MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa
pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di
dunia. Selama pemerintahan bani Abbasyiyah, banyak bidang pendidikan Agama
maupun bidang pendidikan umum yang muncul beserta tokoh-tokoh yang berperan
dalam perkembangan pendidikan tersebut.
Pendidikan
Islam yang sangat berkembang pada masa Bani Abbasyiyah yaitu pada pemerintahan
Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam
sangat berkembang pesat sehingga banyak ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini
terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu umum diantaranya bidang filsafat,
astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain.
1.2
Rumusan masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya daulah Abbasiyah ?
2.
Bagaimana
sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa bani Abbasiyah?
3.
Bagaimana
periodisasi pada masa bani Abbasiyah ?
4.
Apa tujuan pendidikan pada masa pemerintahan Abbasiyah ?
5.
Siapa
sajakah tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh pada masa bani Abbasiyah?
6.
Apa saja tingkat pedidikan yang ada pada masa bani Abbasiyah ?
7.
Apa
saja lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasiyah?
8.
Apa saja metode yang diterapkan dan materi yang digunakan dalam pendidikan pada masa Abasiyah?
1.3
Tujuan
1.
Memahami sejarah berdirinya daulah Abbasiyah
2.
Memahami
sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa bani Abbasyiyah.
3.
Memahami periodisasi
pada masa bani Abbasiyah
4.
Mengetahui tujuan pendidikan yang dilakukan pada masa bani Abbasiyah
5.
Mengetahui
tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh pada masa bani Abbasyiyah.
6.
Mengetahui tingkat-tingkat pendidikan pada masa bani Abbasiyah
7.
Mengetahui
lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasiyah.
8.
Mengetahui metode dan materi pendidikan yang ada pada masa Abasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 sejarah
berdirinya daulah Abbasiyah
Dinasti Bani Abbassiyah terbentuk melalui proses perebutan kekuasaan
dari Bani Umayyah. Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari
keturunan yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu al-Abbas
al-Saffah yang didukung oleh seorang panglima yaitu, Abu Muslim al-Khurasani
serta berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum Syiah, oposisi pimpinan
al-Mukhtar, dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir,
yaitu Khalifah Marwan II pada tahun 750 M/132 H.
Dinasti Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari
Abu al-Abbas Assafah di tahun 750 M sampai dengn Al-Mu’tashim di tahun 1258 M.
Dalam waktu selama lebih dari lima abad tersebut kepemimpinan dinasti Abbasiyah
dipegang oleh lebih dari 37 khalifah. Namun dari 37 orang khalifah Bani Abbas
tersebut ada lima khalifah yang paling terkenal, yitu Abu al-Abbas al-Saffah,
Abu Ja’far al-Mansur, al-Mahdi, Harun al-Rasyid, dan al-Ma’mun.
Secara umum keadaan social, politik, dan keagamaan pada zaman Abbasiyah
telah mencapai perkembangan dan kemajuan dibandingkan dengan zaman sebelumnya.
Zaman Bani Abbas-lah dunia islam mencapai puncak kejayaan dan keemasannya di
dunia. Namun dari semua khalifah yang Bani Abbas, tentu tidak semua khalifah
memiliki karakter sebagai khalifah yang cerdas, berani, bertanggung jawab,
cinta ilmu, dan berkepribadian mulia. Diantara meraka ada yang kemampuan
akhlaknya yang kurang baik, bahkan dapat dikatakan lemah. Inilah yang
selanjutnya menyebabkan dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran.
Berdirinya daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu:
1. System mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini
berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan
tempatnya di Alhamimah. System ini berakhir dengan bergabungnya Abu muslim al-
Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuk Daulah Abbasiyah
2. Strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan dan himbauan-himbauan
di forum-forum resmi untuk mendirikan daulah abbasiyah berlanjut dengan
peperangan melawan daulah umawiyah.
Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-‘Abbasy, seperti
sambil berdagang dan melaksanakan haji. Di balik itu terpogram bahwa mereka
menyebarkan ide dan mencari pendukung terbentuknya daulah.
Faktor-faktor pendorong berdirinya daulah Abbasiyah dan penyebab
suksesnya, yaitu sebagai berikut :
a. Banyak terjadi perselsihan antara intern bani Umawiyah pada dekade akhir
pemerintahannya hal ini diantara penyebabnya memperebutkan kursi kekhalifahan
dan harta
b. Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani
umawiyah, seperti khalifah Yazid bin al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6
bulan
c. Dijadikan putra mahkota lebih dari jumlah satu orang seperti yang
dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan
Ubaidillah sebagai putra mahkota
d. Bergabungnya sebagian afrad keluarga umawi kepada madzhab-madzhab
agama yang tidak benar menurut syariah, seperti Al Qadariyah
e. Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan bani umawiyah
f.
Kesombongan
pembesar-pembesar bani Umawiyah pada akhir pemerintahannya
g. Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-arab)
2.1
Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Popularitas daulah Abbasyiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya
Al-Ma’mum (813-833 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai
para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan
nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah
gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak
mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul
Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan
sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga
dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan
bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi
didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.
Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
2.3
Periodesasi Masa Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa
keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’Pada masa
itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi,
peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa
asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Daulah Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman
Rasulullah, yaitu : Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
al-Abbas Kekuasaan
daulah abbasiyah dibagi dalam lima periode, yaitu
1.
Periode I (132 H/750 M-232 H/847 M
), masa pengaruh Persia pertama
2.
Periode II (232 H/847 M-334 H/945
M), masa pengaruh Turki pertama
3.
Periode Iii (334 H/945 M-447 h/1055
M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh Persia kedua
4.
Periode IV (447 H/1055 M-590 h/1194
M), masa Bani Saljuk, pengaruh Turki kedua
5.
Periode V (590 H/1104 M-656 h/1250
M), masa kebebasan dari pengaruh Dinasti lain.
Daulah
Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaannya pada periode I. Para
khalifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan
politik, dan agama sekaligus. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya
pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833
M). Kekayaan yang dimiliki khalifah harun al-rasyid dan puteranya Al-Ma’mun
digunakan untuk kepentingan sosial seperti, lembaga pendidikan, kesehatan,
rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan
berada pada zaman keemasan. Al-Ma’mun khalifah yang cinta kepada ilmu, dan
banyak mendirikan sekolah.
Tidak hanya
mencakup kepentingan sosial saja, masa ini juga masa kejayaan umat islam
sebagai pusat dunia dalam berbagai aspek peradaban. Kemajuan itu hampir
mencakup semua aspek kehidupan, seperti :
a.
Administratif
pemerintahan dengan biro-bironya;
b.
Sistem
organisasi militer;
c.
Administrasi
wilayah pemerintahan;
d.
Pertanian,
perdagangan, dan industri;
e.
Islamisasi
pemerintahan;
f.
Kajian dalam
bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat
islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika islam, sastra, seni, dan penerjemahan;
g.
Pendidikan, kesenian,
arsitektur, meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi;
perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik, dan arsitek
2.4 Tujuan Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu
saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap
keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah
bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Tujuan Keagamaan Dan Akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca
atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya
mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
2. Tujuan Kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat
mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan
kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat
yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan
Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan
masyarakat.
3. Cinta Akan Ilmu Pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari
pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam
untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang
umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka
tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
4. Tujuan Kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang
layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat
kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada
masa sekarang ini
2.5 Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Yang Berpengaruh Pada Masa Bani
Abbasyiyah
Sejalan dengan perkembangan lembaga pendidikan, ilmu pengetahuan dan
tradisi serta atmosfer akademik., maka pada zaman Abbasiyah ini di tandai pula
dengan lahirnya para ilmuwan yang sekaligus bertindak sebagai para guru. Mereka
bukan hanya ahli dalam ilmu agam Islam melainkan juga ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan umum, seni dan arsitektur. Di antara para ilmuwan dan guru yang
terkenal di zaman Abbasiyah adalah:
1.
Al-Razi (guru Ibnu Sina)
Ia berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku,
140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang
paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang
jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan
rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah
tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga
orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu
kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina.
2.
Al-Battani (Al-Batenius)
Seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat
tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat.
Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta
Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan.
3.
Al Ya’qubi
Seorang
ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu
geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan
judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae.
4.
Al Buzjani (Abul Wafa)
Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri
dan trigonometri).
5.
Ibn Sina
Ibn Sina adalah seorang
mahaguru dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dengan karya-karyanya
seperti al-Qanun fi al-Thibb (Ensiklopedi Kedokteran) sebanyak tiga
jilid, al-Syifa dan Al-Najah.
6.
Ibn Miskawih
Ibn Miskawih adalah
seorang guru dalam ilmu akhlak. Salah satu karyanya adalah Tahdzib
al-Tahdzib.
7.
Ibn Jama’ah
Ibn Jama’ah adalah
seoarang guru dalam bidang ilmu fikih dan akhlak, Tadzkirat al-Sa’mi lil
‘Alim wa al-Muta’allim.
8.
Imam al-Juwaini
Imam al-Juwaini adalah
seorang guru dalam bidamg teologi pada Madrasah Nidzamiyah tempat Imam
al-Ghazali menimba ilmu, karyanya berjudul al-Irsyad.
9.
Imam al-Ghazali
Imam al Ghazali tel;ah
tampil sebagai mahaguru di Madrasah Nidzamiah, istana, dan di masyarakat pada
umumnya. Melalui karyanya yaitu Ihya’ Ulum al-Din sebanyak tiga jilid,
ia telah tampil sebagai guru dalam bidang fikih dan tasawuf.
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu
pengetahuan tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam
pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti
Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan
sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi,
kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka
para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai
bidang-bidang ilmu
pengetahuan, antara lain :
a)
Ilmu Umum
1. Ilmu Filsafat
a. Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya
sebanyak 236 judul.
b. Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80
tahun.
c. Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
d. Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
e. Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan
yang terkenal antara lain: Shafa,
Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
f.
Al
Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al Munqizh
Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin dan lain-lain
g. Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya :
Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful
Afillah dan lain-lain
2. Bidang Kedokteran
a. Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal
sebagai bapak Kimia.
b. Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang
terkenal disamping sebagai
penterjemah bahasa asing.
penterjemah bahasa asing.
c. Thabib bin Qurra (836-901 M)
d. Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang
terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
3. Bidang Matematika
a. Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek
Pembangunan kota Baghdad.
b. Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar),
penemu angka (0).
4. Bidang Astronomi
Berkembang
subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam
perbintangan ini seperti :
a.
Al
Farazi : pencipta Astro lobe
b.
Al
Gattani/Al Betagnius
c.
Abul
wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
d.
Al
Farghoni atau Al Fragenius
5. Bidang Seni Ukir
Beberapa
seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik, seni
tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
b)
Ilmu
Naqli
1.
Ilmu
Tafsir,
Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy
(wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak
dan lain-lain
2.
Ilmu
Hadist,
Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim
(wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tarmidzi,
dan lain-lain
3.
Ilmu
Kalam,
Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam,
diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh
Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
4.
Ilmu
Tasawuf,
Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H) karangannya: ar
Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H) karangannya: Awariful Ma’arif,
Imam Ghazali : karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
5.
Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam
Syafi’i, Imam Ahmad bin
Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278)
2.6
Tingkat-Tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat,
yaitu:
1.
Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi
anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di
took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan
meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam,
menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau
prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya
2.
Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra dan ilmu
pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang
diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu,
Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran,
dan juga musik.
3.
Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu
di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan
tinggi terdiri dari dua jurusan:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta
kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya
ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi:
Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu
Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini
meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur,
Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran
2.7 Lembaga-Lembaga Pendidikan
Sebagaimana banyak dicatat dalam berbagai sumber sejarah, bahwa zaman
dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (golden age) yang ditandai
oleh kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban yang
mengagumkan, yang dapat dibuktikan keberadaannya, baik melalui berbagai sumber
informasi dalam buku-buku sejarah maupun melalui pengamatan empiris di berbagai
wilayah di belahan dunia yang pernah dikuasai Islam, seperti Irak, Spanyol,
Mesir dan sebagian dari Afrika Utara.
Berbagai kemajuan yang dicapai dunia Islam tersebut tidak mungkin
terjadi tanpa didukung oleh kemajuan dalam bidang pendidikan, karena pendidikanlah
yang menyiapkan sumber daya insane yang menggerakkan kemajuan tersebut. adapun
gambaran keadaan pendidikan di zaman Bani Abbasiyah sebagai berikut.
1. Keadaan Lembaga Pendidikan
Selain masjid,
kuttab,al-badiah, istana, perpustakaan dan al-bimaristan, pada zaman Dinasti
Abbasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan, berupa toko buku, rumah
para ulama, majelis al-ilmu, sanggar kesusastraan, observatorium, dan madrasah.
a. Toko Buku (al-Hawanit al-Warraqien)
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan
tersebut mendorong lahirnya indistri perbukuan, dan industry perbukuan
mendorong lahirnya took-toko buku. Di beberapa kota atau negara yang di
dalamnya terdapat took-toko buku, menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan.
b. Rumah-rumah Para Ulama (Manazil al-Ulama)
Di antara rumah yang
sering digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibn Sina. Dalam
hubungan ini al-Jauzajani berkata kepada sahabatnya, bahwa pada setiap malam ia
berkumpul di rumah Ibn Sina untuk menimba ilmu, dan membaca kitab al-Syifa’ dan
sebagian lain ada yang membaca kitab al-Qanun. Abu Sulaiman al-Sijistani juga
menggunakan rumahnya untuk kegiatan orang-orang yang mau menimba ilmu, dan mia
menggunakan rumahnya untuk para ulama senior untuk memvalidasi
bacaan-bacaannya.
Selanjutnya rumah yang
sering digunakan sebagai majelis ilmu yang didatangi para pelajar dan para guru
untuk mematangkan ilmunya adalah rumah Imam al-Ghazali (504 H) yang menerima
para siswa di rumahnya, setelah ia berhenti sebagai guru di Madrasah
al-Nidzamiyah di Nisafur, serta menuntaskan pejalanan spiritualnya, yaitu
mengerjakan ibadah haji, beriktikaf di masjid al-Amawiy di Damaskus serta
menulis kitabnya yang terkenal Ihya’ Ulum al-Din. Demikian pula rumah
Ya’kub bin Kalas wazir al-Aziz billah al-Fathimy, rumah al-Sulfiy Ahmad bin
Muhammad Abu Thahir di Iskandariyah
digunakan sebagai tempat untuk kegiatan ilmiah.
c. Sanggar Sastra (al-Sholun al-Adabiyah)
Sanggar sastra ini
mulai tumbuh sederhana pada masa Bani Umayyah kemudian berkembang pesat pada
zaman Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang
ada pada zaman Khulafa’ al-Rasyidin. Di sanggar sastra ini terdapat ketentuan
kode etik yang khusus. Dalam hubungan ini Ibn Abd Rabbih, al-Muqri dan
al-Maqrizi berkata berkata, bahwa sanggar sastra tidak bisa menerima setiap
orang yang menginginkannya, melainkan sanggar tersebut hanya dibolehkan untuk
kelompok orang tertentu.
d. Madrasah
Dalam sejarah, madrasah
ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari
pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan tempat lainnya. Dalam kaitan ini,
Ahmad Tsalabi berpendapat, bahwa ketika minat masyarakat untuk mempelajari ilmu
di Halaqah yang ada di masjid makin menibgkat dari tahun ke tahun, dsan
menimbulkan kegaduhan akibat dari suara para pengajar dan siswa yang berdiskusi
dan lainnya yang mengganggu kekhusukan shalat. Selain itu, berdirinya madrasah
ini juga karena ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan semakin berkembang,
dan untuk mengajarkannya diperlukan guru yamg banyak, peralatan belajar
mengajar yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi yang lebih tertib.
Selain itu, madrasah juga didirikan dengan tujuan untuk memasyarakatkan ajaran
atau paham keagamaan dan ideology tertentu.
e. Perpustakaan dan Observatorium
Tempat-tempat ini juga
digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti luas, yaitu belajar bukan
dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umumnya dipahami, melainkan
kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa (student centris),
seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperime, belajar sambil
bekerja (learning be doing), dan
penemuan (inquiri). Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan
bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga-lembaga pusat kajian ilmiah.
f.
Al-Ribath
Secara harfiah al-ribath
berarti ikatan yang mudah di buka. Sedangkan dalam arti yang umum, al ribath
adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajran bagi calon
sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat beberapa ketentuan atau
komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang
terdiri dari syekh (guru besar), mursyid (guru utama), mu’id
(asisten guru), dan mufid (fasilitator). Murid pada al-ribath
dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan
aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah
2.8 Metode Dan Materi Pendidikan Pada
Masa Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode
pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang
sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru
kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi
dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami
dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode
pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:
lisan, hafalan, dan tulisan.
1.
Metode Lisan
Metode lisan berupa
dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode
penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’
ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode
ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa
sekarang sulit dimiliki.
2.
Metode ceramah
Metode ceramah disebut
juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi
buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah
biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode
yang khas pada masa ini.
3.
Metode Menghafal
Metode menghafal
Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara
berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak
mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus
membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam
proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan
pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat
merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
4.
Metode Tulisan
Metode tulisan
dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah
pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses
intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode
ini disamping berguna bagi proses penguasaan
ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah
buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian
buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi
Materi Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Materi
pendidikan dasar pada masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur demokrasinya,
disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi setiap murid juga
ada materi yang bersifat pillihan (ikhtiari).Hal ini tampaknya sangat berbeda
dengan materi pendidikan dasar pada masa sekarang.Di saat sekarang ini materi
pendidikan tingkat dasar dan menengah semuanya adalah materi wajib, tidak ada
materi pilihan.Materi pilihan baru ada pada tingkat perguruan tinggi. Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah
Pendidikan Islam”, yang dikutip oleh Suwito menjelaskan tentang materi
pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) yakni,
Al-Qur’an, Shalat, Do’a, Sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya
yang dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu nahwu dan bahasa arab belum secara
tuntas dan detail), Membaca dan menulis Sedangkan materi pelajaran ikhtiari
(pilihan) ialah; Berhitung; Semua ilmu nahwu dan bahasa arab (maksudnya nahwu yang berhubungan dengan
ilmu nahwu dipelajari secara tuntans dan detail); Syair-syair; Riwayat/ Tarikh Arab
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dinasti Bani Abbassiyah
terbentuk melalui proses perebutan kekuasaan dari Bani Umayyah. Banyak sekali
faktor pendorong yang memicu dalam
terbentuknya dinasti bani abbasiyah. Dinasti Abbasiyah tergolong yang paling
lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas Assafah di tahun 750 M sampai
dengn Al-Mu’tashim di tahun 1258 M. Dalam waktu selama lebih dari lima abad
tersebut kepemimpinan dinasti Abbasiyah dipegang oleh lebih dari 37 khalifah.
Masa
pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di
dunia. Popularitas
daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M).
Pada masa Nabi, masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan
pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah
dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu
telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu.
Selama
pemerintahan bani Abbasiyah, banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang
pendidikan umum yang muncul beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam
perkembangan pendidikan tersebut. Seperti Al-Razi, Al-Battani, Al Ya’qubi, Al
Buzjani, Ibn Sina, dan masih
banyak yang lainnya.
3.2 SARAN
- Mempelajari sejarah adalah sangat penting bagi kita karena dengan mempelajari sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah kita akan dapat mengambil banyak pelajaran darinya. Sebagaimana Al Quran banyak menceritakan kondisi umat-umat terdahulu untuk menjadi i’tibar bagi kita.
- Betapa pentingnya kita mempelajari sejarah Pendidikan islam khususnya agar semangat kita dalam berdakwah semakin besar karena umat islam sebelum kita adalah pahlawan pembela islam dengan semangat baja. Oleh karena itu mari kita memdalami ilmu sejarah khususnya sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah agar kualitas hidup kita kedepan makin baik
DAFTAR PUSTAKA
·
Aen,Nurul. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
·
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media.
·
Suwito, et l. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Katalog Dalam Terbitan.
·
Suwito. 2008. Sejarah
Sosial Pendidikan. Jakarta : Kencana
·
Nizar, Syamsul. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Media Group.
·
http://ratih-nurafriani.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-bani.html
·
Yunus, Mahmud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Hidakarya Agung.
·
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II.
Jakarta : PT. Raja Grafindo.
·
Nata, Abuddin, 2011, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Perdana Media Group
·
file:///F:/perkembangan-islam-periode-klasik.html