PERSIAPAN DAN PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN
PERSIAPAN
DAN PERAWATAN BEDAH KEBIDANAN
1. PRE
OPERASI DAN INTRA DAN POST OPERASI
A.
Pre Operasi
1.Defenisi
Keperawatan Perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien
. Kata perioperatif adalah gabungan dari tiga fase pengalaman pembedahan yaitu
: pre operatif, intra operatif dan post operatif.
2.Etiologi
Pembedahan dilakukan untuk berbagai alasan (Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth ) seperti :
a) Diagnostik,
seperti dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi.
b) Kuratif,
seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks yang inflamasi.
c) Reparatif,
seperti memperbaiki luka yang multipel. Memperbaiki luka pada pasien diabetes
d) Rekonstruktif
atau Kosmetik, seperti perbaikan wajah.
e) Paliatif,
seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh
ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap kemampuan
untuk menelan makanan.
3.Tahap dalam
Keperawatan Perioperatif
a. Fase Pre operatif
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir
ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat
mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah,
wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan pada
saat pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
v Persiapan
Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keeadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang pemulihan,
kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas dalam dan latihan
batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
§ Persiapan
Fisiologi, meliputi :
·
Diet
(puasa) à
pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang operasi pasien tidak
diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum.
Pada operasai dengan anaesthesi lokal /spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat pembedahan, mengotori
meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.
·
Persiapan
Perut à
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran
pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya mencegah cidera kolon,
mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
·
Persiapan
Kulit à
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambuy
·
Hasil
Pemeriksaan à hasil laboratorium, foto roentgen,
ECG, USG dan lain-lain.
·
Persetujuan
Operasi / Informed Consent à Izin tertulis dari pasien / keluarga
harus tersedia.
b. Fase Intra
operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh
: memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Prinsip tindakan keperawatan selama pelaksanaan operasi yaitu pengaturan posisi
karena
posisi yang diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan
psikologis pasien.
§ Faktor
yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
·
Letak
bagian tubuh yang akan dioperasi.
·
Umur
dan ukuran tubuh pasien.
·
Tipe
anaesthesia yang digunakan.
·
Sakit
yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
§ Prinsip-prinsip
didalam pengaturan posisi pasien : Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman
dan sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a) Anggota
steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli bedah, Scrub
Nurse / Perawat Instrumen
b) Anggota
tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat
sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang
rumit).
c. Fase Post operatif
Fase Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan
(recovery room)/ pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut
pada tatanan klinik atau di rumah.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang
luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen
anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas
keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan
dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah.
Fase post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
§ Pemindahan
pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
Pemindahan ini
memerlukan pertimbangan khusus diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan
vaskuler dan pemajanan. Pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada
posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Selama perjalanan transportasi
dari kamar operasi ke ruang pemulihan pasien diselimuti, jaga keamanan dan
kenyamanan pasien dengan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side
rail harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Proses transportasi
ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan
koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
§ Perawatan
post anastesi di ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi
Setelah selesai
tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar
(recovery room : RR) atau unit perawatan pasca anastesi (PACU: post anasthesia
care unit) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan
memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR
biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah
akses bagi pasien untuk :
§
perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi)
§
ahli anastesi dan ahli bedah
§
alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
4. Klasifikasi
Perawatan Perioperatif
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
a) Kedaruratan/Emergency
à
Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi
dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi
kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka
bakar sanagat luas.
b) Urgen
à
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30
jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
c) Diperlukan
à
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam beberapa
minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih.
Gangguan tyroid, katarak.
d) Elektif
à
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak
dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar,
hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e) Pilihan
à
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.
Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan
estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan
menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1. Minor
à
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim.
Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor
à
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh :
Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
5. Komplikasi Post
Operatif dan Penatalaksanaanya
a) Syok
Syok yang terjadi
pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tanda-tanda syok adalah :
Pucat , Kulit dingin, basah, Pernafasan cepat, Sianosis pada bibir, gusi dan
lidah, Nadi cepat, lemah dan bergetar , Penurunan tekanan darah, Urine pekat.
Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait dengan
pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi pernafasan, memberikan dukungan
psikologis, pembatasan penggunaan energi, memantau reaksi pasien terhadap
pengobatan, dan peningkatan periode istirahat.
b) Perdarahan
Penatalaksanaannya
pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut
20 derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus. Kaji
penyebab perdarahan, Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan.
c) Trombosis
vena profunda
Trombosis vena
profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam.
Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan sindrom
pasca flebitis.
d) Retensi
urin
Retensi urine paling
sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Penyebabnya
adalah adanya spasme spinkter kandung kemih. Intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari
kandung kemih.
e) Infeksi
luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka post
operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi
maupun pada saat perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting
dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka
dengan prinsip steril.
f)
Sepsis
Sepsis merupakan
komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat
menyebabkan kematian karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.
g) Embolisme
Pulmonal
Embolsime dapat
terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa menyumbat
arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan
seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus
pulmonal.
h) Komplikasi
Gastrointestinal
Komplikasi pada
gastrointestinal sering terjadi pada pasien yang mengalami pembedahan abdomen
dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan distensi
abdomen.
Fase Intraoperatif
Dimulai ketika pasien
masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi
intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Perawat yang bekerja
di ruang bedah harus telah mengambil program Proregristation Education
Courses in Anasthetic and Operating Teather Nursing . Dalam pembedahan
perawat disebut scrubbed nurse yang bertindak sebagai asisten ahli
bedah. Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan
dan instrumen dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk
terlaksananya pembedahan yang direncanakan.
a.
Perlindungan
terhadap injury
Aktivitas yang
dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan
pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau
menghilangkan masalah – masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada
saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun
psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi,
namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien.
Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.
b. Monitoring
pasien
1. Aktivitas
keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu
Safety Management
Tindakan ini
merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan.
Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
2. Pengaturan
posisi pasien
Pengaturan posisi
pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan pembedahan.
Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan
perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi
tertentu.
3. Monitoring
Fisiologis
Pemantauan fisiologis
yang dilakukan oleh perawat meliputi hal – hal sebagai berikut :
·
Melakukan
balance cairan
Penghitungan balance
cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance
cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang
keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap
imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
·
Memantau
kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi
kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinue untuk melihat apakah kondisi
pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan,
nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dan lain – lain.
·
Pemantauan
terhadap perubahan vital sign
Pemantauan
tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam
batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Monitoring Psikologis
Dukungan Psikologis
(sebelum induksi dan bila pasien sadar) dukungan psikologis yang dilakukan oleh
perawat pada pasien antara lain :
·
Memberikan
dukungan emosional pada pasien.
·
Perawat
berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan
selama prosedur pemberian induksi .
·
Mengkaji
status emosional klien.
·
Mengkomunikasikan
status emosional pasien kepada tim kesehatan (jika ada
perubahan).
·
Pengaturan
dan koordinasi Nursing Care
Pengaturan dan
Koordinasi Nursing Care ,tindakan yang dilakukan antara lain :
·
Memanage
keamanan fisik pasien.
·
Mempertahankan
prinsip dan teknik asepsis.
C. Fase Postoperatif
C. Fase Postoperatif
Keperawatan
postoperatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode
ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
a)
Faktor yang Berpengaruh Postoperatif
·
Mempertahankan
jalan nafas
Dengan mengatur
posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
·
Mempertahankan
ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan
oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot
mekanik atau nasal kanul.
·
Mempertahakan
sirkulasi darah
Mempertahankan
sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander.
·
Observasi
keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari
pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan
sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang
dialami pasien.
·
Balance
cairan
Harus diperhatikan
untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk
mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru
kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin
terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
·
Mempertahanakan
kenyamanan dan mencegah resiko injury.
Pasien post anastesi
biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh.
Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri
biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat
juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
·
Tindakan
Postoperatif
Ketika pasien sudah
selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di pindahkan keruang
perawatan, maka hal – hal yang harus perawat lakukan, yaitu :
§ Monitor
tanda – tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya.
Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal
setelah postoperatif.
§ Manajemen
Luka
Amati kondisi luka
operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka
meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
§ Mobilisasi
dini
Mobilisasi dini yang
dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting
untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan
lendir.
§ Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
§ Discharge
Planning
Merencanakan
kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang
hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya
post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
Ada 2 macam discharge planning :
1. Untuk
perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien
(sebagai dokumentasi)
2.
Untuk
pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
B. Perawatan
Intra dan Post Operasi
Ada beberapa jenis perawatan pembedahan, yaitu :
a. Perawatan Preoperatif
Beberapa hal yang
dapat dikaji dalam tahap prabedah adalah pengetahuan tentang persiapan
pembedahan, pengalaman masa lalu, dan kesiapan psikologis. Pemeriksaan lainnya
yang dianjurkan sebelum pelaksanaan operasi adalah radiografi toraks, kapasitas
vital, fungsi paru-paru, analisis gas darah pada pemantauan sistem respirasi,
dan elektrokardograf, pemeriksaan darah seperti leukosit,eritrosit, hematokrit,
elektrolit dan lain-lain. Ada pun rencana
tindakan pada proses ini adalah :
·
Pemberian
pendidikan kesehatan prabedah
·
Persiapan
diet
·
Persiapan
kulit
·
Latihan
bernafas dan latihan batuk
·
Latihan
kaki.
·
Latihan
mobilitas
·
Pencegahan
cedera
b. Perawatan Intraoperasi
Perawatan intraoperatif merupakan bagian dari tahapan
perawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala
macam aktivitas yang dilakukan oleh perawatdi ruang operasi. Berikut adalah
beberapa rencana tindakan yang akan dilakukan oleh seorang perawat pada proses
ini :
·
Penggunaan
baju seragam bedah
·
Mencuci
tangan sebelum pembedahan
·
Menerima
pasien di daerah bedah
·
Pengiriman
dan pengaturan posisi ke kamar bedah
·
Pembersihan
dan persiapan kulit
·
Penutupan
daerah steril
·
Pelaksanaan
anestesia
·
Pelaksanaan
pembedahan
c. Perawatan
Postoperasi
Asuhan postoperasi haru dilakukan di ruang pemulihan
tempat adanya akses yang cepat ke oksigen, pengisap peralatan resusitasi,
monitor, bel panggil emergensi, dan staf terampil dalam jumlah dan jenis yang
memadai. Asupan paska operatif meliputi :
·
Meningkatkan
proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara
merawat luka, serta memperbaiki asupan makanan.
·
Mempertahankan
respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas yang dalam dengan
mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan hembuskan.
·
Mempertahankan
sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang beresiko tromboflebitis atau pasien
dilatih agar tidah duduk terlalu lama.
·
Mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan cairan sesuai kebutuhan
pasien.
·
Mempertahankan
eliminasi, dengan mempertahankan asupandan output, dengan mencegah terjadinya
retensi urine.
·
Mempertahankan
aktifitas dengan latihan yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
·
Mengurangi
kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
II. Perawatan Luka
Operasi
A.
MENGGANTI BALUTAN
§ Pengertian
Mengganti Balutan adalah Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau
keadaan luka, melakukan penggatian balutan (ganti verban) dan mencegah
terjadinya infeksi,yiatu dengan cara mengganti balutan yang kotor dengan
balutan yang bersih.
§ Tujuan
1.Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
1.Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka
2. Melindungi luka dari kontaminasi
3. Dapat menolong hemostatis ( bila menggunakan elastis verband )
4. Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5. Menurunkan pergerakan dan trauma
6. Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
§ Indikasi
Pada balutan yang sudah kotor
Pada balutan yang sudah kotor
§ Kontra
Indikasi
a.
Pembalut
dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga
mikroorganisme dapat hidup
b.
Pembalut
dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan – gesekan pembalut.
§ Bahan
yang Digunakan dalam Perawatan Luka
a.
Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah
larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena antikseptik ini ini tidak
ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan
muntuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium
klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak
mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam
beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini
adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk antiseptik ini sodium
klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan
larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan
dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka
menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga antiseptik lebih
murah
b.
Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element
non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain
Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau
metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat
larut secara keseluruhan dalam antiseptik dan larutan sodium iodide encer.
Iodide antiseptik dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung
konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999).
Larutan ini akan
melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput Antiseptik
sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan
antiseptik, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan antiseptik
serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptic
seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan
konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan
nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif
kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley
& Aucker, 1999).
Hal-Hal yang harus
diperhatikan
· Membalut
harus rata, jangan terlalu longgar dan jangan terlalu erat, hal ini untuk
mencegah terjadinya pembendungan. Contoh pada kaki dan tangan
· Pembalut
harus sesuai dengan tujuan, contoh : untuk menjaga agar luka jangan
terkontaminasi, untuk merapatnya luka, atau untuk menghentikan perdarahan
· Menggunting
plester jangan terlalu panjang/ terlalu pendek
· Pembalut
yang kotor/ basah segera diganti. Pada luka operasi tanpa drain sampai angkat
jahitan ( minimal 5 hari ), pembalut yang tepat berada di atas luka tidak boleh
diganti. Jadi bila pembalut kotor/ basah hanya bagian atasnya saja yang
diganti, atau pembalut diganti sesuai dengan instruksi dokter
· Memperhatikan
apakah ada perdarahan, atau kotoran – kotoran yang lain untuk menetukan kapan
drain dapat diangkat
· Memperhatikan
komplikasi luka operasi, contoh haematom, adanya pus, pengerasan,
perdarahan, kemerahan atau lecet – lecet pada kulit sekitarnya
B
Mengangkat Jahitan
1) Pengertian
:
Suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi).
Suatu tindakan melepaskan jahitan yang biasanya di lakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi).
2) Tujuan
:
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alenium
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi akibat adanya corpus alenium
3) Persiapan
alat :
a. Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi waten, kasa dalam bak instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3 %
c. Kapas balut
d. Korentang
e. Gunting plester
f. Plester
g. Bensin
h. Alcohol 70 %
i. Bethadin 10 %
j. Kantung balutan kotor/bengkok kosong
a. Set angkat jahitan steril berisi pinset sirugis 2, anatomis 1, gunting hatting up, lidi waten, kasa dalam bak instrumen steril
b. Bengkok berisi lisol 2-3 %
c. Kapas balut
d. Korentang
e. Gunting plester
f. Plester
g. Bensin
h. Alcohol 70 %
i. Bethadin 10 %
j. Kantung balutan kotor/bengkok kosong
4) Prosedur
pelaksanaan
a. Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. Mendekatkan alat ke dekat pasien
c. Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
d. Mencuci tangan
e. Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah dijangkau.
f. Membuka set angkat jahitan secara steril
g. Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong balutan kotor.
h. Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i. Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan mengolesi luka operasi dengan betadhin solution 10%.
j. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang tidak ada simpul.
k. Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l. Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m. Merapikan pasien
n. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o. Mencuci tangan
p. Mencatat pada catatan perawatan.
a. Memberi tahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. Mendekatkan alat ke dekat pasien
c. Membantu pasien mengatur posisi sesuai kebutuhan, sehingga luka mudah dirawat
d. Mencuci tangan
e. Meletakkan set angkat jahit di dekat pasien atau di daerah yang mudah dijangkau.
f. Membuka set angkat jahitan secara steril
g. Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan di masukkan kedalam kantong balutan kotor.
h. Bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
i. Mendesinfeksi sekitar luka operasi dengan alkohol 70% dan mengolesi luka operasi dengan betadhin solution 10%.
j. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan pinset sirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi lain yang tidak ada simpul.
k. Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadin solution 10 %
l. Menutup luka dengan kasa steril kering dan di plester
m. Merapikan pasien
n. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya
o. Mencuci tangan
p. Mencatat pada catatan perawatan.
III.
Mendampingi Klien Yang Krisis
1.
Pengertian Pasien Yang Krisis adalah perubahan dalm
proses yang mengindikasikan hasilnya sembuh atau mati, sedangkan dalam bahasa
yunani artinya berubah atau berpisah.
2.
Karakteristik Situasi Krisis
Pasien kritis adalah
pasien yang memerlukan pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif.
Prioritas pasien yang
dikatakan kritis
1. Pasien prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
1. Pasien prioritas 1
kelompok ini merupakan pasien sakit kritis ,tidak stabil,yang memerlukan perawatan inensif ,dengan bantuan alat – alat ventilasi ,monitoring, dan obat – obatan vasoakif kontinyu dan lain – pain.misalnya pasien bedah kardiotorasik,atau pasien shock septik.pertimbangkan juga derajat hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2. Pasien prioritas 2
pasien ini memerluakn pelayanan pemantauan canggih dari icu.jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi segera,karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arteri cateteter sangat menolong.misalnya pada pasien penyakit jantung,paru,ginjal, yang telah mengalami pembedahan mayor.pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya.
3. Pasien prioritas 3
pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil, dimana status kesehatan sebelumnya,penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing – masing atau kombinasinya,sangat mengurangi kemungkinan sembuh dan atau mendapat manfaat dari terapi icu.
IV.
Mendampingi Klien yang kehilangan
Pengertian
Pasien Yang Kehilangan dan Karakteristik Situasi kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
karakteristik Fase Kehilangan :
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
karakteristik Fase Kehilangan :
Denial àAnger àBergaining àDepresi àAcceptance
1. Fase Denial/ Pengingkaran
a. Reaksi pertama adalah
syok, tidak mempercayai kenyataan.
b. Verbalisasi; “itu tidak
mungkin”, “saya tidak percaya itu terjadi”
c. Perubahan
fisik;letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
2. Fase Anger / Marah
a. Mulai sadar akan
kenyataan
b. Marah di proyeksikan pada
orang lain
c. Reaksi fisik;muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal
d. Perilaku agresif
3. Fase bergaining/tawar menawar
a. Verbalisasi;”kenapa harus
terjadi pada saya? “kalau saja yang sakit bukan saya, seandainya saya
hati-hati”
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik
diri, tidak mau bicara atau putus asa
b. Gejala;menolak makan, susah
tidur, letih, dorongan libido menurun
5. Fase acceptance / Menerima
a. Pikiran pada objek yang
hilang berkurang
b. Verbalisasi;”apa yang harus
saya lakukan agar saya sembuh”, “yeah, akhirnya saya harus operasi”
Tahapan-tahap menghadapi kehilangan dan kematian :
1. Penyangkalan
( Denial ) — “Saya merasa baik-baik saja.”; “Hal ini tidak mungkin
terjadi, tidak pada saya.”
Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk
diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang
mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan setelah kematian..
2. Marah ( Anger
) — “Kenapa saya ? Ini tidak adil!”; “Bagaimana mungkin hal ini dapat
terjadi pada saya?”; “Siapa yang harus dipersalahkan?”
Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa
ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut
akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati
yang tertukar.
3. Menawar
( Bargaining) — “Biarkan saya hidup untuk melihat anak saya
diwisuda.”; “Saya akan melakukan apapun untuk beberapa tahun.”; “Saya akan
memberikan simpanan saya jika…”
Tahapan ketiga melibatkan harapan supaya individu dapat
sedemikian rupa menghambat atau menunda kematian. Biasanya, kesepakatan untuk
perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih tinggi dalam bentuk
pertukaran atas gaya hidup yang berubah. Secara psikologis, individu
mengatakan, “Saya mengerti saya akan mati, tetapi jika saja saya memiliki lebih
banyak waktu…”
4. Depresi ( Depression
) — “Saya sangat sedih, mengapa perduli dengan lainnya?”; “Saya akan mati ..
Apa keuntungannya?”; “Saya merindukan orang saya cintai, mengapa melanjutkan?”
Pada tahapan keempat, penderita yang sekarang, menolak
dibesuk dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini
memberikan kesempatan kepada pasien yang sekarat untuk memutus hubungan dengan
sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. Tidak disarankan untuk mencoba
menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan waktu penting
untuk berduka yang harus dilalui.
5. Penerimaan
( Acceptance ) — “Semuanya akan baik-baik saja.”; “Saya tidak
dapat melawannya, Saya sebaiknya bersiap untuk hal itu.”
Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi
sebagai mahluk hidup atau kepada yang dicintainya.
Tindakan Bidan pada setiap Fase
Kehilangan :
1. Tindakan pasien pada pasien
dengan Tahap Pengingkaran
1). Memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara :
a. Mendorong pasien
untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.
b. Meningkatkan kesabaran
pasien, secara bertahap, tentang kenyataan dan kehilangan apabila sudah siap
secara emosional.
2). Menunjukan
sikap menerima dengan ikhlas kemudian mendorong pasien untuk berbagi rasa
dengan cara.
a. Mendengarkan dengan
penuh perhatian dan minat mengenai apa yang dikatakan oleh pasien tanpa
menghukum atau menghakimi
b. Menjelaskan kepada pasien
bahwa sikapnya dapat timbul pada siapapun yang mengalami kehilangan.
3). Memberikan
jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan
kematian dengan cara :
a. Menjawab pertanyaan
pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan tidak berbelit-belit.
b. Mengamati dengan cermat
respons pasien selama berbicara.
c. Meningkatkan
kesadaran dengan bertahap.
2. Tindakan pada pasien dengan
tahap kemarahan
Mengizinkan dan mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal tanpa melawannya kembali dengan kemarahanya.
§ Menjelaskan kepada keluarga pasien
bahwa sebenarnya kemarahan pasien tidak di tunjukan kepada merka.
§ Memberikan kesempatan atau
mengizinkan ppasien untuk menangis
§ Mendorong pasien untuk menyampaikan
rasa marahnya
3. Tindakan pada pasien dengan
tahap tawar menawar
Membantu pasien dalam mengungkapkan rasa bersalah dan takut
dengan cara :
a. Mendengarkan ungkapan
yang dinyatakan pasien dengan penuh perhatian
b. Mendorong pasien untuk
membicarakan atau rasa bersalahnya
c. Membahas bersama
pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takut
4. Tindakan pada Pasien dengan
Tahap Depresi
1). Membuat pasien mengidentifikasi rasa
bersalahnya dan takut dengan cara :
a. Mengamati perilaku pasien dan
bersama-sama dengan pasien membahas tentang perasaannya
b. Mencegah tindakan bunuh diri
2). Membantu pasien mengurangi rasa
bersalah dengan cara :
a. Menghargai perasaan pasien
b. Membantu pasien menemukan dukungan yang
positif dengan mengkaitkan dengan kenyataan
c. Memberi kesempatan kepada pasien untuk
melampiaskan dan mengungkapkan perasaannya
d. Bersama pasien membahas pikiran yang timbul
5. Tindakan kepada pasien
dengan tahap penerimaan
Membantu pasien ,menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakan dengan cara :
a. Membantu keluarga mengunjungi pasien secara
teratur.
b.Membatu keluarga berbagai rasa
c. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
d.Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan
keluarga.
VI.
Proses Griefing
Mendampingi
klien sakratul maut
A.
Pengertian
Sakaratul maut merupakan keadaan dimana seseorang saat
sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu
sebelum meninggal.
Perawatan pasien yang akn meninggal dilakukan dengan cara
memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal.
B.
Tujuan
1. membarikan rasa tenang
dan puas jasmaniah dan rohaniah kepada pasien dan keluarganya.
2. memberi ketengan dan
kesan yang baik terhadap pasien di sekitarnya.
C.
Persiapan
v Persiapan alat
1. tempat / ruang khusus
(bila memungkinkan)
2. alat-alat vital zign
a) Alat Oksigenasi
b) Tensimeter
c) Termometer
d) Stetoskop
3. Pinset
4. Kain kasa penekan dan
air matang dalam tempatnya
5. Kertas tissue (bila ada)
6. Kapas
7. Handuk kecil/lap
pembasuh untuk menyeka keringat pasien
8. Alat tenun secukupnya
v Persiapan pasien
1. Pasien disiapkan menurut
agama dan kepercayaanya
2. Keluarga pesien diberi tahu
tindakan yang akan dilakukan (pendampingan sakaratul maut)
3. Menyiapkan alat / catatan
untuk menulis pesan dan amanat terakhir pasien
D.
Pelaksanaan
1. Memisahkan pasien sakaratul maut
dengan pasien yang lain
2. Mengijinkan keluarga untuk
mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
3. membersihkan pasien dari keringat
(pasien harus selalu bersih)
4. mengusahakan lingkungan tenang
5. membasahi bibir pasien dengan kasa
lembab bila tampak kering, menggunakan pinset
6. mmbantu melayani dalam upacara
keagamaan
7. mengobserfasi terus menerus
tanda-tanda kehidupan ( vital sign)
E.
Perhatian
1. berbicaralah dengan suara lembut dan penuh
perhatian
2. kekang diri untuk tidak tertawa dan tidak
bergurau di sekitar pasien yang berada dalam keadaan sakaratul maut.
Merawat
jenazah
Perawatan Jenazah
Perawatan jenazah
penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan
universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya.
Setiap petugas
kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati keluarga jenazah dan mengambil
tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan
penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb. Tradisi yang berkaitan
dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan
hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian
dari upacara penguburan.
Perlu diingat bahwa
virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh manusia hidup, maka
beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
Beberapa pedoman
perawatan jenazah adalah seperti berikut:
A.
Tindakan di Luar Kamar Jenazah :
1.
Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
2.
Memakai pelindung wajah dan jubah
3.
Luruskan tubuh jenazah dan letakkan
dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada
4.
Tutup kelopak mata dan/atau ditutup
dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga
5.
Beri alas kepala dengan kain handuk
untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya
6.
Tutup anus dengan kasa dan plester
kedap air
7.
Lepaskan semua alat kesehatan dan
letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah
kewaspadaan universal
8.
Tutup setiap luka yang ada dengan
plester kedap air
9.
Bersihkan tubuh jenazah dan tutup
dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga
10.
Pasang label identitias pada kaki
11.
Bertahu petugas kamar jenazah bahwa
jenazah adalah penderita penyakit menular
12.
Cuci tangan setelah melepas sarung
tangan
B. Tindakan di
Kamar Jenazah
1.
Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai
sarung tangan
2.
Petugas memakai alat pelindung:
a.
Sarung tangan karet yang panjang
(sampai ke siku)
b.
Sebaiknya memakai sepatu bot sampai
lutut
c.
Pelindung wajah (masker dan kaca mata)
d.
Jubah atau celemek, sebaiknya yang
kedap air
3.
Jenazah dimandikan oleh petugas kamar
jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita
penyakit menular
4.
Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau
kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut
5.
Cuci tangan dengan sabun sebelum
memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan
6.
Jenazah yang telah dibungkus tidak
boleh dibuka lagi
7.
Jenazah tidak boleh dibalsem atau
disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam
hal tersebut
8.
Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal
tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan
rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut
9.
Beberapa hal lain yang perlu
diperhatikan adalah:
a.
Segera mencuci kulit dan permukaan lain
dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain
b.
Dilarang memanipulasi alat suntik atau
menyarumkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua alat/benda tajam dalam wadah
yang tahan tusukan
c.
Semua permukaan yang terkena percikan
atau tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan
larutan klorin 0,5%
d.
Semua peralatan yang akan digunakan
kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi
atau sterilisasi
e.
Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya
ditempatkan dalam kantong plastik
f.
Pembuangan sampah dan bahan yang
tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis
Perawatan
jenazah menurut keterampilan dasar praktik klinik
1. tempatkan & atur
jenazah pada posisi anatomis
2. singkirkan pakaian
atau alat tenun
3. lepaskan semua
alat kesehatan
4. bersihkan tubuh
dari kotoran dan noda
5. tempatkan kedua
tangan jenazah diatas abdomen
6. tempatkan satu
bantal diatas kepala
7. tutup kelopak mata,
jika tidak ada tutup bisa dengan kapas basah
8. katupkan rahang
atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk dibawah dagu
9. letakkan alas
dibawah glutea
10. tutup sampai
sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis
11. catat semua milik
pasien & berikan pada keluarga
12. beri kartu atau
tanda pengenal
13. bungkus jenazah
dengan kain panjang.
Perawatan
jenazah yang akan di otopsi
·
Ikuti prosedur rumah sakit & jangan lepas alat kesehatan.
·
Beri label pada pembungkus jenazah.
·
Beri label pada alat protesis yang digunakan
·
tempatkan jenazah pada lemari pendingin
Sumber
v W.Nurul Eko dan Sulistiani
Ardiani.2010. KDPK ( KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN ).
Pustaka Rihama. Yogyakarta
v http://tecky-afifah.blogspot.com/2013/04/mendampingi-pasien-sakaratul-maut.html