Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

PENYAKIT TBC (TUBERKULOSIS) DALAM KEHAMILAN




a.    Definisi Tuberkulosis (TCB)
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah karenasebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection danselanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi yang diakibatkannya. Darah atau dahak  berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dariglottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darahtidak luas, sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi. Biasanya penyakit TBC sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih produktif.
b.    Tuberkulosis (TBC) Pada Kehamilan
Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin. 
 Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua .macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang potensial pada janin.
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
                     Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya

c.          Gejalah Penyakit  TBC
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.
d.        Penyebab Penyakit TBC
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
e.          Efek Penyakit TBC Pada Janin
jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999  tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 )
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
f.           Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.
g.         Pengaruh tuberkulosis pada bayi
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama proses persalinan.
Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka negative.

PENANGANAN TUBERCULOSIS DALAM KEHAMILAN
a.      Penanganan Tuberkulosis dalam persalinan.
1.    Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan apa-apa.
2.    Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
3.    Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
b.      Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas
1.      Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
2.      Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
3.      Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat terhadap infeksi sekunder.
4.      Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi,
 c.       Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis
                        Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir.
                        Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi. Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup. Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.
d.      Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan dan tetap diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang tenderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.

      Pengobatan Dalam Kehamilan
a.         Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin.
        Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.
          Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.
The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita hamil sebagai berikut :
1.              Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per hari.
2.               Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3.              Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25 mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.

1.         Evaluasi pengobatan :
a.              Klinis : Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
b.              Bakteriologis : Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif. Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.
c.               Kegagalan pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobatan pada kehamilan :
a.  Obat
a)   Paduan obat tidak adekuat
b)   Dosis obat tidak cukup
c)   Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
d)  Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
e)   Terjadinya resistensi obat.
b. Drop out
a.    Kekurangan biaya pengobatan
b.    Merasa sudah sembuh
c.    Malas terlibat/kurang motivasi
c.  Penyakit
a.    Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat
b.    Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti DM, alkoholisme dll
c.    Adanya gangguan imunologis pada kehamilan.
 
penyebab kegagalan pengobatan yang terbanyak pada kehamilan adalah karena kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan pada kehamilan ini dapat mencapai 50% pada pengobatan jangka panjang, karena sebagian besar penderita tuberkulosis adalah golongan yang tidak mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.Untuk mencegah kegagalan pengobatan pada kehamilan ini perlu adanya motivasi yang kuat dari penderita.
 
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2Cetakan Pertama. Depkes RI. Jakarta: 2007.

Alsagaff Hood, Mukty Abdul. Bab 2 Infeksi: Tuberkulosis Paru. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press, 2008. hal.73-1098.

Agatha. Respirasi: Tuberkulosis Paru. Doctor Wannabe, 2010. Available from URL:http://www.agathariyadi.wordpress.com/2010/01/13/tuberkulosis-paru/ 9.

dr. H. Eddy Mudihardi, Msc. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika ; 2005. h.453-458.

0 Responses