KESPRO INCEST,HOMELESS,WANITA DIPUSAT REHABILITASI
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kesehatan
reproduksi adalah suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara
utuh dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem repoduksi serta fungsi dan
prosesnya. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak kasus yang menyangkut masalah
kesehatan reproduksi seperi incest (hubungan badan sedarah), homeless
(tunawisma), dan wanita di pusat rehabilitasi.
Ketiga kasus
ini banyak terjadi di masyarakat dan kebanyakkan korbanya adalah perempuan dan
anak-anak, dampak yang ditimbulkan adalah gangguan pada sistem reproduksi dan
gangguan psikologis yang akan mempengaruhi masadepan pelaksana.
Untuk
menanggulangi masalah ini perlu kerjasama antara masayarakat dan pemerintah
apabila salah satunya tidak berkontribusi dengan baik maka upaya
penanggulanagan tidak akan berhasil dengan baik.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan incest ?
2.
Apa yang dimaksud dengan homeless ?
3.
wanita di pusat rehabilitasi ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
INCEST
A.
PENGERTIAN
Hubungan sedarah (Inggris : Incest) adalah hubungan badan atau hubungan
seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah,
misal ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar
sesama saudara kandung atau saudara tiri.
B.
JENIS-JENIS
INCEST DAN BENTUK BENTUK INCEST
·
Incest yang bersifat sukarela (tanpa
paksaan)
Hubungan
seksual yang dilakukan terjadi karena unsur suka sama suka.
·
Incest yang bersifat paksaan
Hubungan
seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan, misalkan pada anak perempuan
diancam akan dibunuh oleh ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual.
Incest seperti ini pada masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.
Bentuk-Bentuk Incest
1) Ajakan,
rayuan dan paksaan untuk berhubungan seks
2) Sentuhan
atau rabaan seksual seperti pada bibir, buah dada, vagina atau anus
3) Penunjukan
alat kelamin (exibisionisme)
4) Penunjukan
hubungan seksual (menyimpang atau tidak)
5) Mengelurkan
kata-kata porno
6) Memaksa
melakukan masturbasi
7) Memukul
vagina atau buah dada
8) Meletakkan
atau memasukkan benda-benda, jari dan lain-lain ke delam vagina atau anus
9) Berhubungan
seksual
10) Sodomi
11) Mengintip
12) Mengambil
dan menunjukkan foto anak kepada orang lain dengan atau tanpa busana atau
ketika berhubungan seks
13) Mempertontonkan
pornografi atau anak yang digunakan untuk tujuan pornografi
C.
SEBAB DAN AKIBAT DARI INCEST
·
Penyebab
Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest.
Akar dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural,
yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Kompleksitas situasi
menyebabkan ketidakberdayaan pada diri individu. Khususnya apabila ia seorang
laki-laki (notabene cenderung dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan
sangat terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis. Dalam
ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai kekuatan internal/spiritual,
seseorang akan dikuasai oleh dorongan primitif, yakni dorongan seksual ataupun
agresivitas.
Faktor-faktor
struktural tersebut antara lain adalah:
1.
Konflik budaya.
Perubahan sosial terjadi begitu cepat nya seiring
dengan perkembangan teknologi. Alat-alat komunikasi seperti radio, televisi, DVD, HP,
koran, dan majalah telah masuk keseluruh pelosok wilayah Indonesia. Seiring
dengan itu masuk pula budaya-budaya baru yang sebetulnya tidak cocok dengan
budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah mendapat berita kriminal
seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran dan majalah. Juga
informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media. Akibatnya,
tayangan televisi, DVD dan berita di koran atau majalah
yang sering menampilkan kegiatan seksual incest {hubungan sedarah}serta tindak
kekerasannya, dapat menjadi model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu
birahinya.
2.
Kemiskinan
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan
ekonomi, secara khusus kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang
sangat potensial menimbulkan incest {hubungan sedarah}.Banyak keluarga miskin
hanya memiliki satu petak rumah.Rumah yang ada merupakan satu atau dua kamar
dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan seksual terpaksa dilakukan di
tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain. Tempat tidur anak dan
orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi.Ayah yang tidak mampu menahan nafsu
birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya tidur.Situasi semacam ini
memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada kesempatan.
3.
Pengangguran
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya
PHK yang berakibat banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari
pekerjaan, sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting
tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila
menjadi TKW), membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun
butuh biaya.Tidak menutup kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh
menjadi sasaran pelampiasan nafsu birahi ayahnya.
Adapun faktor-faktor Lustig (Sawitri Supardi: 2005)
mengemukakan faktor-faktor lain,yaitu:
a. Keadaan
terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur perempuan utama yang mengurus
keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
b. Kesulitan
seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksualnya.
c. Ketakutan
akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk
lebih memilih desintegrasi struktur dari pada pecah sama sekali.
d. Sanksi yang
terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan
seksual sebagai istri.
e. Pengawasan
dan didikan orang tua yang kurang karena kesibukan orang bekerja mencari nafkah
dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa terjadi incest.
f.
yang normal
pada saat mereka remaja dorongan seksual nya begitu tinggi karena pengaruh
tayangan yang membangkitkan naluri birahi juga ikut berperan dalam hal ini.
· Akibat incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini,
khususnya yang terjadi karena paksaan.Diantaranya,adalah:
a. Gangguan
psikologis.
Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau
trauma post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain,
takut atau khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan
perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa
berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan
tidak teratur.
b. Gangguan
medis.
Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan
incest berpotensi besar untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
c.
Akibat lain
yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat
stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan karena
kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang semestinya
disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut.
d.
Berbagai
studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual seperti
incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi,
memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit
menjaga membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap
seks.
e.
Studi-studi
lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika dewasa juga
terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran, dan
memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.
D. UPAYA MENGATASI INCEST
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai
atapun tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai
berikut:
1. Memperkuat keimanan dengan
menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi
terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian integral
dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan penghayatan akan Tuhan sebagai
pribadi, sehingga relasi dengan Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar
utopia yang absurd.
2. Memperkuat rasa empati, sehingga
lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati
membuat orang lain sebagai korban.
3. Mengisi waktu luang dengan kegiatan
kreatif-positif.
4. Menjauhkan diri dan keluarga dari
hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
5. Memberikan pengawasan dan bimbingan
terhadap anggota keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6.
Memberikan
pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.
2.2
HOMELESS
A.
PENGERTIAN
Homeless atau Tunawisma adalah kondisi orang dan kategori
sosial dari orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal biasanya
karena mereka tidak mampu membayar atau sebaliknya, tidak mampu menjaga,
teratur, aman dan perumahan yang layak atau mereka kekurangan. "tetap,
teratur, dan cukup malam tinggal" definisi hukum yang sebenarnya berbeda
dari satu negara ke negara lain, atau di antara berbagai entitas atau
lembaga-lembaga di negara atau wilayah yang sama.
Beberapa ahli menuturkan definisi
homeless menurut pendapat mereka, di antaranya:
a.
Menurut Humaidi, 2003 , homeless
atau gelandangan berasal dari kata gelandang yang berarti selalu mengembara,
atau berkelana (lelana).
b. Menurut Anon, 1980, gelandangan
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan
yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain.
Istilah tunawisma bisa
juga termasuk orang-orang yang tinggal di malam hari utama berada dalam tempat penampungan tunawisma, dalam sebuah institusi yang
menyediakan tempat tinggal sementara bagi individu dimaksudkan untuk
dilembagakan, atau di tempat umum atau pribadi tidak dirancang untuk digunakan
sebagai akomodasi tidur biasa untuk manusia makhluk.
Homeless (tuna wisma/gelandaan)
adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma dimasyarakat
setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu
dan hidup ditempat umum. berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah
kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api,
atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan
sehari-hari. Sebagai pembatas wilayah dan milik pribadi, tunawisma sering
menggunakan lembaran kardus, lembaran seng atau aluminium, lembaran plastik,
selimut, kereta dorong pasar swalayan, atau tenda sesuai dengan keadaan
geografis dan negara tempat tunawisma berada.Untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari seringkali hidup dari belas kasihan orang lain atau bekerja sebagai
pemulung.
Jadi, homeless atau tunawisma
dapat diartikan sebagai orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan
norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap
diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum. Sedangkan wanita homeless atau
wanita tunawisma dapat diartikan sebagai spesies manusia berjenis kelamin
perempuan, yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat
setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu
dan hidup ditempat umum.
B. ADA
BEBERAPA FAKTOR YANG MENDORONG SESEORANG MENJADI SEORANG HOMELESS ATAU
TUNAWISMA, YAITU:
a. Kemiskinan
Hal
ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi
kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat umum. Kemiskinan
juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan
keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak
mampu membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi
gelandangan.
b. Bencana Alam
Bencana
alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Banyak yang kehilangan tempat
tinggal dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka memilih untuk tinggal di tempat-
tempat umum seperti kolong jembatan karena mereka tak lagi mampu memenuhi
kebutuhan yang semakin lama membutuhkan biaya yang banyak.
c. Yatim Piatu
Anak
yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai tempat tinggal sehingga
mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat umum.
d. Kurang Kasih Sayang
Berbagai
penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih sayang orang
tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari komunitas yang mau menerima dia
apa adanya.
e. Tinggal di Daerah Konflik
Penduduk
yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa keamanannya kurang terjaga
mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain yang mereka anggap lebih aman,
apalagi kalau rumah mereka hancur karena perang. Banyak tindak kekerasan di
wilayah konflik, termasuk pelecehan seksual, perkosaan, pembunuhan sehingga
mereka memaksa meninggalkan daerahnya.
C. ADAPUN FAKTOR YANG
MELATARBELAKANGI SEORANG WANITA HIDUP SEBAGAI GELANDANGAN DI KOTA BESAR DARI
PADA MEREKA HIDUP DI DAERAH ASAL :
a) Natural assets: seperti tanah dan
air, sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai
untuk mata pencahariannya sehingga mereka berbondong-bondong berurbanisasi ke
kota besar guna mencoba peruntungan, yang akhirnya mereka terjebak dalam
situasi yang tak kunjung usai.
b) Human assets: kualitas sumber daya
manusia yang masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat
pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan
teknologi), dimana seorang wanita di desa di diskriminasikan dengan seorang
laki-laki/ seorang wanita tidak boleh sekolah tinggi karena akhirnya mereka
akan turun ke dapur.
c) Physical assets: minimnya akses ke
infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan komunikasi yang membuat para
wanita tersebut semakin tertinggal dan bahkan tidak tahu apapun mengenai dunia
luar dari daerah asal mereka. Sehingga mereka selalu berpikiran positif akan
ada perubahan hidup yang lebih baik jika mereka pergi ke kota, padahal malah
sebaliknya.
d) Financial assets: Minimnya dana yang
dimiliki sebagai modal usaha di kota menjadikan mereka hanya mengandalkan apa
yang dimilikinya. Bila yang dimiliki seorang wanita hanya tenaga, mereka akan
menggunakan tenaga mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentu saja
tidaklah cukup. Sehingga tak jarang seorang wanita gelandangan menjajakan diri
atau berprofesi sebagai PSK. Untuk yang level paling rendahnya, mereka memilih
untuk menjadi seorang pengemis atau pengamen.
e) Social assets: berupa jaringan,
kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam
pengambilan keputusan-keputusan politik. Tentu saja seorang wanita desa
tidaklah tahu menahu akan hal ini. Mereka hanya tahu mengenai bagaimana cara
agar hari ini mereka bisa makan.
D.
PEMBAGIAN TUNA WISMA
Tunawisma
sendiri dibagi menjadi 3, yaitu :
a.
Tunawisma biasa, yaitu mereka
mempunyai pekerjaan namun tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
b. Tunakarya, yaitu mereka yang tidak
mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
c.
Tunakarya cacat, yaitu mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai tempat tinggal, juga mempunyai
kekurangan jasmani dan rohani.
E. TEMPAT PERLINDUNGAN HOME LESS
a.
Luar
Di tanah atau dalam kantong tidur, tenda, atau
improvisasi tempat perlindungan, seperti besar kotak kardus,
tempat sampah
di taman atau tanah kosong.
Improvisasi tempat perkemahan dari
tempat penampungan dan gubuk-gubuk,
biasanya di dekat rel meter, interstates dan transportasi tinggi vena.
c.
Bangunan terlantar
Tunawisma dapat berlindung di
bangunan terlantar ataupun bangunan yang sedang memiliki masalah di bidang
hukum, seperti:
1) Berjongkok di rumah yang tak berpenghuni di mana seorang tunawisma
bisa hidup tanpa pembayaran dan tanpa pengetahuan pemilik atau izin.
2) Kendaraan
Mobil atau truk yang digunakan
sebagai sementara atau kadang-kadang hidup jangka panjang perlindungan,
misalnya oleh orang-orang baru-baru ini diusir dari rumah. Beberapa orang
tinggal di van, sport utility kendaraan, tertutup truk pick-up, station wagon,
sedan, atau hatchbacks.
d. Tempat-tempat umum
Taman, bis atau stasiun kereta api, bandara,
transportasi umum kendaraan (dengan terus-menerus
mengendarai melewati tempat terbatas tersedia), rumah sakit atau menunggu
lobi-lobi daerah, kampus-kampus,
dan 24-jam bisnis seperti toko kopi.
Banyak tempat-tempat umum menggunakan penjaga keamanan atau polisi untuk
mencegah orang dari berkeliaran atau tidur di lokasi tersebut karena berbagai
alasan, termasuk gambar, keselamatan, dan kenyamanan.
Seperti cuaca dingin darurat
penampungan dibuka oleh gereja-gereja atau lembaga masyarakat, yang dapat terdiri dari dipan di
sebuah gudang air panas, atau sementara Shelter Natal.
f.
Kos murah
Di mana sebuah tempat tidur sebagai
lawan dari seluruh kamar bisa disewa murah di asrama-seperti lingkungan.
h. Motel murah
Motel
juga menawarkan harga yang murah, berkualitas rendah penginapan sementara.
Namun, beberapa perumahan yang sanggup tinggal di sebuah motel oleh pilihan.
i.
Teman atau keluarga
Sementara tidur di rumah-rumah teman
atau anggota keluarga (sofa surfing) Sofa surfer mungkin lebih
sulit untuk mengenali dari jalan orang-orang gelandangan.
j.
Terowongan bawah tanah
Terowongan
bawah tanah seperti ditinggalkan kereta bawah tanah, pemeliharaan, atau
terowongan kereta api yang populer di kalangan tunawisma permanen. Para
penghuni tempat perlindungan semacam itu disebut di beberapa tempat. Gua-gua
alam memungkinkan pusat-pusat perkotaan di bawah untuk tempat-tempat berkumpul
para tunawisma bisa. Pipa air yang bocor, kabel listrik, dan pipa uap
memungkinkan untuk beberapa hal yang penting hidup.
F. DAMPAK HOMELESS PADA WANITA
Banyak
yang menjadi korban homeless, khususnya anak-anak dan wanita.Pengaruh homeless
pada anak-anak dan wanita sangat beresiko tinggi dan banyak dampak negatifnya
bagi tumbuh kembang dan kesehatan reproduksi.Pengaruh yang sangat terlihat
adalah pada mentalnya.Tetapi tunawisma perempuan jarang terlihat karena mereka
sering menemukan perlindungan dengan saudara, teman, atau tunawisma lainnya
yang perempuan.Sebagian besar perempuan tunawisma di jalan-jalan itu karena
perceraian atau melarikan diri dari kekerasan dalam rumah tangga.Pengabaian
juga merupakan kontributor kunci pada wanita tunawisma.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk mencegah tunawisma.
Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Perempuan mungkin pada peningkatan risiko tunawisma atau dipaksa untuk hidup dengan mantan atau pelaku saat ini untuk mencegah tunawisma.
Terkadang seorang wanita yang menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya. Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau waktunya.
Banyak
wanita homeless sering menjadi korban dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
ketidakmengertian mereka pada dampak-dampak yang akan mereka alami. Keadaan
seperti itu seharusnya ditanggulangi sejak dini. Jika tidak, maka akan semakin
banyak wanita yang akan mengalami kerusakan pada organ reproduksi, seperti PMS
(Penyakit Menular Seksual) dan Kanker Mulut Rahim (Serviks).
Mungkin
pada dasarnya semua wanita tidak mau menjadi seorang homeless, tetapi karena
berbagai keadaan yang memaksa mereka menjadi homeless seperti:
1.
Sumber Pendapatan yang rendah
2.
Penggusuran rumah
3.
Tidak mempunyai pekerjaan
4. Masalah keluarga
Meski begitu adapun upaya yang bisa
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan korban homeless yaitu:
1.
Memberikan pendidikan kesehatan
2.
Memberikan penyuluhan tentang proses
kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
3. Membantu menyalurkan keterampilan yang mereka miliki
sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk dapat
menghasilkan uang.
4.
Memberikan saran kepada homeless
agar mau bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi
hak-hak kehidupannya.
G.KESEHATAN REPRODUKSI DAN HOMELESS
PADA WANITA
Terkadang seorang wanita yang
menjadi korban homeless memilki bahaya tersendiri bagi kesehatan reproduksinya.
Mereka terancam oleh dunia kejahatan, yang biasanya akan terjerumus oleh
sindikat penjualan perempuan yang akhirnya menjadi seorang PSK(Pekerja Seks
Komersial). Bagi remaja yang belum cukup umur dan kurang pengetahuan, mereka
akan mudah terjerat oleh sindikat ini yang kemudian akan berpengaruh terhadap
segala aspek reproduksinya yang seharusnya belum menjadi tanggungan atau
waktunya.
Banyak wanita homeless sering
menjadi korban dikarenakan kurangnya pengetahuan dan ketidakmengertian mereka
pada dampak-dampak yang akan mereka alami. Keadaan seperti itu seharusnya
ditanggulangi sejak dini. Jika tidak, maka akan semakin banyak wanita yang akan
mengalami kerusakan pada organ reproduksi, seperti PMS (Penyakit Menular
Seksual) dan Kanker Mulut Rahim (Serviks).
Indikator-indikator permasalahan
kesehatan reproduksi wanita di jalanan atau para tunawisma antara lain:
a. Gender, adalah peran masing-masing
pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender
sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran
jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita
juga berbeda-beda.
b. Kemiskinan, antara lain
mengakibatkan:
1) Makanan yang tidak cukup atau
makanan yang kurang gizi.
2) Persediaan air yang kurang, sanitasi
yang jelek dan perumahan yang tidak layak.
3) Tidak mendapatkan pelayanan yang
baik.
c.
Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan
mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah
tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam
situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena
laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini
bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga jender berpengaruh
pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat
kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih
besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan
mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri
sendiri, dan ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan
masyarakat.
d. Kawin muda
Di
negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih banyak
terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang
menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga
karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas
tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini
berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di
samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah
di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan
bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
Sedangkan
. masalah yang timbul dengan semakin banyaknya wanita tunawisma antara lain :
a) Pelecehan seksual.
b) Tindak kekerasan.
c) Pemerkosaan.
d) Paksaan untuk masuk dunia pelacuran.
e) Wanita yang diperjual belikan.
f)
Perbudakan.
g) Komplikasi berbagai penyakit.
H. PERILAKU SEKSUAL WANITA HOMELESS
Pola
perilaku anak perempuan atau wanita yang terjadi di kehidupan jalanan yang
dimulai dari usia sekolah hingga dewasa hampir sama,seakan-akan yang mereka
lakukan adalah hal amat biasa tentunya diikalangan mereka. Berikut contohnya :
a.
Seks bebas
Dari
perilaku seksual usia dini Anak jalanan perempuan, yang mulai seks bebas yaitu
anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14 tahun dan ada yang melakukan dengan
saudaranya sendiri. Hal ini menyebabkan anak jalanan rentan terhadap penyakit
kelamin misalnya HIV atau AIDS.
b.
Penggunaan Drugs
Anak jalanan perempuan rela melakukan hal apapun ( merampas,
mencuri, membeli, hubungan seks) yang penting bisa mendapatkan uang untuk
membeli minuman keras, pil dan zat aditif lainnya. Mereka menggunakan itu
karena ingin menumbuhkan keberanian saat melakukan kegiatan di jalanan.
c.
Tindak kriminal
Kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan
kriminal yang diketahui pernah dilakukan anak jalanan perempuan yaitu memeras,
mencuri, mencopet dan pengedaran pil. Tindak kriminal terhadap anak jalanan ini
juga dilakukan oleh petugas keamanan seperti Polisi, Satpol PP, TNI, Kantor
Informasi dan Komunikasi Pemerintah, DLLAJ. Bagian sosial Pemerintah pada saat
melakukan operasi razia ketertiban terhadap anak jalanan, gelandangan, anak
yang dilacurkan dan pekerja seks komersial dengan perlakuan tidak manusiawi dan
sadis.
d.
Eksploitasi Seksual.
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan
sangat rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti
pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan, penjerumusan anak dalam
prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar daerah khususnya Riau
dan Batam.
e.
Drop out dari sekolah.
Anak-anak jalanan yang dulu pernah sekolah ini banyak
mengalami kekerasan di sekolah seperti perlakuan salah baik yang dilakukan oleh
teman maupun guru mereka.
Tentu saja hal yang tertera diatas adalah kenyataan pahit
yang dialami seorang perempuan di dunia jalanan yang terbilang amat kejam.
Karena tindakan diatas, tak hanya kesehatan reproduksi mereka yang mengalami
gangguan, melainkan kesehatan mental mereka. Apalagi bila seorang mengalami
pelecehan seksual. Trauma yang dibawa akibat kejadian pelecehan seksual itu
akan terbawa sampai dewasa nantinya, yang tentunya akan sangat mengganggu
perkembangan dari gadis tersebut.
Meski begitu adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan korban homeless yaitu:
a)
Memberikan pendidikan kesehatan
b) Memberikan penyuluhan tentang proses
kehidupan dikota tidak senyaman yang mereka pikirkan.
c) Membantu menyalurkan keterampilan
yang mereka miliki sehingga mereka bisa mengandalkan kemampuan mereka sendiri
untuk dapat menghasilkan uang.
d) Memberikan saran kepada homeless agar
mau bergabung dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) untuk melindungi hak-hak
kehidupannya.
I PENANGANAN YANG DILAKUKAN TERHADAP
TUNAWISMA
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah
yang masih terjadi, karena berkaitan satu sama lain dengan aspek-aspek
kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya berupaya untuk
menanggulanginya.Dengan berupaya menemukan motivasi melalui persuasi dan
edukasi terhadap tunawisma supaya mereka mengenal potensi yang ada pada
dirinya, sehingga menumbuhkan keinginan dan semangat untuk berusaha hidup lebih
baik.Langkah-langkah yang telah dilakukan adalah dibangunnya Panti Sosial
penampung para tunawisma (gelandangan). Melakukan pembinaan kepada para
tunawisma yang dilakukan melalui panti dan non panti sehingga dengan cara ini
para tunawisma mendapatkan pengetahuan, pembina harus mengetahui asal usul
daerahnya serta identifikasi penyebab yang mengakibatkan mereka menjadi
penyandang masalah sosial itu. Mengembalikan para tunawisma ke kampung mereka masing-masing.
Disamping hal tersebut pemerintah mengambil kebijakan untuk
menanggulangi munculnya tunawisma antara lain:
a.
Tahap persiapan
Karena tunawisma biasanya tidak mempunyai tempat tinggal,
maka suatu hal yang esensial bila mereka ditanggulangi dengan memotivasi mereka
untuk bersama-sama dikumpulkan dalam di suatu tempat, seperti asrama atau panti
sosial.Tujuan dalam tahap ini yaitu untuk berusaha memasuki atau mengenal
aktivitas atau kehidupan para Tunawisma.
b. Tahap Penyesuaian diri
b. Tahap Penyesuaian diri
Setelah para tunawisma dikumpulkan , kemudian mereka harus
belajar menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru, dimana berlaku
aturan-aturan khusus.
c.
Tahapan pendidikan yang
berkelenjutan
Setelah beberapa para tunawisma dalam lingkungan tersebut
diadakan evaluasi mengenai potensi mereka untuk belajar dengan maksud supaya
mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
2.3
WANITA DI PUSAT
REHABILITASI
Wanita di Pusat Rehabilitas
A.
Pengertian Wanita
Wanita adalah sebutan
yang digunakan untuk spesies manusia berjenis kelamin betina. lawan jenis dari
wanita adalah pria. Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan
perempuan dewasa. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16
hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ
reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan
menyusui.
B.
Pengertian rehabilitasi
Rehabilitasi adalah
program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari
fisik ataupun psikologisnya. Program Rehabilitasi individu adalah program yang
mencangkup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis,
dan pencegahan penyakit.
Beberapa definisi
tentang rehabilitasi yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan yaitu:
a. Menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 tentang Narkotika, Rehabilitasi Medis adalah “suatu proses
kegiatan pemulihan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika”.
b. Menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Rehabilitasi Sosial adalah ”suatu proses
kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas
pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat”.
c. Menurut KEPMENKES
996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan
Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Rehabilitasi adalah
”Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan
non-medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin”.
d. KEPMENKES
996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan
Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA, Sarana Pelayanan
Rehabilitasi adalah ”tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan
rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, berupa Kegiatan Pemulihan
dan Pengembangan secara terpadu baik fisik, mental, sosial dan ag
C.
Macam – macam Pusat Rehabilitasi
Pusat Rehabilitasi
terdiri dari berbagai Macam, diantaranya :
a.
Pusat Rehabilitasi
Pengguna Narkoba / NAPZA
Penggunaan rutin
obat-obatan terlarang oleh pengguna narkoba yang terus berlangsung, dapat
menimbulkan masalah yang semakin bertambah. Biasanya mereka melakukan berbagai
cara untuk mendapatkan obat-obatan, seperti mereka mencari pinjaman dari teman
dan keluarga dengan alasan yang dibuat-buat, serta tidak jarang harta benda
keluarga dijual di bawah harga yang seharusnya untuk membeli obat-obatan tersebut.
Ada beberapa hak-hak
umum yang disediakan bagi korban dan keluarga korban narkoba yang meliputi:
·
Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang
dialaminya.
·
Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi
·
Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku.
·
Hak untuk memperoleh bantuan hokum.
·
Hak untuk memperoleh hak (harta) miliknya.
·
Hak untuk memperoleh akses pelayanan medis.
·
Hak untuk diberitahu bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari
tahanan sementara, atau pelaku buron dari tahanan.
·
Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan
dengan kejahatan yang menimpa korban.
·
Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti
merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.
Dalam hukum
internasional, reparasi adalah hak korban yang tidak dapat dihilangkan dalam
keadaan apapun (non-derogable rights). Untuk menjamin reparasi komisi HAM PBB
telah membuat prinsip dasar dan panduan yang dikenal dengan “Basic Principles
and Guidelines on the Rights to a Remedy and Reparation”. Reparasi yang diatur
dalam hukum internasional ada 4 (empat) bentuk yaitu:
1. Kompensasi: ganti rugi
yang diberikan oleh Negara karna pelaku tidak mampu memberikan ganti rugi
sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya
2. Restitusi : ganti rugi
yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga
dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk
kehilangan atau penderitaan, contoh mengobai korban, menembalian kerugian
3. Rehabilitasi : pemulihan
4. Jaminan tidak berulangnya
pelanggaran berat HAM tersebut.
Tujuan umum pendirian
Pusat Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA Terpadu adalah untuk memberikan jaminan
penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan NAPZA melalui aspek hukum,
aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan
pelatihan dalam bidang NAPZA
secara terpadu sedangkan tujuan khususnya
adalah:
·
Terhindarnya korban dan institusi dan penetrasi pengedar;
·
Terhindarnya kerusakan mental dan masa depan para penyalahguna
NAPZA yang akan membunuh potensi pengembangan mereka;
·
Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit seperti
Hepatitis, HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya;
·
Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial;
·
Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban NAPZA dan aspek
ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman sebagai
pusat jaringan informasi terpadu dan mewujudkan teknis penanganan penyalagunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional.
Tujuan-tujuan yang
termaktub diatas sesungguhnya sejalan dengan upaya-upaya untuk melakukan
pemulihan korban serta sebagai upaya perlindungan terhadap korban NAPZA. Namun
tujuan-tujuan tersebut seringkali tidak berjalan secara ideal dalam prakteknya.
Dari hal-hal tersebut maka bentuk dari rehabilitasi yang ideal
yaitu:
·
Pusat Rehabilitasi adalah dalam upaya untuk memenuhi hak-hak
korban NAPZA bertujuan untuk pemulihan korban baik medis maupun social
·
Pusat Rehabilitasi harus jauh dari model sistem pemenjaraan, hal
ini penting agar Pusat Rehabilitasi betul-betul adalah tempat bagi pemulihan
korban baik secara medis maupun sosial dan bukan merupakan penjara dalam bentuk
lain.
·
Pusat Rehabilitasi ini adalah hasil dari refleksi dari
praktek/program rehabilitasi yang selama ini telah berjalan, dimana lebih
menitikberatkan pada rehabilitasi medis dan cenderung mengabaikan rehabilitasi
sosial.
b.
Pusat Rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks
Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual
pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya.
Di kalangan masyarakat
Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual
tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.
Ada pula pihak yang
menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun dibutuhkan
(evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran
pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya
kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru
akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.
Masalah prostitusi
merupakan masalah yang kompleks karena sangat berkaitan dengan tatanan nilai,
norma agama dan budaya masyarakat.
Beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi Pekerja
Seks Komersial (PSK), antara lain:
· Kemiskinan
· Kebodohan
· lapangan kerja yang
terbatas
· rendahnya self esteem
pada diri seorang wanita.
Latar belakang yang
mempengaruhi subjek menjalani profesi sebagai PSK antara lain :
·
faktor ekonomi (miskin),
·
pendidikan rendah
·
kecewa terhadap orang yang dikasihi,
·
adanya permasalahan dalam keluarga,
·
faktor psikologis (adanya rasa ingin balas dendam dan ingin
mendapatkan sesuatu dengan mudah),
·
terjerumus pergaulan yang salah.
Rehabilitasi bagi Para
PSK dilakukan :
·
Di luar panti di tempat lokalisasi
·
Di dalam panti.
Upaya Rehabilitasi yang
dilakukan meliputi :
· Bimbingan agama
· Bimbingan sosial.
· Latihan keterampilan.
· Pendidikan kesehatan.
· Pendidikan dan
kesejahteraan pribadi.
Menurut Dr. Nafsiah
Mboy, DSA, MPH, pemerhati kesehatan perempuan, memperkirakan jumlah pekerja
seks yang berada di lokalisasi hanya sekitar 10%. Hal ini berarti, jumlah
pekerja seks yang berada di luar lokalisasi masih jauh lebih besar.
c.
Pusat Rehabilitasi
Kanker Payudara
Kanker Payudara adalah
penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam jaringan
payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau
organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Faktor pemicu kanker
jenis ini masih belum diketahui. Kanker ini bisa terkait dengan riwayat kanker
payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau kemungkinan faktor risiko
lainnya. Karena sukar dipastikan, maka semua orang berisiko, khususnya ketika
berusia 40 tahun ke atas.
Tanda-Tanda Peringatan
Kanker Payudara :
·
benjolan yang tidak menyakitkan di payudara
·
rasa gatal dan ruam merah yang tidak kunjung sembuh di putting
·
perdarahan atau lendir yang tidak normal dari puttingkulit
payudara membengkak dan menebal
·
cekungan atau kerutan pada kulit payudara
·
puting tertarik masuk
Pengobatan :
1. Pembedahan
untuk mengangkat kanker.
Bedah yang
mempertahankan payudara:
·
Lukpektomi →pengangkatan kanker dan sedikit jaringan di sekitar.
·
Mastektomi →pengangkatan seluruh payudara dengan atau tanpa
kelenjar getah bening di bawah ketiak.
2. Pembedahan diikuti dengan terapi sistemis:
·
Rehabilitasi
·
Kemoterapi
·
Radioterapi/ terapi hormone untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Langkah-langkah Untuk
Rehabilitasi :
Rehabilitasi fisik
mencakup:
·
Latihan bahu setelah pembedahan
·
Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah
bening.
·
Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan
Rehabilitasi mental
mencakup:
·
Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok
pendukung
·
Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
·
Memeriksakan diri ke dokter secara teratur.
d.
Pusat Rehabilitasi
Osteoporosis
Osteoporosis merupakan
penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang
menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat.
Sekitar 80% persen
penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang
mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penderita osteoporosis
rentan mengalami patah tulang. Karena itu, jika sudah mengalami gejala seperti
nyeri di pinggang, ada baiknya langsung melakukan pemeriksaan tulang. Dan kalau
terdeteksi osteoporosis, langkah – langkah yang harus dilakuan seseorang yang
melakukan kombinasi pengobatan dengan perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki
asupan nutrisi, melakukan olahraga seperti senam rehabilitasi osteoporosis,
menggunakan obatan-obatan untuk osteoporosis, serta mengurangi risiko patah
tulang dengan mencegah kejatuhan.
Rehabilitasi untuk
penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan cara:
·
Senam osteoporosis : dilakukan 3 kali per minggu, untuk
meningkatkan kepadatan tulang, menguatakan otot, memperbaiki kelenturan, serta
mengurangi rasa sakit.
·
Menghindari resiko jatuh
·
Mengikuti terapi obat – obatan osteoporosis selama 1 tahun.
D. Jenis
Rehabilitasi
a) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medis
adalah suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter
spesialis rehabilitasi medis.
b) Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial
adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi medik
membantu penanganan :
·
Gangguan tumbuh kembang / cacat bawaan sejak bayi hingga dewasa.
·
Ancaman kecacatan karena penyakit atau cidera
·
Kecacatan penyakit atau cidera.
·
Dampak psikologis sosial budaya dan vokasional
·
Kecuali cacat pada mata, telinga, dan gangguan jiwa.
D.
Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi
yang lamanya 3 bulan mencakup :
·
Pendidikan agama (kognitif, afektif, dan psikomotor)
·
Psikoterapi kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi
perorangan (Individual Psychotherapy)
·
Pendidikan umum
·
Pendidikan keterampilan
·
Pendidikan jasmani (olahraga)
·
Rekreasi
Hasil yang diharapkan
setelah menjalani program rehabiltasi yaitu :
· Beriman dan bertakwa
· Memiliki kekebalan fisik
maupun mental terhadap NAPZA
· Memiliki keterampilan
· Dapat kembali berfungsi
secara wajar ( layak) dalam kehidupan sehari – hari, baik di rumah (keluarga),
di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun masyarakat.
Pusat
rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap pasien,
perawatanpun disesuaikan menurut penyakit pasien dan seluk-beluk dari awal
terhadap pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar
pasien. Dan pengobatan rawat jalan adalah program yang sangat bermanfaat bagi
para pasien di tahap awal, khususnya bagi pasien yang kecanduan atau addiction.
Gejala
penyakit yang banyak ditemui pada pusat Rehabilitasi:
·
Watak
Pemarah.
·
Perilaku
yang aneh.
·
Kehilangan
nafsu makan.
·
Kehilangan
berat badan.
Para
pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan
kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi
memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi, dan hal ini juga
sangat penting untuk menjaga pasien dari teman-teman dan lingkungan yang
memungkinkan kecanduan kembali terhadap obat-obat terlarang.
Sangat
dianjurkan untuk tidak memilih pusat Rehabilitasi yang terletak dekat dengan
rumah pasien, uangpun memainkan peranan penting dalam perawatan, tidak lupa
kesabaran juga merupakan faktor yang penting baik itu dari pihak individu dan
keluarganya sendiri.
Beberapa
tips menjaga pasien agar tidak mengulang kesalahannya setelah pulang dari pusat
Rehabilitasi:
·
Menemukan
kembali hobi yang positif atau perkerjaan yang tetap bagi pasien.
·
Menjaga
hubungan baik antara lingkungan keluarga dan sekitar.
·
Bertemu
dengan konsultan kejiwaan atau psikiater secara berkala.
·
Kesabaran
dan keyakinan dari pasien itu sendiri akan proses pemulihan dari obat dan
kecanduan.
E.
Pusat Rehabilitasi
Pusat
rehabilitasi adalah tempat atau sarana yg digunakan untuk proses pemulihan atau
perbaikan untuk kembali seperti semula misal ketergantungan narkoba, penyandang
cacat baik fisik atau mental dan masalah yg lain.
1.
Subyek Rehabilitasi
·
Pribadi korban narkoba.
·
Orang-orang terdekat.
·
Masyarakat sekitar dan umum.
·
Gembong dan pengedar narkoba.
2.
Sarana Dan Prasarana Rehabilitasi
·
Tersedia dukungan, pertolongan dan
harapan.
·
Perpustakaan dan buku, bahan
audiovisual dan alat peraga.
·
Sarana peningkatan minat dan
ketrampilan.
·
Sarana rekreasi.
·
Jadwal harian atau program kegiatan.
·
Fasilitas angkutan dan komunikasi.
·
Tenaga professional seperti dokter,
psikiater, psikolog, sosiolog, ahli kerohanian, TOGA, fisioterapi.
3.
Pola Dasar Rancangan Rehabilitasi
·
Tahap I yaitu proses transisi awal
(1-8minggu).
§ Informasi
adanya masalah
§ Informasi
klinis dan keputusan untuk menempuh rehabilitasi
§ Persiapan
akhir lewat detoksifikasi dan stabilitasi awal
·
Tahap II yaitu proses rehabilitasi
intensif (3-18 bulan).
§ Tahap
konsolidasi : secara sadar dan tekun melepaskan diri dari berbagai penyakit dan
akibat lain
§ Tahap pengakuan diri : menemukan jati diri,
menguasai ketrampilan kerja, dibina pengungkapan2 diri
§ Tahap positif thinking and doing : secar sadar
dan dengan inisiatif untuk mencapai prestasi.
·
Tahap III yaitu proses transisi
akhir (1-6 tahun).
§ Terjadi
perdamaian & penyasuain kembali dengan lingkungan
§ Berdamai
dengan dirinya, menatap kedepan dan membuat pilihan hidup
§ Merasa
puas menerima dirinya apa adanya lalu mempercayakan dirinya ke orang lain.
·
Tahap IV yaitu pemeliharaan lanjut
(seumur hidup).
§ Mengubah
dan menjauhi nostalgia kesenangan narkoba
§ Setia
mengikuti program-program dan acara affect care krg lebih 2 tahun
§ Tidak
ada salahnya untuk ikut terlibat dalam gerakan kelompok bersih narkoba.
4.
Jenjang Proses Kesembuhan
a. Jenjang Transisi :
gejala mulai kesadaran bahwa ia kehilangan sesuatu yg berharga : kewarasan,
hidup normal dalam hati kecil, mulai menakui bahwa ia sedang ketagihan,
ketergantungan dan sulit untuk meninggalkan narkoba.
b. Jenjang stabilisasi Dini
: mulai membenahi diri denga cara sendiri, padahal selalu gagal ia mulai
menyadari bahwa itu sia-sia. Akhirnya memutuskan untuk minta bantuan atau jasa
orang lain. Cara menstabilkan diri :
· Mengakui perlunya jasa
pendamping
· Melangkah mengatasi
gejala putus asa
· Melangkah mengatasi
masalah patologis
· Mempelajari metode
mengatasi stress tanpa obat2an.
c. Jenjang kesembuhan awal
: merubah seluruh system keyakinan menempuh arah baru, kehidupan yg berlawanan
dengan narkoba yaitu :
·
Mengaku narkoba itu berbahaya dan banyak membawa masalah
·
Bersedia menerima bantuan dari orang lain
·
Berserah diri pada Tuhan
·
Berusaha membangun hidup baru
·
Bersedia berbuat untuk kekurangan diri/pribadi
·
Yakin akan menerima keberanian, kekuatan dan harapan dr Tuhan.
d. Jenjang kesembuhan
menengah : pola gaya hidup masih rancu, yang perlu dibenahi :
·
Menanggulangi bahaya patah semangat
·
Memperbaiki gangguan narkoba
·
Mengusahakn peningkatan emosi diri
·
Membangun gaya hidup yang seimbang
·
Menata perubahan dan pertumbuhan diri
e. Jenjang
akhir kesembuhan : dalam jenjang akhir ini perhatian dipusatkan pada masalah yg
berukuran pada pecandu seperti : masalah DNA, penularan, keyakinan dan
kepercayaan.
f.
Jenjang Pemantapan : kesembuhan bukan sasaran tapi sarana menuju kesehatan, yang
dapat dilakukan :
·
Memelihara program kesembuhan
·
Mengubah pola hidup
·
Bertambah dan berkembang
·
Mampu menyesuaikan diri
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Incest adalah Hubungan
sedarah hubungan badan atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang
mempunyai ikatan pertalian darah, incest
terbagi menjadi dua golongan yaitu incest sukarela dan paksaan adapun penyebab
incest adalah konflik budaya, kemiskinan dan pengguran dampak yang di timbulkan
adalah gangguan sistem reproduksi dan gangguan psikologis.
Homeless atau Tunawisma adalah orang yang tidak
mempunyai tempat tinggal tetap di wilayah tertentu dan hidup di tempat umum. Atau bisa
juga Homeless yaitu orang
yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus
tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai,
stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan
menjalankan kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Wanita di tempat rehabilitasi yaitu, Pusat rehabilitasi adalah tempat atau
sarana yang digunakan untuk proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali
seperti semula, seperti untuk masalah ketergantungan narkoba, penyandang cacat
baik fisik maupun mental dan masalah lainnya. Rehabilitasi wanita adalah suatu program yang mencakup penilaian
awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis maupun pencegahan
penyakit bagi wanita.
DAFTAR
PUSTAKA
http://duniathoto.blogspot.com/2010/11/wanita-di-pusat-rehabilitasi-kespro.html
Wildyastuti Yani. 2009.Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta :
Fitramaya
Awalia nur baeti.2010.Wanita di Pusat
Rehabilitasi:Jakarta.