ASMA
DEFINISI
1. Asma adalah radang
kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme,
edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney,
Helen. 2003)
2. Asma adalah keadaan
klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan
oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia
Anderson (1995 : 149)
3. Asma adalah suatu
inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel
netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas
kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau
tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi
kronik jalan nafas terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala
periodik berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan
pada wanita hamil. Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah
selama masa kehamilan, tetapi pada kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung
meningkat selama tiga bulan terakhir dari masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya
bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita mungkin sering mengalami sesak
nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak menderita asmapun mengalami hal tersebut
karena gerakan diafragma / sekat rongga badan menjadi terbatas.
ETIOLOGI
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas
disebabkan oleh semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal
terhadap alergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang
peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Alergen
menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi
menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga
menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak.
Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma
dapat kambuh apabila penderita mengalami stress dan hamil merupakan salah satu
stress secara psikis dan fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil
cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan
tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan etiologinya, asma dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asma intrinsik dan asma ektrinsik.
a. Asma ektrinsik (atopi)
ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang
dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu,
telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain.
b. Asma intrinsik ( non
atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan
seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang
berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C,
1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi asma berdasarkan etiologi :
1.
Asma Bronkiale Tipe
Atopik (Ekstrinsik)
Asma
timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk
ketubuh melalui saluran
pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah
alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang
diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel
plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel
eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi
dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan
basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang
tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila
orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen yang masuk ketubuh akan diikat oleh
IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan
menimbulkan input Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang
menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi
sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam
sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.
Hiperreaktifitas
bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar
dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap
rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun
yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus
disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkus dapat
dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara klinik sebagai
penyakit bronkospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu
hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran
nafas. Bronkus pada pasien asma odema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronkiale adanya
penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat
dari bronkospasme, odema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus
maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya
stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan
kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA
menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
2. Asma Bronkiale Tipe
Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena
pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan
saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan
hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik
beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma
aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi
sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor
adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel
yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messegner kedua. Bila
reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan
mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan
menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari
mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade
reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal
dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
3. Asma Bronkiale
Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh
faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
PATOFISIOLOGI
Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi
otot polos bronkus, meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas
serangan ini dipicu oleh stimulasi yang beragam misalnya infeksi saluran nafas
menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan.
Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang diperantai
saraf vagus atau akibat dari kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast
terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme itu penyempitan
bronkiolus meningkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran
gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara. Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi
yang diakibatkannya menimbulkan hipoksemia, yang mula-mula merangsang
pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang
rendah dan alkalosis pernafasan akut.
Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi
terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk
imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk
kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap
makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk
berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada
seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila
orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan input Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel.
Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang
meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic
chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan
menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik
saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,
peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema
mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi
kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut
menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan
sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan
terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut,
(Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut sebagai
faktor pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan
dapat menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan
menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang
terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar
kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk merealisis sel
radang menjadi menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi
pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
d. Olah raga / kegiatan jasmani yang
berat
Sebagian penderita asma bronkiale akan mendapatkan serangan
asma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat
dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau
aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam
setelah olah raga.
e. Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan
sebagainya.
f. Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap
pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asma bronkiale pencetusnya
adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).
TANDA DAN GEJALA
Keluhan
yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
a. Nafas pendek
b. Nafas terasa sesak dan yang paling
khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi
wheezing yang timbul saat menghembuskan nafas.
c. Kadang-kadang batuk kering menjadi
salah satu penyebabnya
d.
Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan
24
minggu sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.
PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak
terkontrol dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti
preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian
ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang
tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.Walaupun
beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil
yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma
dibandingkan dengan 8772 wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok
kontrol di Canada, menemukan bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan
berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi kecil atau
besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan,
perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar.
Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi
kecil dari masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.
Efek pada ibu :
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah
kemungkinan
:
1) Abortus
2) Perdarahan vagina
3) Persalinan premature
4) Solusio plasenta 2,5%
5) Korioamnionitis 10,4%
Efek pada janin :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1) Menurunnya aliran darah pada uterus
2) Menurunnya venous return ibu
3) Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke
kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang
terjadi :
1) Menurunnya aliran darah ke tali
pusat
2) Meningkatnya resistensi pembuluh
darah paru dan sistemik
3) Menurunnya cardiac output
Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat
badan Lahir rendah). Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil,
maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah
merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu sehingga janin dapat
mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR). Terhadap ibu
didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi selama
kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan
dengan seksio sesar 26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap
ibu dan janin pada wanita hamil dengan asma.
PEMERIKSAAN
a. Riwayat
Pasien
dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan,
derajat serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah
lalu, riwayat sering dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang
pernah dialami, atau perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami dapat
memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
b. Pemeriksaan Fisik
Serangan
yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu istirahat, kesulitan
mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
Kecepatan respirasi lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat
dari 120 kali/menit dan pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg
menunjukkan serangan berat yang berbahaya.
Gejala
yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat. Bronkospasme akut
dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara.
Kerja
system pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat
gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas. Peristiwa
berikutnya pada refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi perfusi yang
tidak sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata
tidak terjadi.
c.
Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan
fungsi paru seringkali normal dalam masa remisi. Selama masa serangan akut dan
kadang-kadang ketika tidak ada simptom, volume ekspirasi paksa dalam satu detik
(FEV1) berkurang dan juga kapasitas vital paksa (FVC) mengalami penurunan yang
secara proporsional lebih kecil sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC menjadi
berkurang (< 0,75). Dapat juga dijumpai hiperinflasi dengan kenaikan volume
residual (FRC).
d.
Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium
1)
Spirometri
Pengukuran
yang objektif terhadap aliran udara sangat penting dalam evaluasi dan terapi
terhadap serangan. Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang
dari 30% dari harga normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari
harga normal setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.
2)
Gas-gas Darah Arteri (GDA)
Ketimpangan
ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan
menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2]
yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen
arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut
atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir
semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan
mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang
dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa
meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas,
perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan
otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan
pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2
lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma
berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang
seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi
mekanik.
3)
Foto Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia
kehamilan
PENATALAKSANAAN
a. Mencegah timbulnya stres
b. Mencegah penggunaan obat seperti
aspirin semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
c. Pada penderita asma ringan dapat
digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti isoproterenol
d. Serangan asma yang ringan diatasi
dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya isoproterenol yang akan
memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini tidak
boleh terlalu sering digunakan.
e. Serangan asma yang lebih berat
biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status
asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid. Jika terdapat infeksi,
diberikan antibiotik.
f. Setelah suatu serangan, bisa
diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah serangan lanjutan.
Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak
menimbulkan masalah yang berat.
PENGOBATAN
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk
melebarkan saluran nafas (bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti
inflamasi), dan untuk memudahkan pengeluaran lender. Selain itu obat dapat
diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan melalui rectal. Namun
bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen
efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut),
karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas,
selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi
janin dalam kandungan.
Pengobatan
asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan
ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara
menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang
cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk
mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural,
perkusi dan fibrasi dada.
2.
Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat
diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan
10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan
aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin
tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid
dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah
asma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA
( Http : // www. Uptodate / Pregnancy and asthm.com ) diakses tanggal 10 april 2011 pukul 15.45 WIB
Mochtar,
Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2, EGC: Jakarta
Price,
Sylivia A, dkk. Patofisiologi konsep klinis proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC
R.
H. H Nelwan. 1995. Ilmu Penyakit dalam jilid 1 edisi 2. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Varney,
Hellen dkk. 2003. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta : EGC