Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

MAKALAH CHARACTER BUILDING “Perilaku Gaya Hidup Dan Seks Bebas Di Kalangan Remaja Indonesia”



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
a. Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika.
Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku yang dapat diterima, perilaku yang aneh, dan perilaku yang menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku manusia :
  1. Genetika.
  2. Sikapadalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.
  3. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial.
  4. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.

b. Gaya Hidup
Istilah gaya hidup pada asalnya dicipta oleh ahli psikologiAustria, Alfred Adler, pada 1929. Pengertiannya yang lebih luas, sebagaimana difahami pada hari ini, mula digunakan sejak 1961.
Dalam bidang sosiologi, gaya hidup ialah cara bagaimana seseorang hidup. Gaya hidup merupakan kumpulan ciri tingkah laku yang berarti kepada kedua orang lain dan diri sendiri dalam sesuatu masa dan tempat, termasuk hubungan sosial, penggunaan, hiburan, dan pakaian. Tingkah laku dan amalan dalam gaya hidup merupakan campuran tabiat, cara lazim membuat sesuatu, serta tindakan berdasarkan logik. Gaya hidup biasanya membayangkan sikap, nilai, dan pandangan duniaseseorang. Justru gaya hidup ialah cara untuk memupuk konsep sendiri serta mencipta simbol kebudayaan yang menggemakan identiti pribadi. Namun bukan semua aspek gaya hidup bersifat sukarela pada sepenuhnya. Sistem-sistem sosial dan teknikal di sekeliling boleh menyekat pilihan gaya hidup serta simbol yang dapat digunakan untuk menonjolkan gaya hidup kepada orang lain dan diri sendiri.
c. Remaja dan Seks Bebas
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya. Pada fase ini remaja akan  memasuki masa pubertas. Kata “pubertas” berasal dari bahasa Latin, yang berarti usia menjadi orang yaitu suatu periode di mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan keturunannya.
Dalam periode ini, terdapat beberapa perubahan yang sangat menonjol dalam diri remaja, yaitu perubahan-perubahan yang bersifat biologis dan psikologis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon yang terus berkembang dalam tubuh anak. Perubahan yang bersifat biologis  dapat dilihat dari perubahan fisik yang sangat menonjol. Sedangkan perubahan secara psikologis dilihat dari perubahan  perilaku. Perilaku sebagai bagian dari ciri pubertas ini ditunjukkan dalam sikap, perasan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan. Lebih-lebih dalam persahabatan dan cinta. Rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang. Ketertarikan pada lain jenis suka seperti “cinta monyet” yang ditandai dengan adanya hubungan pacaran di kalangan remaja. Organ-organ seks yang telah matang juga menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai  oleh masyarakat tidak sopan.
Usia remaja yang sangat rentan terhadap perubahan pubertas ini adalah remaja sekolah yang dalam banyak kasus terjadi penyimpangan dalam prilaku seks yang wajar dan bertanggung jawab, sehingga dibutuhkan sikap dasar tertentu yaitu pengertian, penerimaan, dan pemahaman dari orang tua, sekolah dan masyarakat luas untuk menghadapi masalah remaja yang kompleks.
Alur perkembangan remaja saat ini sejalan dengan perkembangan zaman. Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) memberikan keleluasan bagi semua orang untuk mengakses berbagai sumber informasi, terutama bagi para remaja. Problematika yang dihadapi remaja semakin beragam dalam berbagai aspek, kenakalan remaja bukan lagi sebatas bolos sekolah atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah, namun sudah merambah ke arah tindak perilaku kriminal, kekerasan, penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) dan bahkan kenakalan yang berbentuk pergaulan bebas.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan kebudayaannya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif.
Namun melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kualitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada.  Perilaku nakal dan menyimpang di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis.  Telah banyak remaja yang terjerumus ke dalam kehidupan  yang dapat merusak masa depan.
Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan.  Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan.  Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur.
Di antara berbagai macam kenakalan remaja, seks bebas selalu menjadi bahasan menarik dalam berbagai tulisan selain kasus narkoba dan tawuran pelajar. Dan sepertinya seks bebas telah menjadi trend tersendiri. Bahkan seks bebas di luar nikah yang dilakukan oleh remaja (pelajar dan mahasiswa) bisa dikatakan bukanlah suatu kenakalan lagi, melainkan sesuatu yang wajar dan telah menjadi kebiasaan.
Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal, akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi mereka merespon gosip tentang seks diantara kelompoknya, mereka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehingga mereka semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika imajinasi seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan indah yang termuat dalam konsep seks ini benar-benar dilakukan.

1.2       Identifikasi Masalah
           
Perilaku, gaya hidup, dan seks bebas kalangan remaja di zaman globalisasi sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Remaja harus diselamatkan dari pengaruh globalisasi tersebut. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek, sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk, sementara kebudayaan asing tersebut tidak cocok dengan kebudayaan kita.

1.3       Pembatasan Masalah
            Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Perilaku, gaya hidup, dan seks bebas di kalangan remaja Indonesia.
2.      Teori Moral Kohlberg, Sigmund Freud, Erik Erikson.
3.      Data hasil wawancara.
4.      Analisis Perkembangan Psikoseksual Remaja.
5.      Bagaimana pengaruh media terhadap perkembangan remaja.


1.4       Tujuan dan Manfaat Penelitian
            Adapun tujuan penelitian dalam makalah ini adalah:
1.      Penulis dapat mengetahui mengenai perilaku, gaya hidup, dan seks bebas di kalangan remaja Indonesia
2.      Penulis dapat mengerti dan paham dampak yang ditimbulkan dari seks bebas.
3.      Penulis dapat lebih meningkatkan pembangunan karakter dalam diri.
4.      Dapat berpikir matang sebelum melakukan sesuatu hal.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Dalam teori ini ada 3 tahapan, yaitu :
Tingkat I: Preconventional Morality, yaitu orang berperilaku dibawah control eksternal. Mereka menuruti peraturan untuk menghindari hukuman atau mendapatkan hadiah, atau berprilaku karena mementingkan diri sendiri. Tingkat ini umum ditemui pada anak usia 4 sampai 10 tahun.
Tingkat II: Conventional Morality, yaitu orang telah menginternalisasikan standar dari figure otoritas. Mereka peduli tentang menjadi “baik”, menyenangkan orang lain, dan mempertahankan aturan sosial. Tingkat ini biasanya tercapai setelah usia 10 tahun. Banyak orang yang tidak pernah bergerak naik dari tingkatan ini, bahkan dimasa dewasa.
Tingkat III: Postconventional Morality, yaitu orang mengendalikan konflik antara standar moral dan membuat penilaian mereka sendiri berdasarkan prinsip kebenaran, keadilan, dan hukum. Orang biasanya tidak mencapai tingkatan dari penalaran moral ini sampai setidaknya awal masa remaja atau lebih umum di masa dewasa awal, walaupun tidak semua orang mencapai tahap ini.

2.2       Struktur Kepribadian Sigmund Freud
Menurut Teori Psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

1.  Id

Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.

2.   Ego

Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.

3.   Superego

Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. Superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Interaksi dari Id, Ego dan superego :

Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.

2.3       Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freudadalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk dari usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. Fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud :

1. Fase Oral

Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi.
2. Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet. Anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
3. Fase Phalic
Pada tahap phallic, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipusmenggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5. Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

2.4 Teori Erik Erikson Tahap Perkembangan Hidup Manusia
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
  • Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.
  • Tingkatpertamateoriperkembanganpsikososial Erikson terjadi antara kelahiransampaiusiasatutahun dan merupakantingkatanpalingdasardalamhidup.
  • Olehkarenabayisangatbergantung, perkembangankepercayaandidasarkan pada ketergantungan dan kualitasdaripengasuhkepadaanak.
  • Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
  • Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.
  • Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
  • Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud.
  • Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
·         Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
·         Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
·         Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
·         Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
·         Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
·         Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
·         Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
·         Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan keterampilan yang dimilikinya.
·         Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
·         Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
·         Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
·         Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun.
·         Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan dirinya.
·         Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
·         Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.
·         Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
·         Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
·         Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
·         Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun).
·         Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
·         Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
·         Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
·         Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
·         Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
·         Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
·         Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
·         Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
·         Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun).
·         Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
·         Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
·         Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa.
·         Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
·         Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.


BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

            Perilaku di kalangan remaja Indonesia saat ini memang sangat mengkhawatirkan. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, sekarang Negara Indonesia terjadi degradasi kepribadian. Dulunya yang dianggap hal buruk, saat ini dianggap sebagai hal yang biasa. Gaya hidup remaja saat ini juga jauh berbeda dengan dahulu, baik dalam berpakaian, penampilan, kebiasaan, maupun kenakalan. Seks Bebas itupun juga sudah dianggap hal yang biasa dilakukan.
            Penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) pada 2007 lalu menemukan, perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia. Satu persen remaja perempuan dan enam persen remaja pria mengaku telah menjalani perilaku seks bebas. Ditelusuri lebih jauh lagi, remaja yang mengetahui teman mereka melakukan seks bebas di luar nikah jumlahnya sangat besar, mencapai 26 persen.
Pergaulan bebas yang akhir-akhir ini marak dikalangan pelajar, membuat dunia pendidikan semakin tercoreng, hal ini ditunjukan dari beberapa kasus yang ada yaitu hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2 %, karena sama-sama mau sebanyak 12,9 % dan tidak terduga sebanyak 45 %. Seks bebas sendiri mencapai 22,6 % (sumber: BKKBN).
3.1       Rasional
Beberapa hasil penelitian menunjukan data yang mencengangkan, di berbagai kota (baik kota besar atau kecil) menunjukan eskalasi perubahan tingkah laku seksualitas remaja.
Synovate Research tahun 2004 melakukan survey tentang perilaku seksual remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan dengan jumlah responden 450 orang dengan kisaran usia 15-24 tahun. (vivanews.com).
Hasil penelitian menunjukan sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden remaja mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuannya. Pengalaman berhubungan seks dimulai sejak usia 16 -18 tahun sebanyak 44%, sementara 16% melakukan hubungan seks pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan hotel (26%).
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) pada tahun 2002 melakukan survey tentang virginitas mahasiswi di Yogyakarta. Lembaga ini melaporkan telah melakukan survei terhadap 1.660 responden mahasiswi dari 16 perguruan tinggi di Yogyakarta, antara Juli 1999 sampai Juli 2002. Hasil survey tersebut menyatakan bahwa 97,5 persen dari responden mengaku telah kehilangan virginitasnya.
Sementara itu, dalam Kongres Nasional I Asosiasi Seksologi Indonesia (Konas I ASI) di Denpasar Juli 2002, Hudi Winarso dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya juga mengemukakan penelitian serupa. Dari angket yang disebarkan pada bulan April 2002 terhadap 180 mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surabaya, berusia 19 hingga 23 tahun, ternyata 40 persen mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pra nikah.
Data dari BKKBN menunjukan pola perilaku seks mahasiswa di daerah Jawa tengah berikut data-datanya.

Base Line Survey Perilaku Sex Mahasiswa
Pilar-PKBI Jawa Tengah pada April 2000
Responden: Pria 64 dan Wanita 63
No
Aktifitas Pacaran
Jumlah
Persen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Ngobrol
Berpegangan, mengusap rambut
Merangkul, memeluk
Cium pipi, kening
Cium bibir
Cium leher
Meraba daerah sensitif: Payudara
Petting
Intercouse
127
121
116
108
113
92
61
36
26
100%
95%
91.3%
85.2%
89.2%
72.4%
48.0%
28.3%
20.4%

Usia berapa pertama kali Intercouse
No
Usia
Jumlah
Persen
1
2
3
4
5
6
<12 th
12-14 th
15-17 th
18-20 th
21-23 th
>23 th
0
0
3
17
5
1
0%
0%
11.5%
65.3%
19.2%
3.8%




No
Dengan Siapa
Jumlah
Persen
1
2
3
4
5
6
Pacar
Teman
Saudara/Keluarga
Pekerja Seks
Tidak Dikenal
Lain-lain
18
5
0
11
2
1
69.2%
19.2%
0%
42.3%
7.6.%
3.8%

No
Alasan
Jumlah
Persen
1
2
3
4
Coba-coba
Ungkapan Cinta
Kebutuhan Biologis
Lainnya
5
11
14
1
19.2%
42.3%
53.8%
3.8%

Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk meneliti perubahan perilaku seks remaja dari rentang tahun 1989 hingga sekarang, secara keseluruhan menunjukan perubahan perilaku seks remaja ke arah perilaku seks bebas.Data diatas merupakan gambaran umum di beberapa kota besar, namun jika dilihat dalam lingkup mikro yang lebih sempit, di tingkat sekolah ternyata tidak jauh berbeda dengan temuan di atas.
Dari hasil penelesuran di beberapa sekolah di kota bandung, gambaran perilaku seks bebas remaja mengalami peningkatan yang cukup memprihatinkan. Sebagian remaja melakukan hubungan seks dengan alasan suka sama suka, coba-coba, dibujuk pacar, bahkan ada yang memiliki alasan ekonomi, yaitu menjadi pekerja seks.
Fakta yang ada saat ini sangat memprihatinkan, karena kecenderungan perilaku seks bebas memicu berbagai problematika dalam kehidupan remaja, salah satunya adalah penularan penyakit seks menular (HIV-AIDS, sifilis,dll) akan memicu permasalahan lainnya.
Data dari Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN) memperkirakan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia sampai Maret 2008 mencapai 200 ribu, terbanyak di kota-kota besar (www.antara.co.id. 2008).
Data ini merupakan data yang nampak saja, sebagaiamana fenomena gunung es para penderita HIV-AIDS mungkin jumlahnya jauh lebih banyak, apalagi ditunjang dengan meningkatnya perilaku seks bebas di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Kondisi ini menuntut kajian yang lebih mendalam mengenai fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja, dengan tujuan memperoleh gambaran dan analisis yang jelas, dalam hal ini sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang psikologi perkembangan dan psikologi kepribadian.

3.2       Hasil Wawancara
v  Observasi Pertama dilakukan pada :
Hari/ Tanggal    :  Selasa, 23 April 2013
Tempat              : JL. Sabar, Petukangan Selatan, Pesanggrahan,       Jakarta, 12270, Indonesia.
Narasumber      : 1.      Zarfa   (Anggota OSIS Kelas XI)
                            2.      Deby   (Anggota OSIS Kelas XI)
Pewawancara    : 1.      Atika Mardiati K.
2.     Ira Setyarini
3.     Edi Purnomo  

Zarfa dan Deby tidak setuju dengan maraknya kasus seks bebas, karena menurut mereka perbuatan itu melanggar nilai dan norma agama. Zarfa mengakui bahwa ia sudah pernah pacaran. Pacarannya masih dalam batas wajar, tidak sampai ke seks bebas. Menurut pengakuannya pacarnya sering datang kerumah dan orang tuanyapun mengetahui tentang hubungan mereka, sehingga secara tidak langsung orang tua juga ikut mengawasi mereka. Kadang-kadang pacarnya juga meminta izin kepada orang tua Zarfa untuk mengajak Zarfa jalan-jalan dan nonton bioskop. Jika tidak diizinkan, mereka juga akan mengurungkan niat. Berbeda dengan Deby, ia mengaku belum pernah pacaran sampai saat ini. Dari pengalaman pacaran Zarfa pacaran itu adalah untuk saling mengenal kepribadian pasangan, saling mengerti dan melengkapi.Dari sudut pandang agama Zarfa tahu  pacaran itu dilarang, tetapi ia sendiri mendapat hal positif dari pacaran. Contohnyakarena pacar Zarfa adalah kakak kelasnya, maka ia sering diajari pelajaran yang ia tidak tahu, sehingga prestasi juga meningkat. Bagi Zarfa seks bebas itu tidak penting dalam sebuah hubungan pacaran.
Menurut Deby seks bebas di zaman sekarang ini termasuk sebuah gaya hidup, gaya hidup yang dianggap bebas tanpa batasan. Karena orang tua mereka pernah menaseehati tentang seks bebas, dampaknya, sisi negatif, dan yang lainnya maka mereka sedikit banyak mengetahui bahwa seks bebas itu bukan gaya hidup yang pantas ditiru, dan itu merupakan pengaruh dari budaya barat.
Dari yang mereka ketahui, ada beberapa teman mereka yang pernah melakukan seks bebas akan tetapi mereka beranggapan bahwa teman sekolah mereka lebih banyak yang belum pernah melakukan seks bebas. Hal ini mungkin dikarenakan teman-teman Zarfa dan Deby orang yang tahu dampak buruk seks bebas. Zarfa berpendapat bahwa perilaku dan gaya hidup orang yang pernah melakukan seks bebas sudah pasti jelek karena orang yang telah melakukan seks bebas telah melakukan hal yang seharusnya tidak di lakukan. Dan bisa jadi seks bebas bisa juga terjadi karena kurangnya perhatian dari orangtua dan kurangnya pengetahuan tentang dampak negatif seks bebas itu sendiri.
Bagi mereka dampak seks bebas sangat merugikan dalam banyak hal terutama untuk seorang wanita karena kemungkinan bisa terjadi hamil di luar nikah. Hal ini wanita yang akan menanggung malu. Saran dari mereka untuk mencegah seks bebas yaitu dari pribadi orang itu sendiri seperti harus kuat keimanannya terhadap agama selain itu campur tangan orangtua dalam mendidik juga sangat penting.

v  Observasi Kedua dilakukan pada :
Hari/ Tanggal    :  Selasa, 23 April 2013
Tempat              : JL. Sabar, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta, 12270, Indonesia.
Narasumber      : 1.      Raka    (Anggota ROHIS Kelas X)
Pewawancara    : 1.      Khairul Anwar
2.     Erick Indra H.

Wawancara kedua pada hari dan tempat yang sama. Yang menjadi narasumber adalah siswa yang bernama Raka. Dia adalah salah satu dari anggota ROHIS (Kerohanian Islam) SMA 90.
Perilaku remaja saat ini memang sudah sangat parah, banyak yang melakukan tawuran bahkan sampai melakukan seks bebas. Menurut Raka seks bebas sendiri adalah pengaruh dari budaya barat yang semestinya tidak dicontoh oleh Indonesia yang terkenal dengat adat ketimurannya. Baginya pacaran sebenarnya juga pengaruh gaya barat, tetapi Raka sendiri dulu pernah pacaran satu kali, ia akui bahwa pacarannya hanya sekedar saling mengenal saja tidak sampai pada seks bebas.
Pemicu adanya seks bebas itu terkadang dari televisi yang semestinya hiburan tapi dibubuhi dengan adegan yang tidak sesuai, selain dari televisi dari internet juga banyak berpengaruh. Internet itu sebenarnya tergantung dari yang menggunakan, banyak poositif tetapi banyak pula negatifnya.Raka sebagai aktivis ROHIS mengetahui seks bebas itu hanya menimbulkan dosa. Cara yang Raka lakukan agar terhindar dari pengaruh teman-temannya yang tidak baik adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, selalu beribadah, dan cari aktivitas positif yang dapat mengembangkan karakter. Saran lain dari Raka agar tidak terjerumus seks bebas yaitu jangan membiarkan diri sendirian karena jika sendirian bisa saja menyalahgunakan internet untuk mebuka hal-hal yang negatif, sebaiknya mencari kegiatan yang lebih positif seperti mengikuti kegiatan les. Orangtuanya juga pernah menasihatinya agar terhindar dari pergaulan bebas, seperti jangan pulang sampai larut malam, jika ada tugas sekolah untuk dikerjakan sebaiknya izin terlebih dahulu kepada orangtua. 


v  Observasi Ketiga dilakukan pada :
Hari/ Tanggal    :  Kamis, 09 Mei 2013
Tempat              : Taman Kampus salah satu Universitas di Jakarta.
Narasumber      : 1.      AF (Nama Samaran), Mahasiswa Teknik.
Pewawancara    : 1.      Ira Setyarini

Wawancara ketiga ini bersifat rahasia, karena harus menjaga privasi dari narasumber sehingga tidak semua anggota kelompok ikut dalam wawancara kali ini. Pada hari Kamis, bertempat di taman kampus salah satu Universitas di daerah Jakarta, dilakukan wawancara kepada salah satu mahasiswa Teknik yang bernama AF. Umurnya 19 tahun. Dia adalah salah satu remaja yang sudah pernah melakukan seks bebas. Berikut adalah hasil wawancaranya.
AF pertama kali pacaran saat masih kelas IV SD. Baginya sekarang pacaran hanya kedekatan antara laki-laki dan perempuan, ia memiliki tujuan tertentu dari pacaran yaitu hanya sekedar melampiaskan nafsu. Selama ini AF pernah 8 kali pacaran, tetapi pertama kali ia melakukan seks bebas dengan temannya, bukan pacarnya. Karena ada rasa suka sama suka, mau sama mau sehingga mereka melakukannya. Pada saat melakukan seks bebas pertama kali, umurnya baru 15 tahun. AF tidak pernah memaksa perempuan tersebut untuk melakukan seks bebas dengannya, tetapi karena sudah sama-sama ingin. Si perempuannya sebenarnya yang mengajak terlebih dahulu, melakukan hal itu di kos si perempuan sehingga orangtuanya tidak mengetahui. Awalnya dia diajari oleh temannya, yang lebih tua darinya.
Dengan pacarnya ia juga pernah melakukan seks bebas, menurutnya dengan melakukan seks bebas tersebut tidak ada jaminan hubungan bisa langgeng, karena hal tesebut dilakukan hanya sekedar mencari senang, meskipun sama sama suka hal itu tidak menjadi jaminan. Saat melakukan seks bebas tersebut, tidak pernah ada masalah misalnya kehamilan, karena AF mengaku bahwa melakukan hal tersebut harus pandai mengatur waktu. AF sebenarnya juga menyesali, kenapa harus melalui hidup yang seperti itu karena orang yang sekali pernah melakukan susah untuk melepas hal buruk tersebut meskipun hanya sebatas pikiran, yang ada hanya meracuni otak dan terus ingin melakukannya lagi. Dia tahu hal itu adalah penyimpangan, hal yang negatif. Orang baik pasti tidak pernah melakukan itu, walaupun adda rasa ingin tahu.
Latar belakang dari keluarga sangat mempengaruhi pergaulan seks bebas, ia berasal dari keluarga yang broken-home sehingga pelarian ke hal yang negatif. Setelah orangtuanya mengetahui AF sudah pernah melakukan seks bebas, orangtuanya menyekolahkan AF di pesantren, tidak ada usaha orangtua untuk lebih menyayangi AF. Bagi AF, dia butuh kasih sayang dan perhatian dari orangtua. Selain faktor keluarga, globalisasi juga sangat mempengaruhi perkembangan pergaulan bebas. Mirisnya, anak kecil yang masih dibawah umur sudah tahu tentang hal tersebut, dan masih banyak lagi faktor lainnya. Dalam proses memperbaiki menurutnya sangat susah karena disaat sekarang akan sering dijumpai lingkungan seperti itu. AF sekarang dalam proses memperbaiki kebiasaan buruknya itu. Mulai masuk SMA dia sudah tidak pernah melakukannya lagi.

3.3       Analisis Perkembangan Psikoseksual Remaja
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Selain itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan kejahatan seks (Willis, 2005:1).
Perubahan dan perkembangan pada masa remaja ditandai dengan munculnya tanda-tanda sekunder dan mulai matangnya organ-organ reproduksi. Menurut Freud (Sadock, 1997) masa remaja sebagai fase genital, yaitu energi libido atau seksual yang pada masa pra remaja bersifat laten kini hidup kembali. Dorongan seks dicetuskan oleh hormon-hormon androgen tertentu seperti testosteron yang selama masa remaja ini kadarnya meningkat. Tidak jarang mereka melakukan masturbasi sebagai cara yang aman untuk memuaskan dorongan seksualnya, kadang-kadang mereka melakukan sublimasi terhadap dorongan seksualnya kearah aktifitas yang lebih bisa diterima, misalnya kearah sastra, psikologi, olah raga atau kerja sukarela, sistem sosial yang memadai sering membantu remaja menemukan cara-cara yang dapat menyalurkan energi seksualnya pada aktivitas atau peran yang lebih bisa diterima.
Pendapat Freud diatas diperkuat dengan pendapat Kaplan & Sadock (1988), menurutnya pada fase remaja pertengahan berdasarkan literatur barat perilaku dan pengalaman seksual sudah menjadi kelaziman. Dari waktu-kewaktu mereka makin dini melakukan aktivitas seksual (rata-rata telah melakukan pada usia 16 tahun). Baru pada masa remaja akhir mereka mulai ada perhatian terhadap rasa kasih sayang sesama manusia, moral, etika, agama, dan mereka mulai memikirkan masalah-masalah dunia (Sadock, 1997). Jelasnya citra tubuh, minat berkencan, dan perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh perubahan pada masa pubertas, yaitu suatu periode dimana kematangan fisik dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja.
Jika ditinjau dari sisi perkembangan, minat remaja terhadap perilaku seks menurut Hurlock (1980:226) didorong oleh meningkatnya keingintahuan remaja tentang seks. Remaja mencari berbagai macam informasi yang terkait dengan seks melalui bacaan, teman sebaya, atau mengadakan percobaan dengan melakukan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama.
Berbagai temuan dari hasil penelitian yang dipaparkan pada pembahasan sebelumnya memberikan gambaran tentang perubahan pola perilaku seks remaja pada saat ini. Terkait dengan hal tersebut Hurlock (1980:229) memberikan gambaran di dunia barat bahwa terjadi perubahan pola heteroseksualitas yang baru di kalangan remaja, sebagai contoh ciuman pada saat kencan pertama saat ini sudah dianggap biasa, padahal di masa lalu hal ini bisa merusak hubungan laki-laki dan perempuan yang baru mulai mengenal.
Selain itu, Hurlock (1980:229) memaparkan bahwa perubahan perilaku seksual tampak menonjol, namun perubahan sikap seksual lebih menonjol lagi. Perilaku yang pada generasi yang lalu akan mengejutkan para remaja bila terjadi diantara teman-teman sebayanya, dan akan menimbulkan rasa malu dan bersalah bila terjadi dalam kehidupan mereka sendiri, sekarang dianggap benar dan normal, atau paling sedikit diperbolehkan. Bahkan hubungan seks sebelum nikah dianggap “benar” apabila dilakukan dengan rasa cinta. Menurut para remaja saat ini, hubungan seksual yang dilakukan dengan kasih sayang lebih diterima daripada bercumbu hanya sekedar melepas nafsu.
3.4       Riset Kepada Pelajar Surabaya (Wacana)
Riset ini dilakukan selama tahun 2012 kepada pelajar Surabaya oleh lembaga pemerhati pendidikan dan remaja, HotLine Pendidikan  didukung oleh Yayasan Embun Surabaya ( YES ), Telpon Sahabat Anak ( Tesa ) 129 Jatim dan Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim.
Dalam penelitian ini, Hotline Pendidikan  menyebarkan questioner sebanyak 600 eksemplar dengan 32 item yang berisi pertanyaan. Dari 600 eksemplar questioner yang disebarkan, yang kembali sebanyak 200 eksemplar untuk pelajar putra dan 250 untuk pelajar putri.
Adapun hasil riset yang itu sebagai berikut :
  1. Mayoritas remaja  (rata-rata di bawah usia 18 tahun) setuju jika pacaran disertai hubungan intim. Bahkan sebanyak 16 % sudah melakukannya.
  2. Tempat-tempat yang digunakan berpacaran dan hubungan seksual di antaranya; Mall (49 %), Gedung Bioskop dan kafe serta tempat hiburan yang tertutup (27 %) ,  rumah (24 %), di sekolah (16 %).
  3. Bila aktifitas seksual itu dilakukan di sekolah, aktifitas yang dilakukan adalah ciuman, saling merabah bagian tubuh lawan jenisnya . Aktifitas itu dilakukan di kelas pada saat jam kosong sebanyak 22 %  pelajar memilihnya dan 13 % dilakukan di kantin atau ditempat – tempat sepi d lingkungan sekolah, seperti kamar mandi.
  4. Aktifitas seksual biasanya terjadi di momen-moment tertentu misalnya lebaran, menjelang pergantian Malam Tahun Baru, peringatan Valentine’s Day, perayaan KELULUSAN. Bahkan yang cukup mengejutkan, pasca puasa Ramadhan atau Hari Raya.
  5. Sumber informasi yang banyak menjadi rujukan para pelajar untuk melakukan aktifitas seksual adalah TV (57 %), teman (53 %), HP dan internet (28 %), radio (sebanyak 23 %), media cetak (22 %).

3.5       Analisis Pengaruh Media
            Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memiliki dua sisi. Di satu sisi memiliki dampak positif, sedangkan disisi yang lain dampak buruk mengancam. Kemajuan IT  akan membuat perubahan tingkah laku manusia dan membentuk budaya global. Media teknologi yang ngetrend saat ini sebagai penyebar informasi yang cepat adalah seperti televisi, handphone, internet dll.
Budaya global tersebut secara positif memiliki muatan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial dan kebudayaan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi yang mempertontonkan dan memperdengarkan perilaku seksual melalui media majalah, surat kabar, tabloid, buku-buku, televisi, radio, internet, film-film, dan video. Teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dapat berkomunikasi secara interaktif mengenai hal-hal yang berorientasi seksual secara online melalui internet.
Pada awalnya media massa elektronik tersebut sangat membantu masyarakat dalam memperoleh informasi dan hiburan dengan mudah. Di balik kemudahan itu tanpa disadari media massa elektronik juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat khususnya remaja, dengan bebasnya media massa elektronik menyajikan tontonan yang tidak memperlihatkan norma-norma sosial seperti perilaku seks pranikah, akan mempengaruhi perilaku masyarakat terutama pada remaja yang taraf berfikirnya belum matang.

3.6       Solusi Permasalahan
            Solusi yang dapat diambil dari permasalahan perilaku, gaya hidup, dan seks bebas di kalangan remaja Indonesia adalah :
1.      Adanya kasih sayang, perhatian dari orang tua dalam hal apapun serta pengawasan yang tidak bersifat mengekang.
Salah satu faktor terbesar yang mengakibatkan remaja kita terjerumus ke dalam prilaku seks bebas adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Perilaku seks bebas pada remaja saat ini sudah cukup parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting untuk mengantisipasi perilaku remaja tersebut. Sebagai makhluk yang mempunyai sifat egoisme yang tinggi maka remaja mempunyai pribadi yang sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan di luar dirinya akibat dari rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Tanpa adanya bimbingan maka remaja dapat melakukan perilaku menyimpang. Untuk itu, diperlukan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan komunikasi yang efektif. Mungkin seperti menjadi tempat curhat bagi anak-anak anda, mendukung hobi yang diinginkan selama kegiatan tersebut positif untuk dia.
2.      Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi.
Pada usia remaja, mereka selalu mempunyai keinginan untuk mengetahui, mencoba dan mencontoh segala hal. Seperti dari media massa dan elektronik yang membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti seperti yang ada dalam tayangan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan dalam hal tersebut. Mungkin dengan mendampingi mereka saat melihat tayangan tersebut.
3.      Menambah kegiatan yang positif di luar sekolah, misalnya kegiatan olahraga.
Selain menjaga kesehatan tubuh, kesibukan di luar sekolah seperti olahraga dapat membuat perhatian mereka tertuju ke arah kegiatan tersebut. Sehingga, memperkecil kemungkinan bagi mereka untuk melakukan penyimpangan prilaku seks bebas.
4.      Perlu dikembangkan model pembinaan remaja yang berhubungan dengan kesehatan produksi.
Perlu adanya wadah untuk menampung permasalahan reproduksi remaja yang sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang terarah baik secara formal maupun informal yang meliputi pendidikan seks, penyakit menular seksual, KB dan kegiatan lain juga dapat membantu menekan angka kejadian perilaku seks bebas di kalangan remaja.
5.      Perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dalam mengambil tindakan terhadap pelaku seks bebas.
Dengan memberikan hukuman yang sesuai bagi pelaku seks bebas, diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut.

 
BAB IV
PENUTUP

4.1       Kesimpulan
            Maraknya pergaulan dan seks bebas dikalangan remaja saat ini tidak terlepas dari beberapa hal :
1.    Hormonal yang tumbuh dalam diri remaja yang sudah mengenal dan tertarik pada lawan jenisnya. Remaja yang tidak bisa mengendalikan pengaruh hormon ini akan menyalurkannya pada kegiatan yang negatif.
2.    Gaya hidup, remaja yang masih mencari dentitas diri akan menirukan gaya hidupa atau figure seseorang yang dianggap mereka trend, termasuk pergaulan bebas dan seks bebas yang dianggap gaul.
3.    Teman sebaya, ciri khas remaja adalah sangat percaya dan yakin akan teman sebaya daripada orang-orang dewasa yang membimbing mereka kearah yang baik. Teman sebaya yang memiliki pola hidup yang bebas dan merdeka yang lepas dari pengawasan orang tua sangat berpotensi untuk terjerumus dalam pergaulan dan seks bebas.
4.    Rasa keingintahuan dan tahap coba-coba, remaja mempunyai ciri khas rasa ingin tahu dan tahap coba-coba hal yang baru tanpa memperhitungka resiko yang diakibatkannya nanti, rasa inilah yang menyebabkan remaja terjerumus dalam pergaulan dan seks bebas.
5.    Ketika seks menjadi simbol remaja, seks saat ini dianggap oleh kalangan remaja sebagai sebuah simbul remaja. Semua pembicaraan dan tingkahlaku remaja selalu dihubungkan dengan seks.
6.    Media, media telekomunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam maraknya seks bebas dikalangan remaja sekolah, hal ini tampak dari media telekomunikasi yang digunakan remaja seperti :  hp, komputer, film, TV banyak mengandung muatan pornografi yang notabene disukai oleh kaum remaja.

 
Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas:
1.     Menciptakankenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban mental yang berat.
2.   Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila dilakukan pada masa subur. kehamilan yang terjadi akibat seks bebas menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.
3.  Menggugurkan Kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan Kanker Rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.
4.  Penyebaran Penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks bebas dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.
5.      Timbul rasa ketagihan.
6.      Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.

 4.2       Saran
            Saran yang dapat disampaikan dari permasalahan yang telah dibahas adalah :
1.      Mengurangi besarnya dorongan biologis
a.       Menghindari membaca buku atau melihat film/majalah yang menampilkan gambar yang tidak layak.
b.      Membiasakan mengenakan pakaian sopan.
c.       Membuat kelompok kegiatan yang positif dan bermanfaat untuk mengembangkan diri.
2.      Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis
a.       Pendidikan agama dan budi pekerti.
b.      Penerapan hukum-hukum agama dalam kegiatan sehari-hari.
3.      Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja
4.      Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah
a.       Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali.
b.      Orang tua tidak memberikan fasilitas (termaksuk uang saku) yang berlebihan.
c.       Dukungan dari pemerintah juga diperlukan misalnya dengan melalui pengawasan pasangan-pasangan remaja di tempat wisata.


 DAFTAR PUSTAKA

http://ms.wikipedia.org/wiki/Gaya_hidup
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_manusia
http://www.aids-ina.org/modules.php?name=News&file=print&sid=7040
http://www.berbagaihal.com/2011/03/mencegah-prilaku-seks-bebas-pada-remaja.html





0 Responses