PERAN DAN FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap profesi memiliki kode etik.
Namun, kode etik saja tidak cukup untuk menaungi sebuah profesi. Maka muncullah
Majelis Pertimbangan Etik Profesi yang merupakan badan perlindungan hukum
terhadap suatu profesi.
Begitu pun dengan profesi bidan yang
memiliki Majelis Etika Profesi dalam bentuk Majelis Pertimbangan Etika Bidan
(MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).
Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas
peran dan fungsi dari Majelis Pertimbangan Etik Profesi dalam menangani
permasalahan kode etik bidan juga akan dibahas mengenai Majelis Pertimbangan
dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis yang mengawasi dan membina pelaksanan
seluruh kode etik profesi kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian
2.
Majelis
Pertimbangan Etika Profesi
3. Majelis Etika Pertimbangan Bidan
B A B II
P E M B A H A S A N
A.Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi baru
bahwa pengertian
1. Peran :Pemain sandiwara
2.
Fungsi :1.Kegunaan,
manfaat
2.Peranan, tugas
3.Kedudukan, jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan
Jadi,
peran dan fungsi adalah tugas pokok yang dilakukan oleh individu / instansi.
B. Majelis Pertimbangan Etika
Profesi
1.
Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis
Dalam buku Heny
Puji Wahyuningsih dituliskan :
Majelis
Pertimbangan Etika Profesi di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan
Etik Pelayanan Medis sesuai :
a) Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan
pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi
tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
b) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun
1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan
dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam
menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri Kesehatan atau pejabat yang
ditunjuk.
c)
Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No.
640/Menkes/Per/X/1991, tentang Pembentukan MP2EPM.
Tugas
dan wewenang MP2EPM wilayah Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No.
640/Menkes/Per/X/1991 dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H yang berjudul Himpunan Peraturan Kesehatan.
1) MP2EPM Propinsi bertugas :
a. Menerima dan memberi pertimbangan
tentang persoalan dalam bidang etik profesi
tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Provinsi.
b.Mengawasi pelaksanaan Kode etik
profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.
c. Mengadakan konsultasi dengan
instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
d. Memberi nasehat kepada para anggota
profesi tenaga kesehatan .
e. Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama
dengan Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan
Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
f. Memberi pertimbangan dan saran
kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.
2)
MP2EPM Provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehtan
Provinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu persoalan
etik profesi tenaga kesehatan untu diminta keterangannya dengan pemberitahuan
pada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu :
a. Memberi pertimbangan tentang etik
dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri.
b. Membina, mengembangkan dan mengawasi
secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran
Gigi Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode
Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
c. Memberi pertimbangan dan usul kepada
pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan
dan kedokteran.
d. Menyelesaikan persoalan yang tidak
dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.
e. Menerima rujukan dalam menangani
permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.
f. Mengadakan konsultasi dengan
instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan.
2. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
Dalam
buku Heny Puji Wahyuningsih dituliskan:
a.
Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai
berikut :
·
Pasal
4 ayat 1 UUD 1945.
·
Undang
– undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
·
Keputusan
Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK.
b. Tugas
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
C.Majelis Etika
Pertimbangan Bidan
Dalam
buku Heny puji Wahyuningih dituliskan:
1.
Pengertian
Merupakan
badan perlindungan hokum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan
dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi
penyimpangan hokum.
2.
Majelis
Etika Profesi Bidan
Salah
satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali tanggal 24
September 1998 adalah kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi
IBI perlu dibentuk :
a. Majelis petimbangan Etika Bidan (MPEB)
b. Majelis Peradilan profesi ( MPA)
(Mustika
Sofyan, Nur Aini Madjid, Ruslidjah Siahaan, 50
tahun IKATAN BIDAN INDONESIA).
3.
Tugas
Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan menentukan ada dan tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh
bidan
4.
Hal
yang menyangkut tugas Majelis Etika Kebidanan, yaitu :
· Penilaian didasarkan atas permintaan
pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
· Permohonan secara tertulis dan
disertai data-data.
· Keputusan tingkat propinsi bersifat
final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat.
· Sidang Majelis Etika kebidanan
paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding
menghadirkan dan minta keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
· Keputusan paling lambat 60 hari dan
kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
· Biaya dibebankan pada anggaran
pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.
5. Peran
Majelis Pertimbangan Etika Bidan
(MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) secara internal berperan memberikan
saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi
khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.
6. Fungsi
Dewan Pertimbangan Etika Bidan
(DPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) memiliki fungsi, antara lain:
1. Merencanakan dan melaksanakan
kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan pengurus pusat
2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai
dengan bidang dan tugasnya secara berkala
3. Memberikan saran dan pertimbangan
yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat
4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan
kebutuhan
7.
Pelaksanaan
Dalam
pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI,
telah melantik Majelis Pertimbangan Etika Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota (
Heny Puji Wahyuningsih)
Menurut
peraturan menteri kesehatan RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan
dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis dalam buku Sholeh Soeaidy, S.H,
dicantumkan
Pasal 20
MP2EPM
Propinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan
Dokter Indonesia Wilayah, Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan
Perawat nasional Indonesia Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
Wilayah, dan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta
cabang-cabangnya.
Pasal 21
Biaya
MP2EPM Propinsi dibebankan kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q
kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.
Pasal 22
(1) MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil
pemeriksaan, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi
untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang
bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan
administrative terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Keputusan kepala Kantor Wilayah yang
dimaksud dalam ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang
bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, MP2EPM Pusat dan MP2EPM Propinsi.
(4) Dalam hal tenaga kesehatan yang melakukan
pelanggaran berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada daerah dan
kepada yang bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka sebelumnya
perlu dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I.
Pasal 23
(1) Apabila tenaga kesehatan bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap keputusan bersalah
yang dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang bersangkutan dpat
mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM Pusat.
(2) Pernyataan banding dalam ayat (1)
disampaikan ke MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.
(3) MP2EPM Propinsi meneruskan banding tersebut
dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 7 (ujuh) hari terhitung sejak
tanggal diterimanya banding.
(4) Apabila tenaga kesehatan dalam waktu 20 (dua
puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22.
(5) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam pasal 22
apabila yang bersangkutan mengajukan banding.
Pasal
24
(1) MP2EPM Pusat setelah menerima berkas banding
segera memriksa dan mengambil keputusan banding.
(2) MP2EPM Pusat menyampaikan keputusannya
kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
(3) Keputusan Menteri baik berupa peringatan
atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan dengan
tembusan kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi tenaga
kesehatan yang terkait.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Majelis
etika profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan. Oleh
sebab itu, segala aspek yang menyangkut tindakan atau pelayanan yang dilakukan
bidan telah diatur dalam undang-undang dan hokum terkait.
Bidan
merupakan profesi yang mempunyai tanggung jawab yang besar dimana keselamatan
ibu dan bayinya tergantung dari kesiapan dan profesionalisme kerja seorang
bidan. Diharapkan dengan adanya kode etik profesi, bidan mampu mengetahui
batas-batas dari wewenang sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Ada
pun pelanggaran etik yang mungkin dilakukan oleh bidan, maka tugas majelis
etika profesi yang menyelesaikannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B.
Saran
Setiap
bidan harus menjunjung tinggi norma dan etika profesi yang diembannya agar
hal-hal yang menyimpang dari tugas dan wewenang bidan tidak terjadi serta bidan
berupaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sehingga dapat
mewujudkan masyarakat yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Sofyan,Mustika.50 tahun Ikatan Bidan Indonesia.2001.Pengurus
Pusat IBI
·
Wahyunigsih,Heni
Puji.2005.Etika Profesi Bidan.EGC:Jakarta
·
Soeiady,Sholeh.1996.Himpunan Peraturan Kesehatan.Arcan:Jakarta