AIDS
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu
penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang
sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan
tubuh.Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah
sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel putih dan menjadikannya tempat
berkembang biaknya Virus.Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem
kekebalan tubuh.Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit,
Tubuh kita lemah dan tidak mampu melawan penyakit yang datang dan akibatnya
kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa.
Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah
langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu
yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS
atau HIV positif yang mematikan.
HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang
terinfeksi HIV ke bayinya.Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi
dari ibu yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga.Ibu dengan viral load tinggi
lebih mungkin menularkan HIV kepada bayinya.Namun tidak ada jumlah viral load
yang cukup rendah untuk dianggap "aman".Infeksi dapat terjadi kapan
saja selama kehamilan, namun biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama
persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses persalinan berlangsung
lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya. Meminum
air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga mengakibatkan infeksi pada si
bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI kepada bayinya. Untuk
mengurangi risiko infeksi ketika sang ayah yang HIV-positif, banyak pasangan
yang menggunakan pencucian sperma dan inseminasi buatan.
PENULARAN
HIV/AIDS DARI IBU KE BAYI
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling
banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh
lain bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi
jumlahnya sangat sedikit.
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan
seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik
yang tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian),
3-5% dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar.
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh
kelompok usia produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi
penderita wanita cenderung meningkat.
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang
mengidap HIV.sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan
tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan,
proses persalinan dan pemberian ASI.
Dengan pengobatan antiretroviral pada
ibu hamil trimester terakhir, resiko penularan dapat dikurangi menjadi 8%.
Ibu HIV-positif dapat mengurangi risiko bayinya tertular
dengan:
1. Mengkonsumsi obat antiretroviral
(ARV)
Resiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART)
dipakai.Angka penularan hanya 1 persen bila ibu memakai ART. Angka ini
kurang-lebih 4 persen bila ibu memakai AZT selama minggu enam bulan terahkir
kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama enam pertama hidupnya.Namun jika ibu tidak memakai ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh
penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk
ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada
waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2รข€“3
hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap
nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu
tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian
oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara
berkembang.
2. Menjaga proses
kelahiran tetap singkat waktunya
Semakin lama
proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu memakai AZT dan
mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. bu dengan viral load
tinggi dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.
3. Menghindari
menyusui
Kurang-lebih 14
persen bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat
dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara
benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Jika formula tidak bisa
dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya menyebabkan jumlah formula yang
diberikan tidak cukup, lebih baik bayi disusui. Yang terburuk adalah campuran
ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia
adalah menyusui secara eksklusif (tidak campur dengan PASI) selama 3-4 bulan
pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif (tidak campur dengan
ASI).
INFEKSI PADA BAYI
Jika dites HIV, sebagian besar bayi
yang dilahirkan oleh ibu HIV-positif menunjukkan hasil positif. Ini berarti ada
antibodi terhadap HIV dalam darahnya. Namun bayi menerima antibodi dari ibunya,
agar melindunginya sehingga sistem kekebalan tubuhnya terbentuk penuh. Jadi
hasil tes positif pada awal hidup bukan berarti si bayi terinfeksi.
Jika bayi ternyata terinfeksi, sistem
kekebalan tubuhnya akan membentuk antibodi terhadap HIV, dan tes HIV akan
terus-menerus menunjukkan hasil positif. Jika bayi tidak terinfeksi, antibodi
dari ibu akan hilang sehingga hasil tes menjadi negatif setelah kurang-lebih
6-12 bulan.
Sebuah tes lain, serupa dengan tes viral load dapat
dipakai untuk menentukan apakah bayi terinfeksi, biasanya beberapa minggu
setelah lahir. Tes ini, yang mencari virus bukan antibodi, saat ini hanya
tersedia di Jakarta, dan harganya cukup mahal.
KESEHATAN IBU
Penelitian baru menunjukkan bahwa
perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang
tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi kesehatan perempuan
HIV-positif.
Namun, terapi jangka pendek untuk
mencegah penularan pada bayi bukan pilihan terbaik untuk kesehatan ibu. ART
adalah pengobatan baku. Jika seorang perempuan hamil hanya memakai obat waktu
persalinan, kemungkinan virus dalam tubuhnya akan menjadi resistan terhadap
obat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk pengobatan lanjutannya.
Seorang ibu hamil sebaiknya
mempertimbangkan semua masalah yang mungkin terjadi terkait ART:
1. Jangan memakai
ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini dapat menimbulkan
asidosis laktik dengan angka tinggi.
2. Jangan memakai
efavirenz atau indinavir selama kehamilan.
3. Bila CD4-nya
lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
4. Beberapa dokter
mengusulkan perempuan berhenti pengobatannya pada triwulan pertama kehamilan.
CARA PENULARAN HIV/AIDS
1. Utamanya
melalui hubungan seks yang tidak aman ( tanpa kondom )
dengan pasangan yang sudah tertular, baik melalui hubungan seks vaginal, oral,
maupun anal ( Anus ).
2. Memakai jarum
suntik bekas dipakai orang yang terinfeksi virus HIV.
3. Menerima transfusi darah yang
terinfeksi virus HIV.
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya
tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus
HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap
sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga
jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat
kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang
merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit
AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
Saluran pernafasan.Penderita mengalami nafas pendek,
henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus
lainnya (Pneumonia).Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.
Saluran Pencernaan. Penderita
penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual
dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan,
serta mengalami diarhea yang kronik.
Berat badan tubuh. Penderita
mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat
badan tubuh
hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy
didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena
gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
System Persyarafan. Terjadinya
gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit
kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota
gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan
nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang,
selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
System Integument (Jaringan kulit).
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada
jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit
(Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta
Eczema atau psoriasis.
Saluran kemih
dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada
vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran
kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih
banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS
wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai
istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak
teratur (abnormal).
CARA PENCEGAHAN HIV - AIDS
cara pokok untuk mencegah penluaran
HIV-AIDS yaitu :
1. Tidak melakukan
hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral vaginal, anal dengan
orang yang terinfekasi
2. Saling setia,
hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
3. Pemakaian
kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko
penularan HIV/AIDS.
4. Tolak
penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
5. Jangan memakai
jarum suntik bersama.
6. Hindari
hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
7. Sarankan juga
pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh dan
mencegah penularan
8. Wanita tuna
susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika terkena
infeksi dapat segera diobati dengan benar
9. Pengendalian
penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan kontak seks
dengan menggunakan upaya pencegahan.
PENANGANAN DAN PENGOBATAN AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus
melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit
AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan
manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian
obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan
tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus
HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.
Antibiotik adalah pengobatan untuk
gonore. Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila
terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan
terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada
aktivitas seksual. Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati
gonorrhea, membasmi N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi
gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin +
probenesid. Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore, antara
lain:
1.
Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral
2.
Ampisilin 2-3
gram + probenesid 1 gram. Peroral
3. Azitromisin 2
gram, peroral
4.
Cefotaxim 500
mg, suntikan Intra Muskular
5.
Ciprofloxacin
500 mg, peroral
6.
Ofloxacin 400
mg, peroral\
7.
Spectinomisin 2
gram, suntikan Intra MuskularObat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal.
Pengobatan pada Hamil/menyusui
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan
obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian
obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika
wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak dapat
ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal.
Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral dengan
tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi
N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan
unutk pengobatan jika disertai infeksi C. trachomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiah, Ai Yeyeh S.Si.T, “ Asuhan Kebidanan IV
(Patologi Kebidanan)”, Jakarta: Trans Info Media, 2010.
Prawirohardjo, Sarwono, “Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal “, Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2009