Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

THYPUS ABDOMINALIS



 Definisi
1.      Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella
2.      typhosa, bercirikan lesi definitif di plak Peyer, kelenjar mesenterika dan limpa, disertai oleh
3.      gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan nyeri abdomen
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut.
Epidemiologi
Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama faccesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan.
Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3 minggu (rata-rata 10-14 hari)Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus. Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 – 20%, penderita antara 30 – 40 tahun adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40 tahun.
Etiologi
Etiologi : Salmonella typhi
• Batang gram negatif
• Termasuk dalam famili Enterobacteriaceae

Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.

Faktor Risiko
• Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan
• Lingkungan yang kotor
• Daya tahan tubuh yang rendah
Patofisiologis
a) Salmonella tyhpi masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan dan atau minuman yang tercemar. Sebagian kuman akan mati akibat barier asam lambung, tapi sebagian lagi akan lolos ke dalam usus. Sesampainya di usus, bakteri akan menembus masuk ke dinding usus halus melalui kelenjar yang disebut plak Peyer dan menimbulkan peradangan di sana. Bakteri ini kemudian berkembang biak dalam makrofag plak peyer tersebutLama-kelamaan plak Peyer yang membesar akan menekan dinding usus sehingga terjadi nekrosis dan akhirnya pecah. Akibatnya kuman akan tersebar melalui darah (septikemi) ke seluruh organ tubuh.
b) Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus àmenimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.

kuman-kuman
ß
usus
ß
kelenjar getah bening mesentarium [berproliferasi]
ß
ductus thoracicus
ß
peredaran darah
ß
kuman-kuman musnah - endotoksinnya keluar
ß
menyebabkan gejala-gejala penyakit.


Kelainan yang timbul pada jaringan limfoid usus dapat dibagi atas beberapa tingkat :
A.Tingkat I :
Waktu inkubasi
1.      Proloiferasi sel retikuloendotel yang mempunyai daya fagosit dan membentuk sel-sel besar, mengandung satu inti yang jelas (mononukleus) dan mempunyai sitoplasma yang berlebihan berwarna merah (eosinofil). Dalam sitoplasma sel-sel ini terdapat kuman atau sisa-sisa jaringan nekrotik dan eritrosit (erythrophagocytosis). Sel-sel ini disebut pula sel typhus. Akibat kerusakan pada susuan retikuloendotel sumsum tulang dan tempat hemopoiesis, maka pembentukan lekosit berkurang.
2.      Pelebaran pembuluh darah (hiperemi) ; lekosit jarang.
3.      Bercak-bercak peyer dan lymphonoduli akibat hiperemi dan hiperplasi tampak membengkak dan menonjol di atas permukaan selaput lendir. 1 minggu ±Lamanya
B. Tingkat II :
     Nekrosis daripada jaringan limfoid yang membengkak itu dan mengeras seperti kerak dan disebut tingkat keropeng.
 C. Tingkat III :
     Keropeng yang terdiri atas jaringan limfoid nekrotik dilepaskan, terjadilah tukak (ulkus). Tukak itu bertempat pada bercak peyer dan berbentuk lonjong dan memanjang menurut poros usus. Dasar tukak diliputi fibrin yang mengandung lekosit dan jaringan nekrotik dan secara mikroskopik tempat makrofag pada semua lapisan usus.
D.Tingkat IV :
1.      Tingkat resolusi (pembersihan) atau penyembuhan, jika terjadi perforasi.
2.      Tukak sembuh dengan regenerasi mukosa yang sempurna tanpa parut dan tanpa stenosis.
Gejala dan Tanda Klinis
a.Gejala- Gejala :
1.      Gejala biasanya diawali dengan rasa tidak enak badan, nyeri yang tidak jelas, sakit kepala dan bisa juga mimisan, konstipasi, lemas.
2.      Dalam beberapa hari sampai minggu, terjadi kenaikan suhu badan yang bisa mencapai lebih dari 40°C. Pada saat ini, sebuah tanda khas demam tifoid yang disebut rose spots “bintik merah muda” bisa terlihat, khususnya pada bagian perut (abdomen). Tanda yang juga dapat dijumpai pada daerah dada dan punggung ini akan telihat memudar bila ditekan.
3.      Pada akhir minggu pertama, terjadi gejala-gejala hematopoetik sebagai pembesaran limpa (splenomegali), lekopeni dan berkurangnya atau menghilangnya dari darah sel-sek lekosit polinukleus dan eosinofil.
4.      Pada minggu kedua, suhu badan akan mengalami remisi harian. Panas terutama meningkat pada malam hari dengan perbedaan temperatur lebih kurang ½ sampai 2°C dibanding pagi hari. Bila demam sangat tinggi dapat terjadi penurunan kesadaran dan penderita mengigau.
5.      Retensi urin cukup sering terjadi.
6.      Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur.
7.      Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan (Junadi, 1982).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a.         Bradikardi relatif (frekuensi denyut jantung relatif lambat bila dibanding dengan tingkat kenaikan suhu tubuh).
b.        Lidah tifoid (Awalnya merah di tengah dengan tepi hiperemis dan bergetar, bila penyakit berat lidah menjadi kering dan pecah-pecah serta berwarna kecoklatan).
c.         Perkusi abdomen: timpani
d.        Palpasi abdomen: Nyeri tekan khususnya di fosa iliaka
e.         Stupor
f.         Bergumam
g.        Delirium
h.        Twitching otot-otot
i.          Karpologia
j.          Koma vigil
Pada masa penyembuhan dapat terjadi :
a.         Anemia
b.         Kerontokan rambut

Pemeriksaan Laboratorium
a.         Pembiakan kuman dari darah penderita. Pembiakan akan positif selama minggu pertama penyakit, yaitu pada saat-saat terjadinya bekteremi.
b.         Tes serologi Widal ialah percobaan terhadap antibodi, berupa aglutinasi antigen-antibodi.
c.         Perhitungan lekosit merupakan cara penting bagi diagnosis penyakit typhus, yaitu akan ditemukan lekopeni yang terutama disebabkan menurunnya jumlah sel polinukleus dan sering menghilangnya sel eosinofil.
d.        Pada minggu ke-3, kemih dapat mengandung kuman typhus.
Komplikasi
Komplikasi biasanya timbul pada minggu ke-3 atau ke-4 dan terjadi pada ± 25% kasus yang tidak mendapatkan pengobatan. Kematian sering mengikuti komplikasi ini. Komplikasi tersebut antara lain :
a.         Gangguan metabolik
b.        Perdarahan saluran cerna
c.         Perforasi saluran cerna
d.        Peritonitis
e.         Hepatitis tifosa
f.         Pnemonia
g.        Ensefalopati tifosa
h.        Abses otak
i.          Meningitis
j.          Osteomielitis
k.        Endokarditis
l.          Abses pada berbagai organ
  Komplikasi yang paling sering terjadi dan berbahaya adalah perdarahan dan perforasi saluran cerna. Turunnya suhu tubuh secara drastis sering menjadi pertanda terjadinya komplikasi tersebut.
Ä Pada usus halus:
1.  Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat disertai nyeri perut.
2.    Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
3.   Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.

Ä Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu meningitis, kolesistisis, enselovati, dll.
Masalah perawatan
Masalah perawatan yang mungkin muncul :
1.        Peningkatan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (bakterimia).
2.        Nyeri berhubungan dengan patofisiologis penyakit.
3.        Potensial terjadinya pendarahan intraabdominalis berhubungan dengan lekopeni
4.        Gangguan pola eliminasi behubungan dengan konstipasi.
Penatalaksanaan
a.         Isolasi penderita (untuk mencegah penularan)
b.      Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
c.       Tirah baring
d.   Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
e.        Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Makanan sebaiknya tidak banyak mengandung serat dan tidak merangsang (seperti pedas dan asam), diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien
f.     Masukan cairan harus cukup
g.         Kompres hangat bila terjadi panas tinggi
h.     Pembedahan kadang diperlukan bila penggunaan obat-obatan dan dekompresi usus gagal mengatasi perdarahan saluran cerna yang berat. Tindakan tersebut juga dibutuhkan bila terjadi perforasi usus.

Pengobatan/Farmakoterapi
Antibiotika
Antibiotika diberikan berdasarkan tes sensitivitas. Antibiotika yang umumnya dipergunakan antara lain :
1.         Kotrimaksol
2.         Kloramfenikol
3.         Ampisilin
4.         Trimetoprim-Sulfametoksasol
5.         Quinolon
Antipiretik
1.      Umumnya yang dipergunakan adalah parasetamol
2.      Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis
Pencegahan
a.         Tingkatkan kebersihan diri dan lingkungan
b.        Pilih makanan yang telah diolah dan disajikan dengan baik (memenuhi syarat kesehatan)
c.         Jamban keluarga harus cukup jauh dari sumur (harus sesuai standar pembuatan jamban yang baik)
d.        Imunisasi
e.         Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan pengendalian.
f.         Menerapkan dasar2 hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan.
g.    Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
h.    Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan (pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan maupun restoran.
i.       Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
j.          Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang karier positif dilakukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan informasi tentang kebersihan personal.
Efek Penyakit Typhus Abdominalis Pada Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas
Pada Kehamilan
Penyakit ini lebih mungkin di jumpai selama Epidemi atau pada mereka yang terinfeksi oleh virus Imunodefisiensi manusia (HIV). Pada tahun 1990 di laporkan bahwa demam tifoid antepartum dahulu menyebabkan abortus hamper 80% / kasus, dengan angka kematian janin 60%, dan angka kematian ibu 25%.
Penyakit Typhus Abdominalis ini masuknya ke bagian infeksi dari bakteri salmonella dan shigella. Berpengaruh terhadap kehamilan karna bias menyebabkan kematian janin usia gestasi 15 minggu
Pada Persalinan
Penyakit ini dapat terjadi melalui makanan dan minuman yang terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhosa. Kuman ini masuk melalui mulut terus ke lambung lalu ke usus halus. Di usus halus, bakteri ini memperbanyak diri lalu dilepaskan kedalam darah, akibatnya terjadi panas tinggi. Sehingga dapat berpengaruh pada janin kemungkinan bisa gawat janin
Pada Nifas
Penyakit ini di tularkan melalui makan dan dampaknya bisa ke ibu dan bayi , dari ibunya sendiri bias tertular lewat makanan yang sudah tercemar dan gejalanya meliputi: diare, nyeri abdomen, mual dan muntah, pada ibu yang mempunyai penyakit ini bisa juga menular pada bayinya lewat ASI ibu dan mengakibatkan demam yang tinggi bila tidak di tindak lanjuti akan mengakibatkan kematian pada ibu dan bayinya.

 DAFTAR PUSTAKA

Prawiroharjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Nugraheni, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Pathologi. Yogyakarta : Pustaka Rihana
Rukiyah Ai Yeyeh, Lia Yulianti. 2011. Asuhan Kebidanan Pathologis. Jakarta : Trans Info Media

0 Responses