Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

Imflamasi Akut(Peradangan)



BAB I
PENDAHULUAN

            A.                LATAR BELAKANG

Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan yang menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.
Luka ringan maupun luka berat setiap orang pasti pernah mengalaminya, namun sebelum kita melakukan perawatan luka pada pasien, sebenarnya kita mengetahui lebih dalam tentang peradangn dan penyembuhan luka.
Peradangan dan penyembuhan luka merupakan dua hal yang saling berhubungan satu sama lain namun berbeda dalam prinsip, mekanisme kerja, dan fungsinya. Proses yang terlebih dahulu terjadi adalah peradangan, karena peradangan merupakan salah satu fase yang harus dilewati sebelum terjadinya penyembuhan luka.
Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara dramatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyebaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk timbulnya reaksi peradangan diperluka waktu.

Sebab-sebab peradangan banyak sekali dan beraneka ragam dan penting sekali untuk diketahui bahwa peradangan dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan demikian maka infeksi (adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Peradangan dapat terjadi dengan mudah steril sempurna seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan maka pemahaman proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa memahami proses ini orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit menular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma atau prinip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan, seperti stoke, serangan jantung dan sebagainya.
Walaupun ada banyak sekali penyebab dan ada berbagai keadaan dimana dapat timbulnya peradangan kejadian secara garis besar cenderung sama, hanya saja pada berbagai jenis peradangan terdapat perbedaan secara kuantitatif. Oleh karena itu, reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.
  
B.                RUMUSAN MASALAH

Dari pembahasan diatas kita dapat merumuskan beberapa masalah, diantaranya:
1.  Pengertian peradangan
2.   Gambaran makroskopis peradangan akut
3.    Aspek cairan pada peradangan
4.    Aspek seluler dari peradangan
5.    Jenis dan fungsi leukosit
6.    Bentuk peradangan
7.    Macam-macam radang
8.   Faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan
9.    Aspek sistemik dari proses peradangan

C.                TUJUAN

Tujuan makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas matakuliah Patologi sekaligus sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa atau pembaca yang ingin menambah wawasan yang mencakup peradangan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.                PENGERTIAN PERADANGAN

Radang (bahasa Inggris : Inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanisme dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotinin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Radang adalah suatu proses yang dinamis dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas) yang dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective tissue).

B.                 GAMBARAN MIKROSKOPIS PERADANGAN AKUT

Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cidera atau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yantug mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang klima ditambahkan pada abad sekarang ini: yaitu perubahan fungsi (function laesa).
1.                  Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah-daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang mere-gang dengan cepat akan terisi oleh darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau  kongesti, menyebabkan waarna  merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi pera-dangan diatur oleh tubuh baik secaa neurogenik maupun secara kimia melalui pengeluaran zat seperti histamine.
2.                  Kalor (panas)
Kalor terdiri bersama dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37°C yaitu suh dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 37°C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C danhyperemia tidak menimbulkan perubahan.
3.                  Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.
4.                  Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengirim cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan intestisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun pada daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan diri reaksi peradangan sebagaian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leokosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. 
5.                  Funcition laesa (perubahan fungsi)
Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal sepintas lalu mudah dimengerti mengapa bagian yang begkak nyeri disertai dengan sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu


            C. ASPEK CAIRAN PADA PERADANGAN
Biasanya  dinding saluan darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan molekul-molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar seperti protein plasma untuk tetap didalam lumen pembbuluh. Sifat pembuluh yang semipermeabel ini menyebabkan gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh. Hal ini juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan hidrostatik didalam pembuluh. Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan sangat cepat. Eksudat dari peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma yang cukup berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein dan diikuti pergeseran keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein. Sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan. Dilatasi arteriol yang menimbulkan hipermia lokal dan kemerahan juga mengakibatkan kenaikan tekanan intravaskuler lokal. Karena pembuluh darah penuh.
Dalam sistem limfatik biasanya ada penembusn lambat cairan interstisial kedalam salurn limfe jaringan dan limfe yang tebentuk dibawa kesentral dalam badan dan bergabung kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi kenaikan yang mencolok pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan akut tidak hanya limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sam seperti pada sistem vaskuler darah. Tetapi sebaliknya bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena cenderung mengurangi pembemgkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. 
Bila pembuluh limfe terkena radang disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar limfe yang terkena radang maka disebut dengan limfadentis. Limfadentis regional sering menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran kelenjar limfe servikal yang nyeri terlihat pada tonsillitis.
            D. ASPEK SELULER PADA PERADANGAN 
1.                  Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut waktu atreriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal ini menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembuluh darah dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan migrasi.
2.                  Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada intestisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah bermigrasi merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.
3.                  Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen yang dikenal dengan substansi dari peradangan. Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
a.                   Amina vasoaktif
b.                   Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
c.                   Metabolit asam arakhidona
d.                  Berbagai macam produk sel
4.                  Histamin
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler, sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh.
5.                  Faktor-faktor plasma
Plasma darah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang mengatur sistem ini adalah faktor Hagemen (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.
6.                  Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membran sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda yaitu jalur  siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostagladin trombokson dan leukotrin. 


            E. JENIS DAN FUNGSI LEUKOSIT
1.                  Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula dalam sitoplasma.
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis).
Eosinofil memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas tertentu pada reaksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasit-parasit tertentu dan zat-zat yang memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sum-sum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan cidera baik reaksi imunologis maupun reaksi nonspesifik.
2.                  Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit dan jika terdapat dalam eksudat disebut dengan makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi netrofil polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis, fagosit aktif dan mematikan serta mencerna berbagai agen.
3.                  Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil dalam waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.
Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu tetapi juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

 F.                 BENTUK PERADANGAN

1.                  Eksudat nonseluler
a.                  Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari jumlah pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan disebut dengan transudat.
b.                  Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang.
  
c.                  Eksudat misinosa
Jika eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.
2.                  Eksudat seluler
a.                  Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan.
Banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.
b.                  Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.
3.                  Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

 G.                MACAM-MACAM RADANG

Macam-macam radang yang sering terjadi, yaitu:
1.     Radang tenggorokan
Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri di tenggorokan sehingga si penderita susah sekali saat menelan makanan. Radang tenggorokan atau faringitis akut sering diikuti dengan gejala flu seperti demam, sakit kepala, pilek, dan batuk. Disebarkan oleh virus EBV atau kuman Strep.
Pyogenes, radang tenggorokan mudah dikenali dengan memeriksanya ke dokter THT. Jika daerah faring ditemukan peradangan dengan tanda berupa kemerahan serta terjadi pembesaran pada kelenjar limfe regional di sekitarnya, bisa dikatakan orang tersebut menderita radang tenggorokan. Pada kasus yang sudah berat, ditenggorokan akan dijumpai nanah atau eksudat. Dalam beberapa kejadian, penyakit radang tenggorokan tidak bersifat serius. Sebagian besar penderita akan sembuh setelah tiga sampai dengan sepuluh hari tanpa terapi yang biasanya menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Memang masalah utama seorang penderita radang tenggorokan adalah rasa tidak nyaman dan tidak bisa bernapas secara wajar. Untuk radang tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri streptococcal, antibiotik bisa diberikan kepada si pasien agar komplikasi seperti demam rematik bisa dihindari. Jika hal ini tidak segera ditangani, ancaman diptheria mengintai kesehatan si penderita.
Gejala-gejala seorang penderita radang tenggorokan:
a.   Bengkak, berwarna merah pada tenggorokan
b.   Susah berbicara, menelan, dan bernapas
c.   Biasanya terjadi benjolan di sekitar leher
d.  Demam tinggi
e.  Sakit kepala yang luar biasa
f.    Telinga pekak
2.    Radang usus buntu
Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu sebuah usus kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di sebelah kanan bawah rongga perut. Usus buntu yang mengalami peradangan kadang-kadang pecah terbuka, yang menyebabkan peradangan selaput perut (peritonitis).
Peradangan selaput perut adalah peradangan yang gawat dan mendadak pada selaput yang melapisi dinding dalam rongga perut atau pada kantong yang membungkus usus. Peradangan ini terjadi kalau usus lainnya pecah atau robek.
Penyebab umum adalah:
Adanya benda kecil atau keras (faecaliths) yang berada di appendix dan tidak bisa keluar.
Tanda-tanda appendicitis:
a.   Tanda yang utama ialah keluhan nyeri yang menetap pada perut dan semakin lama semakin memburuk.
b.    Rasa nyeri mulai terjadi disekitar pusar, tetapi segera nyeri tersebut berpindah kesisi kanan bawah.
c.        Mungkin selera makan menghilang, muntah, sembelit atau terdapat panas yang ringan.
3.                  Radang kulit
Radang kulit, dermatitis merupakan suatu gejala pada kulit saat jaringan terinfeksi oleh bakteri atau virus.
Ada beberapa tipe radang kulit, yaitu:
a.    Sebhorrheic dermatitis
b.     Atopic dermatitis (eczema)
Kedua tipe tersebut sangat bervariasi tergantung dari penyebab dan gejal yang terjadi. Sesungguhnya penyakit ini tidak merupakan penyakit seumur hidup. Ia hanya akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan mengurangi penampilan diri. Kombinasi antara perawatan kesehatan mandiri dan pengobatan medis akan menghilangkan radang kulit.


H.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERADANGAN DAN PENYEMBUHAN

Seluruh proses peradangan bergantung sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah peradangan lainnya. Salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.
Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat daerah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma traumatik yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.

            I.      ASPEK SISTEMIK DARI PERADANGAN

Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan lokal, yang menular maupun yang tidak menular. Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-perubahan hematologis yang biasa ditemukan.
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi proses pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya bebeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.
     BAB III
                                                    PENUTUP                                            
 A.                KESIMPULAN

Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi dari suatu penyakit. Diamana radang merupakan respon fisiologis lokal terhadap cidera jaringan. Radang dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan selain berfungsi sebagai penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, radang juga dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi, ada juga pengaruh yang merugikan dari radang, karena secara seimbang. Radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang pernah permanen dan menyebabkan gangguan fungsi.

B.                 SARAN

Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yaang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan penulisan yang akan datang.

 DAFTAR PUSTAKA
Adam, Syamsunir., 1995, DASAR – DASAR PATOLOGI – seri
keperawatan, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Robbins, Stanley L.; Kumar, Vinay., 1995, BUKU AJAR PATOLOGI I,
edisi 4, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta












           
0 Responses