringan : Hb 9-10 gr %
c.
Anemia sedang : Hb 7-8 gr %
d.
Anemia berat : Hb < 7 gr %
Klasifikasi
anemia berdasarkan ukuran sel:
1.
Anemia mikrositik :
jhonpenyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb).
2.
Anemia normositik : contohnya
yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
3.
Anemia makrositik : penyebab
utama yaitu anemia pernisiosa, anemia
akibat konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
2.4
Gejala dan Tanda Anemia dalam Kehamilan
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan
tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi.
Secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
Gejala lain yang dapat ditemui diantaranbya palpitasi,
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neuromuskular, disphagia, dan pembesaran kelenjar limpa. Niali ambang batas
yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada
kriteria WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu: normal >11 gr/dl,
ringan 8-11 gr/dl, berat <8 gr/dl. Sedangkan menurut pemeriksaan Sachli,
tidak anemia Hb 11 gr%, anemia ringan 9-10 gr%, anemia sedang 7-8 gr%, anemia
berat <7 gr%.
Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak,
maka dikerjakan pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. Hanya saja
alat ini tersedia di kota. Mengingat di Indonesia penyakit kronik seperti
malaria dan TBC masih sering dijumpai, maka pemeriksaan khusus seperti darah
tepi dan dahak perlu dilakukan.
Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap
wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak
satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan
untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak
mineral serta vitamin.
2.5
Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi
Pada Kehamilan
Anemia
juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup
mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas,
berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di
samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada
wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis
tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Soeprono
menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang
sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama,
perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada
janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain) (Amiruddin dkk, 2004).
2.6
Penyebab Anemia dalam Kehamilan
Penyebab anemia pada ibu hamil adalah menurunnya hemoglobin dalam darah. Hemoglobin memiliki peranan
penting dalam transportasi oksigen ke dalam jaringan tubuh. Selama masa
kehamilan akan terjadi sebuah peningkatan volume darah, hal inilah yang bisa
membuat hemoglobin dalam darah menurun. Sedangkan tuntutan dari perkembangan
janin akan membuat kebutuhan zat besi dalam tubuh menjadi meningkat.
Zat besi adalah mineral yang memiliki peranan penting
dalam produksi sel darah merah. Sebelum menjalani masa kehamilan, seorang
wanita membutuhkan sekitar 15 miligram (mg) zat besi setiap harinya. Berbeda
dengan ibu hamil yang membutuhkan dua kali jumlah zat besi tersebut yaitu 30
mg.
Selama trimester pertama masa kehamilan, volume plasma
akan meningkat menjadi lebih cepat dibandingkan dengan volume sel darah merah.
Akibatnya, konsentrasi darah merah menjadi menurun sampai pada akhirnya mereka
memiliki kesempatan untuk mengejar ketinggalan yaitu dengan peningkatan plasma
darah. Penyebab anemia pada ibu hamil juga bisa timbul karena ibu hamil
kekurangan zat besi dan tidak dapat mencukupi kebutuhan untuk meningkatkan
produksi sel darah merah. Hal ini juga yang akan membuat jumlah hemoglobin
dalam darah mengalami penurunan.
Selain kurangnya zat besi dalam tubuh, penyebab anemia
pada ibu hamil selama masa kehamilan
yang lainnya mungkin karena penurunan jumlah darah yang berlebihan seperti
akibat pendarahan dari cedera atau suatu pembedahan, beberapa penyakit kronis
seperti sakit ginjal dan infeksi serius atau karena kurangnya asupan vitamin
asam folat yaitu vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk memproduksi sel darah
merah. Namun, pada ibu hamil kekurangan zat besi merupakan penyebab anemia yang
paling umum.
Umumnya, banyak kaum wanita di usia subur tidak
mendapatkan zat besi yang cukup, bahkan pada saat mereka sedang tidak hamil.
Wanita kehilangan zat besi bersamaan dengan darah dan jaringan yang keluar
sewaktu masa menstruasi, alasan itulah yang menjadikan seorang wanita rentan
terhadap anemia.
Seorang ibu hamil yang mendapatkan perawatan prenatal dan
juga rutin mengkonsumsi suplemen zat besi selama masa kehamilan, biasanya akan
terhindar dari masalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh.
Anemia yang terjadi pada ibu hamil
selama masa kehamilan akan membuat ibu hamil merasa lelah yang berlebihan dan
juga stress sehingga bisa membuat ibu hamil rentan terhadap berbagai macam
penyakit. Namun, biasanya hal tersebut tidak sampai membahayakan janin yang
masih ada dalam kandungan.
Hampir semua anemia dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi/ kekurangan zat besi. Adapun etiologi anemia defisiensi besi pada
kehamilan menurut Amiruddin,dkk tahun 2004 diantaranya sebagai berikut:
1.
Hipervolemia, menyebabkan terjadinya
pengenceran darah
2.
Pertambahan darah tidak sebanding
dengan pertambahan plasma
3.
Kurangnya zat besi dalam makanan
4.
Kebutuhan zat besi meningkat
5.
Gangguan pencernaan dan absorbs
2.7
Faktor Predisposisi Anemia pada Ibu Hamil
1.
Umur kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun.Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami
pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.Wintrobe (1987)
menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin
rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka
presentasi anemia semakin besar. Pada penelitian ini belum menunjukkan adanya
kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar.
Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20 tahun hingga 35
tahun.
2.
Paritas
Semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.
Semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.
3.
Jarak Kehamilan Yang terlalu Dekat
Salah satu penyebab yang dapat
mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran pendek.
Menurut Kramer (1987) hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan
mekanisme biologis dan pemulihan factor hormonal dan adanya kecendrungan bahwa
semakin dekat jarak kehamilan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
4.
Pengetahuan
Pengetahuan kesehatan reproduksi
menyangkut pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan,
tanda dan cara mengatasi anemia pada ibu hamil diharapkan dapat mencegah ibu
hamil dari anemia. Semakin rendah pengetahuan kesehatan reproduksi, maka akan
semakin tinggi angka kejadian anemia.
5.
Pemeriksaan Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga professional yaitu Dr Ginekolog dan Bidan
serta memenuhi syarat 5 T (TB, BB, Tekanan darah, Tinggi Fundus, TT, Tablet
Fe). Jika pemeriksaan Antenatal Care kurang atau tidak ada sama sekali maka
akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
6.
Pola makan dan Kepatuhan
mengkonsumsi tablet Fe
Gizi
seimbang adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan
gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Agar sasaran keseimbangan
gizi dapat dicapai, maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan
makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu KH, protein hewani dan nabati,
sayuran, buah dan susu. (Kodyat, 1995).
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah
tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara menkonsumsi tablet Fe, frekuensi
konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah
satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia
kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan
besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena
kekurangan asam folat.ibu hamil yang kurang patuh konsumsi tablet Fe mempunyai
risiko untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe.
2.8
Cara Pencegahan Anemia dalam Kehamilan
Anemia
bisa diatasi dengan cepat dan tepat apabila ibu hamil lebih tanggap dalam
mendeteksi gejala anemia lebih dini sebelum menginjak trimester pertama
kehamilan. Ibu hamil perlu menyadari bahaya anemia dengan cara mengetahui
potensi anemia yang dimiliki oleh ibu hamil. Hal ini bisa dilakukan dengan
pemeriksaan darah di laboratorium dan mendiskusikan hasilnya dengan dokter.
Pencegahan
tentu jauh lebih baik daripada pengobatan. Akan jauh lebih baik bagi ibu hamil
untuk mencegah anemia dengan cara menjaga asupan zat besi. Misalnya meningkatkan
konsumsi makanan yang tinggi zat besi seperti beras merah, sayuran berwarna
hijau tua, kacang-kacangan, oatmeal maupun daging.
Suplemen
tambahan zat besi bisa dilakukan dengan saran dan persetujuan dokter. Konsumsi
suplemen zat besi ini akan membawa perubahan pada kondisi ibu hamil kurang
lebih setelah satu minggu dan kondisi anemia ibu hamil biasanya sudah bisa
teratasi setelah satu bulan. Ibu hamil perlu menghindari diet berlebihan agar
produksi sel darah merah tidak terganggu.
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat
besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah)
seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap
seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta
kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada
daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada
makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
2.9
Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan
Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat
Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4
320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal masing-masing 90 tablet.
Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan
mengganggu penyarapannya. Anemia defisiensi besi yang tidak tertangani dengan
tepat, dapat mengakibatkan abortus pada kehamilan muda, dan dalam kehamilan tua
dapat menyebabkan persalinan lama, perdarahan pasca melahirkan, dan infeksi.
Pengobatan
anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat
besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi
akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya
cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk
menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis
yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan
pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi
berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya
Medicastore, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan di makalah tersebut dapat kita simpulkan bahwa, penyakit
anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit
yang beredar atau konsentraisi hemoglobin menurun. Dan ibu hamil sangat rentan
terkena penyakit anemia.
3.2 Saran
Dari makalah
ini kami memberikan saran, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca khususnya
Bidan dan resiko anemia pada ibu hamil dapat berkurang dan dapat di cegah.
DAFTAR ISI
Erfandi. “Anemia Pada Ibu Hamil”. http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/11/18/anemia-pada-ibu-hamil/ (diakses pada: Kamis, 9 Mei 2013, 20:32)
Julusiri, Mutmainnah. “Makalah
Anemia”. http://innahalwayshereforyou.blogspot.com/2012/05/makalah-anemia.html
(diakses pada: Sabtu, 11 Mei 2013, 16:51)
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti.
2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media
Saspriyana, Kade Yudi. “Anemia dalam Kehamilan,Mengapa harus
Dicegah?” http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=13&id=24613
(diakses pada: Kamis, 9 Mei 2013, 20:30)
Morgan Geri, dkk. 2009. Obstetri dan Ginekologi Pansuan Praktik.
Jakarta: EGC.
Loowdermilk,dkk.2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC.
Taber Ben-zion,M,D.1994.Kapita Selekta Kedaruratan Obstet dan
Ginekologi.Jakarta:EGC.
Syaifudin, Abdul Bari. 2001. Buku
Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Hyre, Anne. 2001. Asuhan Kebidanan
Care. Jakarta: Pusdiknakes
Manuaba, Ida Bagus. 1998. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC