Makalah Seksual Pada Masa Usia Lanjut
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan
bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut
menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual
yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak
menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini
pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal
dengan istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah
seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah,
termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar
adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau
merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias
tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang,
ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun.
Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia
antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan
6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa:
l Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas
seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi
oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
l Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami
istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut
sebelumnya.
l Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita
lebih panjang dari pria, seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya
akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di
Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) diatas 45 tahun lebih
meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat melakukan hubungan
seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual pada lansia umumnya
memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan
tentang masalah seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua
lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis. Ada tiga
penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual
diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga
karena gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena
perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak
sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap disfungsi seksual harus
segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam
penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis
disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan
sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam
makalah ini.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mengetahui
masalah seksual pada masa usia lanjut
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui
karakteristik masa usia lanjut
b.
Mengetahui
perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
c.
Mengetahui masalah
seksual pada masa usia lanjut
d.
Mengetahui perubahan
seksual pada pria lansia
e.
Mengetahui perubahan
seksual pada wanita lansia
f.
Mengetahui cara
mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut
C. Manfaat
1.
Bagi mahasiswa
Merupakan
sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan seksual pada
masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kebidanan pada saat
praktik lapangan.
2.
Bagi institusi dan
civitas akademika
Mengukur
pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah dengan
mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber bacaan
tambahan di perpustakaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI MASA USIA LANJUT ( LATE ADULTHOOD)
Masa
usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif
sebagai beban keluarga dan masyarakat
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995)
masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan
manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak
memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen
. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang
mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu
sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh
berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua
dengan sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan
, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka
sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental
mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat
ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis
merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai
aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia
kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena
informasi tentang usia hampir selalu
tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut
usia tua (old) 75 – 90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan
bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang
berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65
tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan
mengalami berbagai penurunan daya tahan
tubuh/kesehatan
dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam
Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang
jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56
tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa
lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat
perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke
dalam penduduk lanjut usia.
B.
PERUBAHAN-PERUBAHAN
FISIK DAN PSIKIS YANG TERJADI PADA MASA
USIA LANJUT
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah
ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun
wanita, pada usia lanjut mereka akan melakukan penyesuaian diri agar mereka
tampak siap dan sesuai dengan masa usia lanjut tersebut secara baik ataupun
tidak baik. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari penyesuaian tersebut
cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang tidak baik daripada yang
baik, terutama adalah terjadinya kemunduran fisik dan mental yang berlangsung
secara perlahan dan bertahap.
1.
PERUBAHAN FISIK PADA
MASA USIA LANJUT
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga
fungsinya mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara
perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada
masa usia muda.
Beberapa
perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
·
Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan keriput,
kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan lingkaran hitam
dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering
muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
·
Perubahan otot : pada umumnya
otot orang berusia madya menjadi lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan
bagian atas, dan perut
·
Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian tungkai dan lengan yang
membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
·
Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-kadang memakai
gigi palsu
·
Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan kotoran yang
menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita presbiop atau kesulitan melihat
jarak jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya elastisitas mata
·
Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga tidak sedikit yang
mempergunakan alat bantu pendengaran.
·
Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat
terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan konsumsi
oksigen basal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas dari paru
Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan
bertambahnya usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat
penyakit kronis, obat-obat yang diminum akibat operasi yang menyiksa kesusahan
secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada
bagian dalam tersebut seperti :
·
Perubahan pada
sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan ukuran, berat, dan fungsi
contohnya kortek serebri mangalami atropi.
·
Perubahan pada
sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas dari pembuluh darah
jantung dan menurunnya kardiak out put
·
Penyakit kronis misal diabetes
melistus (DM), penyakit cardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan
masalah yang berhubungan dengan persendian dan syaraf
·
Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
Hasil
penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy meliputi gagal ereksi
mencapai 12 % sampai timbulnya masalah tidak tercapainya ejakulasi sebesar 24
%, kanker prostate dan operasi prostad (hilangnya libido, gagal ereksi, volume
ejakulasi)
·
Perubahan pada
sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter mengalami penurunan efisiensi,
jumlah sel dalam ginjal mengalami penurunan menyebabkan gangguan pengeluaran
toksin dan air dari tubuh.
2.
PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Gangguan psikologis paling
umum yang berpengaruh pada orang tua adalah timbulnya depresi, dimensia, dan
mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh perasaan sudah tua, sudah
pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan. Perubahan akibat
depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual termasuk gangguan khayal yang dikaitkan
dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang
timbul adalah
·
Kecemasan (angietas)
·
Depresi
·
Rasa bersalah (guilty feeling)
·
Masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan seksual
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
·
Penurunan sekresi estrogen
setelah menopause
·
Hilangnya
kelenturan/elastisitas jaringan payudara
·
Cerviks yang menyusut
ukurannya
·
Dinding vagina atropi
ukurannya memendek
·
Berkurangnya pelumas vagina
·
Matinya steroid seks secara
tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
·
Perubahan ageing meliputi
penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir
vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan
Multidirectional, dimana
beberapa komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun,
lansia akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan
memproses informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.
Disamping itu ada beberapa
gangguan mental yang paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah
depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual mungkin berubah secara
signifikan pada depresi dan dimensia .
C.
MASALAH SEKSUAL
PADA MASA USIA LANJUT
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang
tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi
ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara
normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat
diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi berkurangnya respon
erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin
sewaktu masturbasi.
Alexander
dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang
terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara
bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan
neurologiknya.
Perubahan fisiologik
aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan
seksual menurut Kaplan adalah berikut
ini :
Fase tanggapan seksual
|
Pada wanita lansia
|
Pada pria lansia
|
Fase desire
|
Terutama dipengaruhi oleh
penyakit baik dirinya sendiri atau pasangan, masalah hubungan antar keduanya,
harapan kultural dan hal-hal tentang harga diri. Desire pada lansia wanita
mungkin menurun dengan makin lanjutny usia, tetapi hal ini bisa bervariasi.
|
Interval untuk meningkaatkan
hasrat melakukan kontak seksual meningkat;hasrat sangat dipengaruhi oleh
penyakit; kecemasan akan kemampuan seks dan masalah hubungan antara pasangan.
Mulai usia 55 th testosteron menurun bertahap yang akan mempengaruhi libido.
|
Fase arousal
|
Pembesaran payudara
berkurang, semburat panas dikulit menurun; elastisitas dinding vagina
menurun; iritasi uretra dan kandung kemih meningkat;otot-otot yang menegang
pada fase ini menurun.
|
M embutuhkan waktu lebih
lama untuk ereksi; ereksi kurang begitu kuat; testosteron menurun; produksi sperma menurun bertahap mulai usia
40 th; elevasi testis ke perinium lebih lambat dan sedikit; penguasaan atas
ejakulasi biasany membaik.
|
Fase orgasmik(fase muskular)
|
Tanggapan orgasmik mungkin
kurang intens disertai sedikit kontraksi; kemampuan untuk mendapatkan orgasme
multipel berkurang dengan makin lanjutnya usia.
|
Kemampuan mengontrol
ejakulasi membaik; kekuatan kontraksi otot dirasakan berkurang; jumlah
kontraksi menurun; volume ejakulat menurun.
|
Fase pasca orgasmik
|
Mungkin terdapat periode
refrakter, dimana pembangkitan gairah secara segera lebih sukar.
|
Periode refrakter memanjang
secara fisiologis, dimana ereksi dan orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.
|
1.
Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah
hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun
seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk
meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun
secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2.
Fase arousal
·
Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan
flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan
otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
·
Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan
kurang begitu kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan
testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.
3.
Fase orgasmic
·
Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai
lebih sedikit konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
·
Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik;
kekuatan dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4.
Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana
pembangkitan gairah sampai timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar
terjadi.
Tabel perubahan
fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua
menurut Kaplan
Disfungsi seksual pada
lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak
penyebab lainnya seperti:
1.
Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi,
dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat inadekuat konseling tentang
efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2.
Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu
berhubungan langsung atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin
memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :
·
Gangguan hasrat
·
Tahap pemanasan
·
Orgasme
·
Rasa nyeri
·
Sakit fisik
·
Obat dan alkohol
·
Gangguan yang tidak khusus
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah
kehidupan seksual antara lain :
1.
Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil
pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual
karena takut menyebabkan infark.
2.
Pasca stroke
Masalah seksual mungkin
timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami anxietas akibat
perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau
dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola
seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat
penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual
ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada
stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak
terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka diperlukan
penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya
mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan.
Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi
dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan
berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.
3.
Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4.
Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan
arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini
mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang
memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.
5.
Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
6.
Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok
tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang
akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi
vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan.
7.
Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif
kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan umum, kebutuhan
pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang
mungkin dapat membahayakan jiwa.
8.
Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
Seiring proses penuaan, kemampuan
seksualitasi juga akan mengalami penurunan. Kemampuan untuk mempertahankan
seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada beberapa faktor
yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan
yang menarik. Perubahan perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi
berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit
pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a.
Produksi testoteron menurun secara bertahap.
Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis
menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan
berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan
penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi
ovum
b.
Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana
hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90%
pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan
terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus
urinarius.
c.
Respon seksual terutama fase penggairahan,
menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis
dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi
tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan
bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga
dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan
respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih
lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi
berkurang bahkan tidak terjadi.
d.
Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang
tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan
ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi
tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria
disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari
kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti,
serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya
berkurang termasuk selama tidur.
e.
Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada
organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani
selama orgasme menurun.
f.
Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi
semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda
pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
g.
Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin
jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya
potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari
dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada
seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi
rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia
70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian,
banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang
cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan
|
|
a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada
pria lansia
Impotensi
atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten untuk
mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai
aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia
dibedakan menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan
seksual), impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia
generandi (tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar
52% pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria
yang lebih tua.
Untuk timbul
ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari rangsangan
psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan
sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus,
limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke
susunan saraf ototnom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus
kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan
membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan
bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular,
hormonal, psikologik dan kimiawi
b.
Etiologi
impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1)
DE organik, sebagai akibat gangguan akibat
gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
·
DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM
(Androgen Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada
lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun
sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid dan Cushing’s disease.
·
DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan
jalur impuls terjadinya ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma
atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik
misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau penyakit ganglia
radiks dorsalis medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes akibat
pasca prostatektomi total atau operasi rektosigmoid.
·
DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada
lansia yang mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit
aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri ke
korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau hilangnya
kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan DE. Selain itu DE bisa
terjadi pada penyakit Leriche, yaitu obstruksi di pangkal bifurkasio a.
iliaka di daerah a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan
pengisian darah tidak sempurna yang akan menyebabkan DE.
2)
DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan
sebagai penyebab utama DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar.
Justru penyebab utama DE pada lansia gangguan organik, walaupun faktor
psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini yang berpotensi
reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi,
rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal
dalam hubungan seksual.
Ada pendapat
yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi yang dahulu atau
karena terlalu sering ejakulasi atau sebailiknya karena terlalu lama menahan
dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa
ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung
mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan
ejakulasi tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang
telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-obatan
terutama obat antihipertensi ( Reserpin, ß blocker, guanethidin dan
metildopa), alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik
sedatif, dan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron.
c.
Diagnosa
impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Ada
kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari
pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah
memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi
ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha
mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien.
Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah
pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara
yang terbaik adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari
pasangan seksual mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan
diri pasien untuk kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak
langsung dapat membantu mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari
segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi murni
disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang
menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan
yang mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan
kelainan yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini
dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari
anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada
tidaknya disfungsi ereksi:
·
Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti
arteri femoral dan perifer berkurang atau terdengar bruit.
·
Adakah perubahan kulit. Turgor menurun
mengakibatkan kulit menjadi kurang elsatis.
·
Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan
parasimpatis) seperti adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
·
Adakah gejala hipotensi ortostatik.
·
Adakah gejala neuropati perifer seperti DM,
alkoholisme, kekurangan vitamin B1, dan lain-lain.
·
Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau
dan plak pada peyronie’s disease. Peyronie’s disease adalah keadaan dimana
terjadi kelainan anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak
yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam badan
kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
·
Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
·
Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan
untuk menentukan adanya kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau
endokrin yang abnormal.
·
Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.
d.
Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria
lansia
Phosphodiesterase-5
(PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama untuk disfungsi ereksi. PDE5
berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi cyclic 3' 5'
guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat oksida akan
menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5, obat ini
berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi kontra
indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan
nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis
dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark.
Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu
obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah sildenafil sitrat
(Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP siklik yang
mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa
diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat
ini juga menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat
karena dapat menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998).
Karena tidak
menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat /
memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum / tidak
terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya
bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala,
muka merah, gangguan penglihatan (buram sampai melihat segala sesuatu
kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5
inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara
lain Alprostadil (Caverject ®, Muse ®), Vardenafil (Levitra ®), dan Tadalafil
(Cialis ®).
Apomorfin
(Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1 dan -D2 di
hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya erektogennya
berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida, kemudian
konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan relaksasi
otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan
terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah
memuncak dalam 4o-60 menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek
samping yang tersering berupa nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon
replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan hipogonadal. Pengobatan
yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka panjang, maupun
transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena kemungkinan
toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian
testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel
tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua
pria yang menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan
pemeriksaan rektal digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian
testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
·
Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma
berkurang, ginekomastia, pembesaran prostat
·
Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di
daerah muka, volume suara membesar
·
Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit
darah, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung.
Ada beberapa
cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun
protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan
vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang
karet atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum
tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan
membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat
mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari biasanya. Protesa
pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan
revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan
yang tinggi.
|
|
a.
Defenisi Andropause
pada pria lansia
|
Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan
“pause = istirahat”. Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat
proses menua pada sistem reproduksi pria mungkin di dalamnya termasuk
perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium
laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis
fase kehidupannya, dimana terjadi perubahan fisik, hormon dan psikis serta
penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi secara
bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun operasi,
medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset
terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal
ini terjadi karena kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat
terbatas karena tidak ada cara untuk menprediksi siapa yang akan mengalami
gejala andropause. Test yang sensitif untuk mengetahui bioavaibilitas
testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test ini
andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh
penatalaksanaan.
b.
Etiologi andropause pada pria
lansia
Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron
dalam tubuh menurun kurang lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama
Sex Binding Hormone Globulin (SHBG) meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak
testoteron yang bersirkulasi dan membuat testoteron tidak tersedia untuk
digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual
yang normal dan terjadinya ereksi.
c.
Gejala dan efek yang ditimbulkan
oleh andropause
Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang
rendah. Setiap pria mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda
kadarnya pada setiap invididu. Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami
gejala andropause.
Beberapa
gejala yang dapat timbul antara lain :
·
Depresi
·
Kelelahan
·
Iritabilitas
·
Libido menurun
·
Sakit dan nyeri
·
Berkeringat dan flushing
·
Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
·
Sulit berkonsentrasi
·
Pelupa
·
insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan
menimbulkan efek tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu yang
panjang dapat menyebabkan:
·
Osteoporosis
·
Obesitas
·
Kehilangan masa otot
·
Resiko menderita arteriosklerosis
·
Resiko menderita kanker payudara
·
Resiko menderita kanker prostat
d.
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement therapy baik secara injeksi maupun oral. |
Perubahan-Perubahan
Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
• Penurunan
Sekresi estrogen setelah menopause
• Hilangnya
kelenturan/elastisitas jaringan payudara
• Cerviks yang
menyusut ukurannya
• Dinding vagina
atropi ukurannya memendek
• Berkurangnya
pelumas vagina
• Matinya steroid
seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
• Perubahan
“ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan
selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael
1. KLIMAKTERIUM PADA
WANITA LANSIA
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa
reproduksi dan masa senium. Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir
6-7 tahun setelah menopouse
Ø Tanda-tanda Klimakterium :
a.
Menstruasi tidak
lancar atau tidak teratur
b.
Haid banyak ataupun
sangat sedikit
c.
Sakit kepala terus
menerus
d.
Berkeringat
e.
Neuralgia
Ø Gejala Psikologis pada masa klimakterimum :
a.
Kemurungan
b.
Mudah tersinggung /
mudah marah
c.
Mudah curiga
d.
Insomnia
e.
Tertekan
f.
Kesepian
g.
Tidak sabar
h.
Tegang dan cemas
Ø Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :
a.
Berhentinya
menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b.
Mengalami atropi pada
sistem reproduksi
c.
Penampilan kewanitaan
menurun
d.
Keadaan fisik kurang
nyaman
a.
Kemerah-merahan pada
leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi, friigid
e.
Berat badan
f.
Perubahan kepribadian
Ø Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum
a.
Merasa tua
b.
Tidak menarik lagi
c.
Rasa tertekan karena
takut menjadi tua
d.
Mudah tersinggung
e.
Mudah kaget
f.
Takut tidak dapat
memenuhi kebutuhan seksual suami
g.
Rasa takut karena
suami menyeleweng
Ø Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada
wanita lansia
a.
Ketakutan
–
Ketergantungan fisik
dan ekonomi
–
Sakit-sakitan yan
kronis
–
Kesepian
–
Kebosanan karena tidak
diperlukan
b.
Perubahan mental
–
Belajar : kurang mampu
belajar yang baru
–
Berfikir : terlalu
berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
–
Kreatifitas berkurang
–
Berkurang rasa humor
–
Perbendaharaan kata
semakin menurun
c.
Gangguan mental
–
Agresi : menyerang
disertai kekuatan
–
Kemarahan dan rasa
tidak senang yang kuat
–
Kecemasan yang tidak
berobyektif
–
Kacau & sering
bingung
–
Penolakan ; ketidakmampuan
untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan, fikiran, perasaan pada
kejadian nyata
–
Ketergantungan :
meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
–
Depresi : perasaan
sedih & pesimis
–
Ketakutan : reaksi
emosional terhadap sumber luar
–
Manipulasi : proses
bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain dengan cara serdik,
tidak jujur / tipu muslihat
–
Rasa sakit yang tidak
berpenyebab
2.
MENOPAUSE PADA
WANITA LANSIA
a. Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan
hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya
usia. Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase
ini terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk
mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.
b. Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan
hormon ovarium yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan
seksual yang menurun pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi
selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause
umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52 tahun (Rachmawati,
2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen
mengakibatkan penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah
permukaan kulit juga akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi
atrofi dan tidak adanya darah kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat.
Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan
permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan
dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.
c. Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari
kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap
menopause sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa
menjadi tua, yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat
seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun
menjelang berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah
perubahan dalam gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa
sakit kalau terjadi hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami,
anak dan ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan
sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause
dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami
dengan baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari
mereka tidak sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya,
sehingga di sisi lain banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku
yang sangat mengganggu istri yang telah menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan
seksual lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah
bahwa menopause berarti padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim
akibat perlendiran vagina berkurang, sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia
kala, penolakan istri karena merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila,
1998). Anggapan seperti itu sebenarnya lebih
banyak dipengaruhi oleh salah pengertian atau karena mendengar cerita
orang lain, kadang pria mencoba mengatasi masalah ini dengan mencari pasangan
lebih muda dengan harapan bahwa kemampuan seksualnya yang telah surut dapat
kembali. Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan mencari pasangan
lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks setelah
menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari berhubungan
intim dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya selaput
lendir liang senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause
disebabkan oleh
bertambahnya usia dan
juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Gejala
psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar
tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa
kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan
suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita
yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan
sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi
seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial
ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya
(Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS,
menunjukkan bahwa
tidak semua perempuan
menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita berusia 61-65 tahun
memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71 tahun, 13% wanita
menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika masih muda
(Rachmawati, 2006).
d.
Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang
dapat dilakukan di tingkat pelayanan dasar :
1)
Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat
kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk melihat kelainan
yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal sepertu
benjolan dan radang.
2)
Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat
dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda radang atau deteksi awal
bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi. Dengan demikian
pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
3)
Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan
hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau
tumor payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormone pengganti
untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause.
4)
Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure
fito-estro-gen
5)
Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause
digantikan dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup
seperti kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6)
Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7)
Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak,
kopi dan alkohol
3. SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause.
Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan
vegetatif maupun psikis.
F.
UPAYA MENGATASI
PERMASALAHAN SEKSUAL PADA LANSIA
Untuk mengatasi beberapa
gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual diperlukan
penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan waktu yang
cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor.
Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang
penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa
masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual
adalah masalah yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga
kesehatan untuk mengatasi gangguan
seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
1.
Anamnesa Riwayat Seks
a. Gunakan bahasa
yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan
pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan
gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d. Uraikan dengan
panjang lebar permasaIahanya
e.
Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap
tentang obat-obatan yang dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus
rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga
anamnese tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan
tentang gangguan psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang
obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal
dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah,
status gizi dan status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi
ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap
gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)
2.
Pengobatan yang diberikan mencakup ;
1. Konseling
Psikoseksual
2. Therapi
Hormon
3. Penyembuhan
dengan obat-obatan
4. Peralatan
Mekanis
5. Bedah
Pembuluh
3.
Bimbingan Psikososial
Bimbingan
dan konseling sangat dipentingkan dalam
rencana manajemen gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan
Pharmakologi
4.
Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia :
Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
“Viropause”/andropause
pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia :
Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada klimakterium
5.
Penyembuhan dengan Obat
a. Yohimbine,
Pemakaian Krim vasoaktif
b. Oral phentholamin
c. Tablet apomorphine sublingual
d. Sildenafil, suntik intra-carporal obat
vasoaktif
e. Penempatan intra-uretral prostaglandin
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan
patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada
usia lanjut
Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.
Golongan
Obat
|
Contoh
|
Pengaruh
Pada Fase
|
Anjuran
Obat Pengganti
|
Anti
hipertensi:diuretika
|
Gol.
tiasid
|
Fase
pembangkitan
|
Pertimbangkan
penghambat kanal Ca
|
Anti
hipertensi: obat berdaya sentral
|
Klonidin,
metil-dopa
|
Fase
pembangkitan
|
Pertimbangkan
penghambat kanal Ca
|
Anti
hipertensi: penyakit beta
|
propanolol
|
Fase
hasrat dan penggairahan
|
Pertimbangkan
penghambat kanal Ca
|
Anti-hipertensi
penghambat ACE
|
captopril
|
Fase
penggairahan
|
Pertimbangkan
penghambat kanal Ca
|
Obat
anti -psikotik
|
Torasin,
tiotksen, haloperidol
|
Fase
desire, fase pembangkitan, priapismus, ejakulasi retrogad
|
Pertimbangkan
Buspiron, turunkan dosis bertahap
|
Obat
anti-ansietas
|
diasepam
|
Fase
desire, orgasme
|
Lebih
ditekankan pada pemuaskan
|
antikolinergik
|
Atropin,
hidroksisin
|
Fase
pembangkitan, fase desire
|
Estrogen
oral merupakan pilihan pada yang takbisa per oral
|
estrogen
|
premarin
|
Fase
pembangkitan(perbaikan lubrikasi, turunkan rasa nyeri)
|
Bila
ada efek samping berikan secara siklik
|
progestin
|
provera
|
Fase
desire(dapat diturunkan libido)
|
Pertimbangkan
alternatifdari Blocker H-2
|
Antagonis
reseptor H-2
|
simetidin
|
Fase
desire, pembangkitan orgasme
|
Waktu
pemberian sangat penting (berhubungan dengan waktu aktivitas seksual)
|
narkotik
|
Kodein,
demerol
|
Fase
desire, pembangkitan orgasme
|
Kenali
dan obatitd.adiksi
|
Sedatif
lain-lain
|
Alkohol,
barbiturat digitalis
|
Fase
desire, pembangkitan
|
Obati
gejala kecemasan; yakinkan ketakutan akan serangan jantung waktu akt. seksual
|
Antidepresan
trisiklik
|
Imipramin,
amitriptilin
|
Fase
desire, pembangkitan
fase muskular
terlambat
|
Pertimbangkan:
Prozac, zoloft
|
Antidepresan
lain
|
Trasodon,
inhibitor MAO
|
Priapisme,
fase pembangkitan, orgasme
|
Pertmb.
Prozac, Zoloft
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi
menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan
internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal
biasanya berupa pandangan sosial, yang
menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh
lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi
sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas
dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa
dan tidaak pantas berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial
dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut menyebabkan keinginan dalam
diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan
fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia
lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan
fungsi seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya
kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan
perhatian dari pasangan membawa akibat terhadap frekwensi maupun kualitas
hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan
kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya
terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui
beberapa tahapan konseling secara terbuka dan kolaborasi dengan dokter
spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan masalah
seksual pada lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga
ringan dan konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap
masalah pada lansia akan terselesaikan.
B. SARAN
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan,
tidak hanya di lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan
masyarakat bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita
mulai dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk
diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang
sempurna dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka,
merasakan kehidupan yang harmonis serta merasakan kenikmatan seksual yang aman
dan nyaman. Oleh karena itu, pengetahuan tentang permasalahan seksual pada
lansia baik pria maupun wanita perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya
kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar para lansia
mendapatkan kehidupan yang nayak, dan harmonis sebagai manusia dan warga negara
seutuhnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia
lanjut ). Jakarta : FKUI
2. Widyastuti,
Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya
3. Modul Kesehatan
Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta