Penyelewengan Terhadap UUD 1945 Dan Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebaik apapun
konstitusi negara dibuat tetapi bila pelaksanaannya tidak sesuai dengan amanat
konstitusi tersebut tentu tidak dapat menghasilkan suatu kehidupan kenegaraan
seperti yang dicita-citakan.Demikian pula dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di negara kita.Sejak UUD 1945 disahkan sebagai konstitusi negara,
mulai saat itulah sedikit demi sedikit terjadi penyimpangan terhadap konstitusi
negara.Untuk memperjelas pembahasan mengenai penyimpangan-penyimpangan
terhadap konstitusi negara (UUD 1945) akan dibagi menjadi dua tahap masa berlakunya UUD 1945, yaitu periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, dan periode 5 Juli 1959 sampai sekarang.
terhadap konstitusi negara (UUD 1945) akan dibagi menjadi dua tahap masa berlakunya UUD 1945, yaitu periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, dan periode 5 Juli 1959 sampai sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Penyelewengan
Terhadap UUD 1945 Dan Pancasila
2. Bentuk
– Bentuk Penyimpangan Terhadap UUD 1945 Dan Pancasila
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pancasila Dan UUD 1945
Pancasila
adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata
yang berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan
urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila
pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pengertian
UUD 45
Yang
dimaksud dengan UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan
tersusun atas 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Bagian pembukaan, terdiri atas 4
alinea
2. Bagian batang tubuh, terdiri dari 6
bab, 37 pasal, 4 pasal aturan pengalihan, dan 2 ayat aturan tambahan.
3. Bagian penjelasan, yang meliputi
penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
2.2 Bentuk Bentuk Penyelewengan Terhadap
pelaksanaan UUD 1945
Orde lama merupakan konsep yang biasa dipergunakan untuk menyebut suatu periode pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Kegagalan konstituante dalam merumuskan undang – undang dasar baru dan ketidakmampuan menembus jalan buntu untuk kembali ke UUD 1945, telah mendoronng Presiden soekarno pada tanggal 5 juli mengeluarkan “Dekrit Presiden”. Tindak lanjut dari dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 adalah pembentukn cabinet baru yang diberi nama Kabinet Karya. Dalam prakteknya (atau masa Orde Lama), lembaga – lembaga Negara yang ada belum dibentuk berdasarkan UUD 1945sehingga sifatnya masih sementara.
Dalam masa ini, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislative (bersama – sama dengan DPRGR) telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 terus berlangsung. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup jelas bertentangan dengan UUD 1945. pendek kata, periode pemerintahan antara tahun 1959-1965 ditandai oleh berbagai penyelewengan wewenang dan penyimpangan tarhadap pancasila dan UUD 1945 sehingga disebut sebagai masa orde lama. Hampir semua kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah sangat menguntungkan PKI.
Orde lama merupakan konsep yang biasa dipergunakan untuk menyebut suatu periode pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Kegagalan konstituante dalam merumuskan undang – undang dasar baru dan ketidakmampuan menembus jalan buntu untuk kembali ke UUD 1945, telah mendoronng Presiden soekarno pada tanggal 5 juli mengeluarkan “Dekrit Presiden”. Tindak lanjut dari dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 adalah pembentukn cabinet baru yang diberi nama Kabinet Karya. Dalam prakteknya (atau masa Orde Lama), lembaga – lembaga Negara yang ada belum dibentuk berdasarkan UUD 1945sehingga sifatnya masih sementara.
Dalam masa ini, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislative (bersama – sama dengan DPRGR) telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 terus berlangsung. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup jelas bertentangan dengan UUD 1945. pendek kata, periode pemerintahan antara tahun 1959-1965 ditandai oleh berbagai penyelewengan wewenang dan penyimpangan tarhadap pancasila dan UUD 1945 sehingga disebut sebagai masa orde lama. Hampir semua kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah sangat menguntungkan PKI.
a) Kegagalan (Penyimpangan) Sistem
Pemerintahan Orde Lama
·
MPRS
mengangkat ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup
·
Penyimpangan ideologis, konsepsi Pancasila
berubah menjadi NASAKOM (nasionalis, agama, komunis)
·
Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif
menjadi "politik poros-porosan" (mengakibatkan indonesia keluar dari
PBB)
·
DPR hasil pmlu 1955 dibubarkan presiden
·
Hak budget DPR tidak brjln lagi stlh th 1960
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
b) Kegagalan (Penyimpangan) Sistem Pemerintahan
Orde Baru
·
Semaraknya
korupsi, kolusi, nepotisme
·
Pembangunan
Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat
dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
·
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah
daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
·
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan
para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada
tahun-tahun pertamanya
·
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
·
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi
(terutama masyarakat Tionghoa)
·
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
·
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibredel
·
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan
keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
·
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan
ke pemerintah/presiden selanjutnya)
·
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang
terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru
karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
c) Kegagalan (Penyimpangan) pada masa
Reformasi
·
Belum
terlaksananya kebijakan pemerintahan Habibie karena pembuatan perudang-undangan
menunjukkan secara tergesa-gesa, sekalipun perekonomian menunjukkan perbaikan
dibandingkan saat jatuhnya Presiden Soeharto.
·
Kasus pembubaran Departemen Sosial dan
Departemen Penerangan pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid, menciptakan
persoalan baru bagi rakyat banyak karena tidak dipikirkan penggantinya
·
Ada perseteruan antara DPR dan Presiden
Abdurachman Wahid yang berlanjut dengan Memorandum I dan II berkaitan dengan
kasus “Brunei Gate” dan “Bulog Gate”, kemudian MPR memberhentikan presiden
karena dianggap melanggar haluan negara.
·
Baik pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid
maupun Megawati, belum terselesaikan masalah konflik Aceh, Maluku, Papua,
Kalimantan Tengah dan ancaman disintegrasi lainnya.
·
Belum maksimalnya penyelesaian masalah
pemberantasan KKN, kasus-kasus pelanggaran HAM, terorisme, reformasi birokrasi,
pengangguran, pemulihan investasi, kredibilitas aparatur negara, utang
domestik, kesehatan dan pendidikan serta kerukunan beragama
2.3 Bentuk-
Bentuk Penyimpangan Pancasila Dan UUD 1945
Pengertian Penyimpangan Sosial
Secara Umum
Penyimpangan sosial atau perilaku
menyimpang, sadar atau tidaksadar pernah kita alami atau kita lakukan.
Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh
mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit
tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat.
Suatu perilaku dianggap menyimpang
apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku
dalam masyarakat. atau, penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola
perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak
masyarakat.
Pengertian Penyimpangan Sosial
menurut ahli :
·
James
W. Van Der Zanden Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh
sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas
toleransi.
·
Robert
M. Z. Lawang Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka
yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.
Penyimpangan Nilai – nilai Pancasila
1. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa
Kasus yang bertentangan dengan adanya sila pertama adalah :
Bom Bali I
Bom Bali
2002 atau bisa disebut Bom Bali I adalah
rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12
Okteber 2012. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di
Jalan Legian, Kuta,Bali. Sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor
Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian
pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh
pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada
tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera,
kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi
yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa
terorismeterparah dalam sejarah Indonesia.
2.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kasus yang
bertentangan dengan sila kedua ini adalah :
Hutang
Ciptakan Ketidakadilan bagi Rakyat Miskin
Upaya
pemerintah untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang yang dinilai sudah
mencapai taraf membahayakan telah memunculkan ketidakadilan bagi rakyat kecil
pembayar pajak. Pasalnya, saat ini, penerimaan pajak, baik dari pribadi
maupun pengusaha, digenjot untuk bisa membayar pinjaman, termasuk utang yang
dikemplang oleh pengusaha hitam obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI). Hal ini berarti rakyat kecil pembayar pajak seakan dipaksa menyubsidi
pengusaha kaya pengemplang BLBI. Akibatnya, kemampuan penerimaan negara dari
pajak justru kian berkurang untuk program peningkatan kesejahteraan pembayar pajak
seperti jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
3. Sila
Persatuan Indonesia
Kasus yang menyimpang dari nilai sila ketiga ini adalah :
Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi
Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965
yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari
pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri
atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya.
OPM merasa
bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain
maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak
tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana
pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada
bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap
sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.
4.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
dan Perwakilan.
Kasus yang
menyimpang dari sila ini adalah :
Hukuman
Antara Koruptor Dengan Pencuri Kakao, dan Semangka.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan Jaksa kita kekurangan pekerjaan sehingga
kasus pengambilan 3 biji kakao senilai Rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan.
Begitu pula dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana kedua tersangka
disiksa dan ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara.
Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank
Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji
yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima talangan Bank Century.
Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat
apa-apa bagi rakyatnya. Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak,
tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia
mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara.
Itulah gambaran hukum yang terjadi di Indonesia. Tidak adanya keadilan hukuman
antara rakyat miskin dengan orang yang berkuasa. Hal in menunjukkan bahwa hukum
di Indonesia dapat dengan mudahnya diperjual belikan bagi mereka yang mempunyai
uang. Memang sungguh ironis ini terjadi dinegara kita, yang notabennya adalah
negara hukum, tetapi hukum yang berjalan sangatlah amburadul. Seharusnya
pemerintah lebih tegas kepada mafia hukum, yang telah banyak mencuri hak-hak
rakyat kecil. Satgas pemberantasan mafia hukum seharusnya segera melakukan
langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek
jera kepada para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah
kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan. Selain itu, kepada para pelaku
kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus
diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka
tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi.
5. Sila
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kasus yang
terjadi dari penyimpangan sila kelima ini adalah :
Kehidupan
Antara Warga Jakarta dengan Papua
Kehidupan masyarakat papua dengan masyarakat jakarta tentulah sangat berbeda,
yang penduduknya juga merupakan penduduk Indonesia juga, tetapi kehidupan
mereka sangat jauh berbeda. Masih banyak masyarakat papua yang memakai koteka,
pembangunan di derah tersebut juga tidak merata. Kita bandingkan saja dengan
kehidupan masyarakat di Jakarta, banyak orang-orang memakai pakaian yang
berganti-ganti model, banyak bangunan menjulang tinggi.
Penyimpangan UUD 1945
1) Bentuk-
Bentuk Penyimpangan Terhadap UUD 1945 dari Masa Orde Lama Sampai UUD S 1945
Penyimpangan pada awal kemerdekaan banyak, antara lain:
Penyimpangan pada awal kemerdekaan banyak, antara lain:
·
Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X
tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum
terbentuknya DPR, MPR, dan DPA.
·
Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem
pemerintahan parlementer.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, ada begitu banyak penyimpangan konstitusi.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, ada begitu banyak penyimpangan konstitusi.
2) Adapun bentuk-bentuk penyimpangan
UUD 1945 pada masa Orde Lama, misalnya:
·
Kekuasaan Presiden dijalankan secara
sewenang-wenang, hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada
waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden.
·
MPRS menetapkan Oresiden menjadi Presiden
seumur hidup, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan
Presiden.
·
Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai
menteri, dengan demikian, MPR dan DPR berada dibawah Presiden.
·
Pimpinan MA diberi status menteri, ini
merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka.
·
Presiden membuat penetapan yang isinya
semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR), dengan
demikian Presiden melampaui kewenangannya.
·
Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur
dalam konstitusi, yaitu, Front Nasional.
·
Presiden membubarkan DPR; padahal menurut
konstitusi, Presiden tidak bisa membuabarkan DPR.
3) Sedangkan, bentuk-bentuk
penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
· Terjadi pemusatan di tangan Presiden, sehingga
pemerintahan dijalankan secara otoriter.
· Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
· Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis,
pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga
Presiden terus menerus dipilih kembali.
· Terjadi monopoli penafsiran Pancasila,
ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
· Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak
berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
· Pemerintahan campur tangan terhadap kekuasaan
kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
· Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak
terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
· Terjadi Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang
luar biasa parahnya sehingga bisa merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat
pada terjadinya krisis multimensi.
4) Pada Periode 1959-1966
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
·
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil ketua
MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
·
MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup.
·
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui
gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.
5) Pada Periode 1966-1998
Terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantarnya:
Terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantarnya:
·
Ketetapan
MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan
terhadapnya.
·
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara lainmenyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
·
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Berbagai
penyimpangan terhadap konstitusi-konstitusi di Indonesia, dibedakan atas dua
kurun waktu, yaitu:
A.
Sejak ditetapkannya UUD 1945 oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sampai berlakunya konstitusi RIS 27 Desember 1949.
1.
Periode 1945-1949
Pada awal
kemerdekaan negara Indonesia masih dalam masa peralihan hukum dan pemerintahan,
yang bertekad mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamasikan. Segala
perhatian ditujukan untuk memenangkan kemerdekaan sehingga dalam pelaksanaan
UUD 1945 terjadi penyimpangan-penyimpangan konstitusional.
Sistem
pemerintahan belum dilaksanakan sepenuhnya. Pada saat itu, berlaku pasal IV
Aturan Peralihan yang menetapkan segala kekuasaan negara dijalankan oleh
presiden dengan bantuan Komite Nasional (sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD 1945). Komite Nasional adalah penjelmaan kebulatan tujuan dan
cita-cita bangsa untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan
kedaulatan rakyat. Usaha Komite Nasional adalah:
·
Menyatakan
kemauan rakyat Indonesia untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka
·
Mempersatukan
rakyat dari berbagai lapisan dan jabatan supaya terpadu pada segala tempat di
seluruh Indonesia, persatuan kebangsaan yang bulat dan erat;
·
Membantu
menentramkan rakyat dan turut menjaga keselamatan umum;
·
Membantu
pimpinan dalam penyelenggaraan cita-cita bangsa Indonesia dan di daerah
Penyimpangan
konstitusional yang terjadi pada awal kemerdekaan yaitu:
·
Komite
Nasional Pusat berubah fungsi dari pembantu presiden menjadi badan yang
diserahi kekuasaan legislatif yang ikut menentukan Garis-Garis Besar Haluan
Negara, atas dasar Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, serta
meyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung
gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara
mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.
·
Adanya
perubahan sistem kabinet presidensial menjadi cabinet parlementer, setelah
dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Akibatnya
dibentuklah kabinet yang pertama negara RI yang dipimpin Perdana Menteri Sutan
Syahri Pemerintahan parlementer tidak berjalan sebagaimana harapan Maklumat
Pemerintahan 14 November 1945, karena keadaan politik dan keamanan negara,
misalnya penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir 2 Oktober 1946, serangan umum
Belanda tahun 1947, dan pemberontakan PKI Madiun. Kejadian ini memaksa presiden
untuk mengambil alih kekuasaan menjadi system pemerintahan presidensial.
2.
Periode Konstusi RIS (27 Desember
1949-17 Agustus 1950)
Periode
ini ditandai dengan berlakunya negara Republik Indonesia Serikat sebagai akibat
perjanjian Konferensi Meja Bundar, yang isinya:
·
Didirikannya
negara Republik Indonesia Serikat.
·
Pengakuan
kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada negara Republik Indonesia
Serikat.
·
Didirikannya
Uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Berdirinya
negara RIS dengan Konstitusi RIS (yang terdiri dari Mukadimah 4 alinea, 6 bab,
197 pasal dan lampiran) sebagai undang-undang dasarnya, menimbulkan
penyimpangan, antara lain:
·
Negara
RI hanya berstatus sebagai salah satu negara bagian, dengan wilayah kekuasaan
daerah sebagaimana dalam persetujuan Renville dan sesuai dengan bunyi pasal 2
Konstitusi RIS.
·
UUD
1945 sejak tanggal 27 Desember 1949 hanya berstatus sebagai UUD negara bagian
RI.
·
Demokrasi
yang berkembang adalah demokrasi liberal.
·
Berlakunya
sistem parlementer yaitu pemerintahan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Pemerintahan dikepalai seorang Perdana Menteri, sedangkan Presiden sebagai
Kepala Negara.
·
Sebagai
akibat sistem parlementer, kabinet tidak mampu melaksanakan programnya dengan
baik dan dinilai negatif oleh DPR.
·
Terjadinya
pertentangan politik di antara partai-partai politik saat itu (yang bercorak
agama, nasionalis, kedaerahan dan sosialis, dengan system multipartai).
Negara
bagian bukanlah bentuk negara yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia,
sehingga timbul reaksi rakyat untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Satu persatu negara bagian menggabungkan diri kepada negara RI, yang
berpusat di Yogyakarta. Penggabungan negara berdasarkan pasal 44 Konstitusi RIS
1949 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan
Susunan Kenegaraan Wilayah RIS, Lembaran Negara No. 16 Tahun 1950 (mulai
berlaku 9 Maret 1950). Akibat penggabungan ini, maka Negara RIS hanya memiliki
tiga negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan
Negara Sumatera Timur. Kemudian Negara RI dan RIS (wakil Negara Indonesia Timur
dan Negara Sumatera Timur) bermusyawarah untuk mendirikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Musyawarah antara negara RI dan RIS mencapai kata sepakat
untuk membentuk negara kesatuan pada tanggal 19 Mei 1950. Kesepakatan itu
dituangkan dalam Piagam Persetujuan RI-RIS, yang oleh Dr. Moh.Hatta (pemegang
mandat dua negara bagian) dan Mr. A. Halim (pemerintah RI).
Pada
tanggal 15 Agustus 1950, menurut pasal 1 UU No. 7 Tahun 1950 ditetapkan
perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara Republik Indonesia (dikenal
dengan UUDS 50 yang terdiri dari 4 alinea, 6 bab, dan 146 pasal). UUDS 50 ini
mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
3.
Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 -
5 Juli 1959)
Sejak
berlakunya UUDS 1950, maka tidak berlaku lagi UUD 1945, karena negara kesatuan
tidak mengenal UUD lain. UUD 1945 dikenal sebagai dokumen sejarah sampai
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Ciri pemerintahan pada masa UUDS
1950 adalah:
1) Berlaku sistem kabinet parlementer,
yang menimbulkan tujuh kali pergantian kabinet (dari 1950-1959) yaitu:
a) Kabinet Natsir, (6 September 1950
- 27 April 1951)
b) Kabinet Sukiman, (27 April 1951 -
3 April 1952)
c) Kabinet Wilopo, (3 April 1952 -
30 Juli 1953)
d) Kabinet Ali Sastroamidjoyo, (30
Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
e) Kabinet Burhanudin Harahap, (12
Agustus 1955 - 24 Maret 1956)
f) Kabinet Ali Sastroamidjoyo, (24
Maret 1956 - 9 April 1957)
g) Kabinet Djuanda, (9 April 1957 -
10 Juli 1959)
2) Presiden dan wakil presiden tidak
dapat diganggu gugat (pasal 83 ayat 1 UUDS 1950).
3) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk keseluruhan maupun masingmasing untuk
bagiannya sendiri-sendiri. (pasal 83 ayat (2) UUDS 1950).
4) Presiden berhak membubarkan DPR,
dengan ketentuan harus mengadakan pemilihan DPR baru dalam 30 hari.
5) Dilaksanakannya pemilu yang pertama
setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa cabinet Burhanudin Harahap (1955).
Pemilu dilaksanakan dua kali yaitu:
·
29
September 1955 untuk memilih anggota DPR.
·
15
Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. (Konstituante bersama
pemerintah petugas membuat rancangan UUD sebagai pengganti UUDS 1950,
secepat-cepatnya sebagaimana tertuang dalam pasal 134 UUDS 1949).
6) Konstituante gagal menetapkan UUD
yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Kegagalan ini dianggap oleh Presiden
Soekarno dapat membahayakan keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara. Oleh
karena itu, dengan dukungan sebagian besar rakyat Indonesia, presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang kembalinya kepada UUD 1945
yang terdiri dari Pembukaan UUD 1945; Batang Tubuh 16 bab, 37 pasal, 4 pasal
Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan).
B.
Sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959 sampai sekarang, yang terbagi atas masa Orde Lama, Orde Baru, dan
masa Era Global (Reformasi). Pelaksanaan berlakunya konstitusi-konstitusi di
Indonesia (UUD 1945 I, Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan UUD 1945 II) telah
melahirkan berbagai penyimpangan secara konstitusional dalam kehidupan
ketatanegaraan RI. Berikut ini akan diuraikan contoh penyimpangan-penyimpangan
itu.
1.
Berbagai Penyimpangan Pada Masa Orde
Lama (1959-1965)
Pada masa
Orde Lama lembaga-lembaga negara MPR, DPR, DPA dan BPK masih dalam bentuk
sementara, belum berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan oleh UUD
1945. Beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama, antara lain:
a. Presiden selaku pemegang kekuasaan
eksekutif dan legislatif (bersama DPR) telah mengeluarkan ketentuan perundangan
yang tidak ada dalam UUD 1945 dalam bentuk penetapan presiden tanpa persetujuan
DPR.
b. Melalui Ketetapan No. I/MPRS/1960,
MPR menetapkan pidato presiden 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita” (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN bersifat
tetap. Hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945.
c. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai
Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945, karena DPR menolak
APBN yang diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong Royong
(DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
d. Presiden membubarkan DPR hasil
pemilu 1955, karena DPR menolak APBN yang diajukan oleh presiden. Kemudian
presiden membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan
diberhentikan oleh presiden.
e. Pimpinan lembaga-lembaga negara
dijadikan menteri-menteri negara, termasuk pimpinan MPR kedudukannya sederajat
dengan menteri. Sedangkan presiden menjadi anggota DPA.
f. Demokrasi yang berkembang adalah
demokrasi terpimpin.
g. Berubahnya arah politik luar negeri
dari bebas dan aktif menjadi politik yang memihak salah satu blok.
Beberapa
penyimpangan tersebut mengakibatkan tidak berjalannya sistem sebagaimana UUD
1945, memburuknya keadaan politik, keamanan dan ekonomi sehingga mencapai
puncaknya pada pemberontakan G-30-S/PKI. Pemberontakan ini dapat digagalkan
oleh kekuatan-kekuatan yang melahirkan pemerintahan Orde Baru.
2.
Berbagai Penyimpangan Pada Masa Orde
Baru (1965-1998)
Orde Baru
sebagai pemerintahan yang berniat mengoreksi penyelewenangan di masa Orde Lama
dengan menumbuhkan kekuatan bangsa, stabilitas nasional dan proses pembangunan,
bertekad melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Bentuk koreksi
terhadap Orde Lama, yaitu melalui:
a.
Sidang MPRS yang menghasilkan:
·
Pengukuhan
Supersemar melalui Tap. No. IX/MPRS/1966. (Lahirnya Supersemar dianggap sebagai
lahirnya pemerintahan Orde Baru).
·
Penegasan
kembali landasan Kebijakan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (TAP No.
XII/MPRS/1966).
·
Pembaharuan
Kebijakan Landasan Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (TAP No. XXIII/MPRS/1966).
·
Pembubaran
PKI dan ormas-ormasnya (TAP No. XXV/MPRS/1966).
·
Pencabutan
Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno (TAP No.
XXXIII/MPRS/1966).
·
Pengangkatan
Soeharto sebagai Presiden sampai dengan terpilihnya Presiden oleh MPR hasil
pemilihan umum (TAP No. XLIV/MPRS/1968).
b.
Pembentukan undang-undang oleh
Pemerintah bersama DPR terdiri dari:
·
UU
No. 3 Tahun 1967 tentang DPA yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 1978.
·
UU
No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu.
·
UU
No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
·
UU
No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan UU
No. 14 Tahun 1985 tentang MA.
·
UU
No. 5 Tahun 1973 tentang Susunan dan Kedudukan BPK.
c.
Pembahasan rancangan undang-undang
tentang pemilu yang memutuskan 12 persetujuan, yaitu:
·
Jumlah
anggota DPR tidak boleh dibesar-besarkan.
·
Ada
perimbangan antara wakil dari Pulau Jawa dan luar Jawa.
·
Diperhatikannya
faktor jumlah penduduk.
·
Ada
anggota yang diangkat dan yang dipilih.
·
Setiap
kabupaten dijamin satu wakil.
·
Persyaratan
tempat tinggal calon harus dihapuskan.
·
Yang
diangkat adalah wakil dari ABRI dan sebagian sipil.
·
Jumlah
anggota MPR yang diangkat sepertiga dari seluruh anggota MPR.
·
Jumlah
anggota DPR adalah 460 terdiri dari 360 yang dipilih dan 100 yang diangkat.
·
Sistem
pemilu adalah perwakilan berimbang sederhana.
·
Sistem
pencalonan adalah stelsel daftar.
·
Daerah
pemilihan adalah Daerah Tingkat I.
Di samping
koreksi tersebut pemerintahan Orde Baru telah melakukan berbagai penyimpangan,
antara lain:
a.
Dalam praktek pemilihan umum,
terjadi pelanggaran misalnya:
·
Terpengaruhnya
pilihan rakyat oleh campur tangan birokrasi.
·
Panitia
pemilu tidak independen.
·
Kompetisi
antarkontestan tidak leluasa.
·
Penghitungan
suara tidak jujur.
·
Kampanye
terhambat oleh aparat keamanan/perizinan.
·
TPS
dibuat di kantor-kantor.
·
Pemungutan
suara dilaksanakan pada hari kerja.
·
Pemilih
pendukung Golkar diberi formulir A-B, 5 sampai 10 lembar seorang.
b.
Di bidang politik, antara lain:
·
Ditetapkannya
calon resmi partai politik dan Golkar dari keluarga presiden atau yang terlibat
dengan bisnis keluarga presiden, dan calon anggota DPR/MPR yang monoloyalitas
terhadap presiden (lahirnya budaya paternalisti /kebapakan dan feodal gaya
baru).
·
Tidak
berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial, karena
didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga memicu budaya
korupsi kolusi dan nepotisme.
·
Golkar
secara terbuka melakukan kegiatan politik sampai ke desa-desa, sedangkan parpol
hanya sampai kabupaten.
·
Ormas
hanya diperbolehkan berafiliasi kepada Golkar.
·
Berlakunya
demokrasi terpimpin konstitusional (Eep Saefulloh Fatah, 1997: 26).
c.
Di bidang hukum, antara lain:
·
Belum
memadainya perundang-undangan tentang batasan kekuasaan presiden dan adanya
banyak penafsiran terhadap pasal-pasal UUD 1945.
·
Tidak
tegaknya supremasi hukum karena penegak hukum tidak konsisten, adanya mafia
peradilan, dan banyaknya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini tidak
menjamin rasa adil, pengayoman dan kepastian hukum bagi masyarakat.
·
Ada
penyimpangan sekurang-kurangnya 79 Kepres (1993-1998) yang dijadikan alat
kekuasaan sehingga penyelewengan terlindungi secara legal dan berlangsung lama
(hasil kajian hukum masyarakat transparansi Indonesia).
d.
Di bidang ekonomi, antara lain:
·
Perekonomian
nasional sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD 1945 tidak terpenuhi, karena
munculnya pola monopoli terpuruk dan tidak bersaing. Akses ekonomi kerakyatan
sangat minim.
·
Keberhasilan
pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan antara yang kaya dan
miskin serta merebaknya KKN.
·
Bercampurnya
institusi negara dan swasta, misalnya bercampurnya jabatan publik, perusahaan
serta yayasan sehingga pemegang kekuasaan dan keuntungan menjadi pemenang serta
mengambil keuntungan secara tidak adil. Sebagai contoh kasus-kasus Kepres Mobil
Nasional, Institusi Bulog, subordinasi Bank Indonesia, dan proteksi Chandra
Asri.
·
Adanya
korporatisme yang bersifat sentralis, ditandai oleh urbanisasi besar-besaran
dari desa ke kota atau dari daerah ke pusat. Korporatisme ialah sistem
kenegaraan dimana pemerintah dan swasta saling berhubungan secara tertutup satu
sama lain, yang ciri-cirinya antara lain keuntungan ekonomi hanya dinikmati
oleh segelintir pelaku ekonomi yang dekat dengan kekuasaan, dan adanya kolusi
antara kelompok kepentingan ekonomi serta kelompok kepentingan politik.
·
Perkembangan
utang luar negeri dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut Dikdik J.
Rachbini (2001:17-22) pada tahun 1980- 1999 mencapai 129 miliar dolar AS, yang
berarti aliran modal ke luar negeri pada masa ini mencapai angka lebih dari
seribu triliun. Sementara kebijakan utang luar negeri tercemar oleh kelompok
pemburu keuntungan yang berkolusi dengan pemegang kekuasaan. Kebijakan
pemerintah dianggap benar, sedangkan kritik dan partisipasi masyarakat lemah.
Kombinasi utang luar negeri pemerintah dengan swasta (yang memiliki utang luar
negeri berlebihan) menambah berat beban perekonomian negara kita.
·
Tahun
1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang ditandai naiknya harga kebutuhan
pokok dan menurunnya daya beli masyarakat. Krisis ini melahirkan krisis
politik, yaitu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Soeharto.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan, besarnya utang yang harus dipikul oleh
negara, meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial,
menumbuhkan krisis di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mendorong timbulnya
gerakan masyarakat terhadap pemerintah, yang dipelopori oleh para mahasiswa dan
dosen. Demonstrasi besar-besaran pada tanggal 20 Mei 1998 merupakan puncak
keruntuhan Orde Baru, yang diakhiri dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden
Soeharto kepada B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
3.
Berbagai Penyimpangan Pada Era
Global (Reformasi)
Berbagai penyimpangan telah terjadi
selama era Reformasi, antara lain:
·
Belum
terlaksananya kebijakan pemerintahan Habibie karena pembuatan perudang-undangan
menunjukkan secara tergesa-gesa, sekalipun perekonomian menunjukkan perbaikan
dibandingkan saat jatuhnya Presiden Soeharto.
·
Kasus
pembubaran Departemen Sosial dan Departemen Penerangan pada masa pemerintahan
Abdurachman Wahid, menciptakan persoalan baru bagi rakyat banyak karena tidak
dipikirkan penggantinya.
·
Ada
perseteruan antara DPR dan Presiden Abdurachman Wahid yang berlanjut dengan
Memorandum I dan II berkaitan dengan kasus “Brunei Gate” dan “Bulog Gate”,
kemudian MPR memberhentikan presiden karena dianggap melanggar haluan negara.
·
Baik
pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid maupun Megawati, belum terselesaikan
masalah konflik Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan Tengah dan ancaman disintegrasi
lainnya.
·
Belum
maksimalnya penyelesaian masalah pemberantasan KKN, kasus-kasus
pelanggaran HAM, terorisme, reformasi birokrasi, pengangguran,
pemulihan investasi, kredibilitas aparatur negara, utang domestik, kesehatan
dan pendidikan serta kerukunan beragama
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
\ UUD 1945 telah
beberapa kali mengalami periode keberlakuannya. UUD 1945 dalam kurun pertama
tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena situasi politik yang tidak stabil.
Dalam kurun waktu itu juga dibentuk anggota DPA sementara. Pada 5
Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan bahwa UUD 1945
berlaku lagi bagi seluruh bangsa Indonesia setelah sebelumnya berlaku UUDS
1950.
Pada masa orde Lama (1950-1965) ditemukan banyak terjadi penyelewengan
terhadap UUD 1945. Penyelewengan serius terhadap UUD 1945 pada masa Orde
Lama terjadi dengan memusatnya kekuasaan secara mutlak pada satu tangan,
yaitu Kepala Negara. Presiden tidak lagi tunduk kepada MPR, bahkan sebaliknya
MPR yang ditundukkan di bawah Presiden.
Pada masa Orde Baru, pelaksanaan terhadap UUD 1945 dan Pancasila dilakukan
secara murni dan konsekuen. Selain itu, masa Orde Baru juga telah berhasil
menyalurkan aspirasi rakyat dalam mengadakan koreksi terhadap penyimpangan pada
masa Orde Lama.
Dalam kurun waktu 1998 hingga masa Reformasi dilakukan kajian ilmiah
terhadap UUD’45 yang akhirnya menuntut dilakukannya amandemen dengan tujuan
penyempurnaan UUD 1945. Contoh
penyimpangan nyata terhadap nilai – nilai Pancasila dari sila pertama sampai
sila kelima seperti: Bom Bali I, Hutang ciptakan ketidakadilan bagi rakyat
miskin, Organisasi
Papua Merdeka (OPM), Hukuman antara koruptor dengan pencuri kakao dan
semangka serta kehidupan antara warga Jakarta dengan Papua.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Syarifuddin(Ed.). Geger
Konstitusi;Gagasan dari Ekstra
Parlemen.2002.hlm.118
·
Kaelan.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.
·
Tamburaka,Rustam.1995.Pendidikan Pancasila.Jakarta:PT
Dunia Pustaka Jaya.
·
Buku Kewarganegaraan.2005. Pancasila
sebagai Dasar dan Ideologi Negara.Jakarta:Yudhistira.
·
Ita,D.2011.”Prilaku Yang Bertentangan
Dengan Nilai Nilai
Pancasila.”http://rumahsehatkiita.wordpress.com/2011/12/09/prilaku-yang-bertentangan-dengan-nilai-nilai-pancasila/(diakses
pada 3 Okteber 2013)
·
http://kuliahade.wordpress.com/2010/07/30/pancasila-penjelasan-sila-sila
(diakses pada 3 Oktober 2013).