MAKALAH DIMENSI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health
Organization) sehat adalah keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan
sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI
no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial, yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termaksud sejumlah
sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa merupakan suatu
kondisi sehat emosional psikologis dan sosial yang telihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri
yang positif dan kestabilitas emosional (Videbeck,2008). Gangguan jiwa
didefinisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis
yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress misalnya
gejala nyeri atau distabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) (Videbeck,2008).
Demensia sering dikenal dengan
istilah pikun oleh kebanyakan orang, demensia adalah sebuah sindrom karena
penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi
kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman,
perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang
didahului, oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular
dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa
akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai
depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian
lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana ,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau
tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda,
bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya
penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. demensia adalah suatu
keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan daya ingat sehingga
meyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
Demensia banyak menyerang mereka
yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa
dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa
demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya
demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu
dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J.,
Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk
dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia. Betapa besar beban yang harus
ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi
secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya.
Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak
mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena
umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan
mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang
melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis
Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum :
Menjadi
reveransi dalam melaksanakan asuhan keperawaan pada lansia dengan gangguan pola
pikir yaitu demensia (pikun).
1.2.2
Tujuan Khusus :
1) Menjelaskan pengertian dari
demensia.
2) Menjelaskan klasifikasi dari
demensia.
3) Menjelaskan etiologi demensia.
4) Menjelaskan patofisiologi demensia
5) Menjelaskan gejala klinis.
6) Menjelaskan tanda dan gejala
demensia.
7) Menjelaskan diagnosis dari demensia.
1.3
MANFAAT
1.3.1 Teoritis
Mahasiswa
memiliki ilmu pengetahuan tentang konsep teori penanganan pada pasien gangguan
jiwadengan gangguan proses pikir demensia atau pikun.
1.3.2 Praktis
Manfaat
dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan
kepada pembaca mengenai penyakit demensia pada lansia. Bagi kelompok lansia
makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk memperhatikan gaya
hidup mereka yang merupakan faktor resiko terjadinya demensia atau pikun.
BAB 2
TINJAUAN
KASUS
2.1 PENGERTIAN
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya
fungsi intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen dalam Darmojo, 2004).
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak,
bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang
lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan
dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada
penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama
atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan
fungsi vegetatif atau keadaan terjaga. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat
terganggu serta penurunan fungsi intelektual didapat yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.2 ETIOLOGI
Keadaan
yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, untuk mengingat berbagai
keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut :
D : Drugs ( obat-obatan )
E : Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll )
M : Metabolik/ endokrin
E : Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )
N : Nutrisional
T : Tumor & trauma
I : Infeksi
Arteriosklerotik
( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark miokard, gagal jantung, dll ) dan alcohol.
Keadaan
yang secara potensial teversible atau bisa dihentikan (Mangoen Prasodjo: 2004 )
:
1.
Intoksikasi ( obat, termasuk
alkohol, dll )
2.
Infeksi susunan syaraf pusat tumor
otak, stroke
3.
Gangguan metabolik
4.
Gangguan nutrisi
5.
gangguan vaskuler ( dimensia multi
infark )
6.
Lesi desak ruang
7.
Hidrocephalus bertekanan normal
8.
Depresi (Pseudo - dimensia depresif
)
2.3
PATOFISIOLOGI
1. Dimensia Degeneratif Prime
Dikenal juga
dengan nama dimensia tipe alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi
perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari
kortex otak. Terjadi kekusutan neurofiblier dan plak-plak neurit dan perubahan
aktivitas kolinergik di daerah-daerah tertentu di otak. Penyebab tidak
diketahui secara pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya
faktor kromosom atau genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam
aluminium, akibat infeksi virus lambat/ pengaruh lingkungan lain.
2. Dimensia Multi Infark
Dimensia
ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit alzheimer. Bisa didapatkan
secara tersendiri atau bersama dengan dimensia jenis lain. Didapatkan sebagai
akibat/ gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Oleh
karena lesi di otak seringkali tidak terlalu besar, gejala strokenya ( berupa
defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Dapatan yang khas adalah bahwa gejala
dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat (stepwise), di mana setiap episode
akut menurunkan keadaan kognitifnya. Hal ini berbeda dengan dapatan pada
penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif pada
penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif.
3. Dimensia pada Penyakit Neurologik
Berbagai
penyakit neurologik sering disertai dengan gejala dimensia. Diantaranya yang
tersering adalah penyakit parkinson, khorea huntington dan hidrocephalus
bertekanan normal. Gejala mirip dimensia sub kortikal, yaitu selain didapatkan
dimensia juga gejala postur dan langkah (gait) serta depresi.
4. Sindroma Amnestik dan Pelupa Benigna Akibat
Penuaan
Pada
dimensia amnestik terdapat gangguan menori (daya ingat)/ hal yang baru terjadi,
biasanya penyebabnya adalah :
a. Defisiensi tiamin (sering akibat
pemakaian alkohol berlebihan)
b.
Lesi pada struktur otak bagian temporal
tengah (akibat trauma atau anoksia)
c.
Iskemia global translen (sepintas)
akibat insufisiensi cerebrovaskuler.
2.4
TANDA DAN
GEJALA
a)
Menurunnya daya ingat yang terus
terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak
bisa lepas.
b)
Gangguan orientasi waktu dan tempat,
misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
c)
Penurunan dan ketidakmampuan
menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat
untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d)
Ekspresi yang berlebihan, misalnya
menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada
kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
e) Adanya perubahan perilaku, seperti :
acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
2.5 GEJALA KLINIS
Ada dua tipe
demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler :
1.
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan
gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan
kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan
gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa
(forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang
benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya
gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan
(curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran
atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu
makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer
terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium
amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan
menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru
yang dialami.
b.
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan
disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
a) Disorientasi.
b) gangguan bahasa (afasia).
c) penderita mudah bingung.
d) penurunan fungsi memori lebih berat
sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal
anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi.
e) Dan ada gangguan visuospasial,
menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat
prevalensinya 15-20%,”
c.
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit
berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
a)
Penderita menjadi vegetative.
b)
tidak bergerak dan membisu.
c)
daya intelektual serta memori
memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri.
d)
tidak bisa mengendalikan buang air
besar/ kecil.
e)
kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan ornag lain.
f)
kematian terjadi akibat infeksi atau
trauma.
2.
Demensia
Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan
oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko
stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena
lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi
itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering
dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena
kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada
demensia vaskuler.
Dibawah ini
merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya :
a.
Kelainan sebagai penyebab Demensia :
1. Penyakit Degenaratif.
2. Penyakit Serebrovaskuler.
3. Keadaan Anoksi/ Cardiac Arrest,
Gagal Jantung, Intioksi Co.
4. Trauma Otak.
5. Infeksi (Aids, Ensefalitis,
Sifilis).
6. Hidrosefaulus Normotensif.
7. Tumor Primer Atau Metastasis.
8. Autoimun, Vaskulitif.
9. Multiple Sclerosis.
10. Toksik.
Kelainan lain
: epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease.
b. Gangguan psiatrik :
1. Depresi.
2. Anxietas.
3. Psikosis.
c. Obat-obatan :
1.
Psikofarmaka.
2.
Antiaritmia.
3.
Antihipertensi.
d.
Antikonvulsan : Digitalis
e.
Gangguan nutrisi :
1. Defisiensi B6 (Pelagra)
2. Defisiensi B12
3. Defisiensi asam folat
4. Marchiava-bignami disease
f. Gangguan metabolisme :
1.
Hiper/hipotiroidi
2.
Hiperkalsemia
3.
Hiper/hiponatremia
4.
Hiopoglikemia
5.
Hiperlipidemia
6.
Hipercapnia
7.
Gagal ginjal
8.
Sindromk Cushing.
9.
Addison’s disesse.
2.6 KLASIFIKASI DEMENSIA
1.
Menurut Umur:
a.
Demensia
senilis (>65 th)
b.
Demensia prasenilis
(<65 th)
2.
Menurut
perjalanan penyakit
a.
Reversibel
b.
Ireversibel (Normal pressure
hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma,
intoxikasi Pb.
3.
Menurut kerusakan struktur otak Tipe
Alzheimer Tipe non-Alzheimer
a)
Demensia vaskular
b)
Demensia Jisim Lewy (Lewy Body
dimensia)
c)
Demensia Lobus frontal-temporal
d)
Demensia terkait dengan
SIDA(HIV-AIDS)
e)
Morbus Parkinson
f)
Morbus Huntington
g)
Morbus Pick
h)
Morbus Jakob-Creutzfeldt
i)
Sindrom
Gerstmann-Sträussler-Scheinker
j)
Prion disease
k)
Palsi Supranuklear progresif
l)
Multiple sklerosis
m)
Neurosifilis
n)
Tipe campuran
4.
Menurut sifat klinis:
a.
Demensia proprius
b.
Pseudo-demensia
2.7
MANIFESTASI KLINIS
1.
Dimensia degeneratif primer
(alzheimer)
Penyakit
alzheimer mempunyai awitan yang lambat dibandingkan dimensia multi infark.
Penyakit ini muncul secara berangsur-angsur, tetapi kemampuan kognitif
mengalami kemunduran secara progresif tanpa berhenti/ meningkat
Gejala
klinik alzheimer dibedakan dalam 3 fase ( Whaley, 1997 ) :
a. Fase I
Ditandai
dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spatial.
Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing, sukar menemukan jalan pulang yang
biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan dan kiri. Bahkanpada
fase dini ini rasa tilikan sudah terganggu.
b. Fase II
Terjadi
tanda yang mengarah kerusakan fokal, kortikal, walaupun tidak terlihat pola
defisit yang khas. Gejala neurologik mungkin termasuk tanggapan ekstensor
plantans dan beberapa kelemahan fasial, delusi dan halusinasi mungkin terdapat,
walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.
c.
Fase III
Pembicaraan
terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita tampak terus menerus
apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri sendiri/ orang yang dikenalnya.
Penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinensia alvi/ urine.
Gejala neurologik menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah, tonus otot,
sindrom kluver-Bucy (apatis, gangguan pengenalan, gerak mulut tidak terkontrol,
amnesia, bulimia).
2. Dimensia multi infark
Dapatan
yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat di
mana setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya.
3. Dimensia pada penyakit neurologik
Gejala
mirip dimensia subkortikal yaitu selain didapatkan dimensia juga gejala postur
langkah gait seperti depresi. Pada MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi
proporsi dibanding atrofi kortikal otak.
4. Sindroma amnestik
dan pelupa benigna akibat penuaan
a.
Gejala utama adalah gangguan memori
(pada kedua keadaan di atas)
b.
Pada dimensia terdapat gangguan
fungsi kortikal
c.
Pada sindroma amnestik terdapat
gangguan pada daya ingat hal yang baru terjadi
d.
Pelupa benigna akibat penuaan
biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya ingat yang tidak progresif dan
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga, teman
karena sering mengulang pertanyaan yang sama/ lupa pada kejadian yang baru
terjadi. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai gangguan
intelektual yang lain maka kemungkinan besar diagnosis dimensia dapat
ditegakkan (Brockle hurst et. Al 1994, dalam Darmojo : 2004 ).
2.8
PENATALAKSANAAN
1. Optimalkan fungsi dan penderita :
a) Obati penyakit yang mendasari
b) Upayakan aktivitas fisik dan mental
c) Persiapkan penderita bila akan
berpindah tempat
d) Akses keadaan lingkungan kalau perlu buat perubahan
e) Hindari pemakaian obat yang
memberikan efek samping pada SSP
2. Kenali dan obati komplikasi
a)
Depresi
b)
Agitasi
c)
Inkontinensia
d)
Gangguan perilaku lain
e)
Mengembara dan berbagai perilaku
merusak
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan
keluarga
a)
Berbagai hal tentang penyakitnya
b)
Prognosis
c)
Kemungkinan gangguan atau kelainan
yang terjadi
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada
pada penderita dan keluarganya
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
PENGKAJIAN
1. Riwayat
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2.
Kaji adanya demensia Dengan alat-
alat yang sudah distandarisasi, meliputi :
a) Mini Mental Status Exam (MMSE).
b) Short portable Mental Status
Questionnarie.
3.
Singkirkan kemungkinan adanya
depresi, dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale
untuk perbandigan gejala delirium, demensia, depresi
4. Wawancarai klien, pemberi asuhan
atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap :
1) Perilaku.
2) Bagaimana kemampuan klien mengurus
diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
3) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima
secara
sosial?
4) Apakah klien sering meneluyur dan mondar
mandir?
5) Apakah dia menunjukkan sundown syndrome atau
perseveration
phenomena?
5. Afek.
a)
Apakah klien menunjukkan ansietas?
b)
Labilitas emosi?
c)
Depresi atau apatis?
d)
Iritabilitas?
e)
Curiga?
f)
Tidak berdaya?
g)
frustasi?
6. Respon
kognitif.
a) Bagaimana tingkat orientasi klien?
b) Apakah klien mengalami kehilangan
ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?
c) Sulit mengatasi masalah,
mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu membuat penilaian terbukti
mengalami afasia, agnosia, atau apraksia
7.
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.
a) Identifikasi pemberian asuhan primer
dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan di keluarga tersebut.
(demensia jenis Alzheimer tahap akhir dapat sangat menyulitkan karena sumber
daya keluarga mungkin sudah habis.)
b) Identifikasi system pendukung yang
ada pada pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
c) Identifikasi pengetahuan dasar
tentang perawaran klien dan sumber daya komunitas ( catat hal-hal yang prertlu
diajarkan).
d) Identifikasi system pendukung
spiritual bagi keluarga.
e) Identifikasi kekhawatiran tertentu
tentang klien dan kekhawatiran
pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.
8.
Analisis
a) Setelah menganalisis dta yang
dikaji, bedakan prioritas klien.
b) Evaluasi kemampuan koping klien dan
keluarga; evaluasi tingkat ansietas klien dan potensinya untuk mengekspresikan
prilaku tanpa sadar.
c) Analisis tingkat kerusakan yang berkaitan
dengan gangguan kognitif tertentu.
d) Analisis sumber daya yang tersedia
bagi klien, pemberi asuhan, atau keluarga.
3.2 MASALAH
KEPERAWATAN
a)
Perubahan proses pikir
b)
Perubahan persepsi sensori
c)
Perubahan pola eliminasi
d)
Risiko terhadap trauma
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan Proses Pikir
Tujuan agar pasien mampu:
1) Mengenal/berorientasi terhadap waktu
orang dan temapat
2) Meklakukan aktiftas sehari-hari
secara optimal.
2.
Risiko Cedera : jatuh
3.4
INTERVENSI
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
:
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk
mengenal barang milik pribadinya. misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.
b. Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar
perhari dengan tulisan besar.
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk
menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat
d. Beri kesempatan kepada klien untuk
mengenal dimana dia berada.
e. Berikan pujian jika pasien bila
pasien dapat menjawab dengan benar.
f. Observasi kemampuan pasien untuk
melakukan aktifitas sehari-hari.
g. Beri kesempatan kepada pasien untuk
memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
h. Bantu pasien untuk melakukan
kegiatan yang telah dipilihnya.
i. Beri pujian jika pasien dapat
melakukan kegiatannya.
j. Tanyakan perasaan pasien jika mampu
melakukan kegiatannya.
k. Bersama pasien membuat jadwal
kegiatan sehari-hari.
2.
Tindakan untuk
keluarga
a. Tujuan :
Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat
b. Menyediakan
saran yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas
c. Membantu pasien
dalam melakukan aktiftas sehari-hari.
Tindakan:
a.
Diskusikan dengan keluarga cara-cara
mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien
b. Anjurkan keluarga untuk menyediakan
jam besar, kalender dengan tulisan besar
c.
Diskusikan dengan keluarga kemampuan
yang pernah dimiliki pasien
d. Bantu keluarga memilih kemampuan
yang dilakukan pasien saat ini.
e.
Anjurkan kepada keluarga untuk
memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki
oleh pasien
f.
Anjurkan keluarga untuk memantu
lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
g. Anjurkan keluarga untuk memantau
kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
h. Anjurkan keluarga untuk memberikan
pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
i.
Anjurkan keluarga untuk membantu
pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
j.
Anjurkan keluarga memberikan pujian
jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
k. Diagnosa II “Lansia demensia
dengan risiko cedera”
Tindakan pada pasien.
Tujuan
:
1.
Pasien terhindar dari cedera
2.
Pasien mampu mengontrol aktifitas
yang dapat mencegah cedera.
Tindakan:
a.
Jelaskan faktor-faktor risiko yang
dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana
b.
Ajarkan cara-cara untuk mencegah
cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong
c.
Berikan pujian terhadap kemampuan
pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Tindakan untuk
keluarga
Tujuan: Keluarga mampu:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat menyebabkan cedera pada pasien
2. Keluarga mampu menyediakan
lingkungan yang aman untuk mencegah
cedera
Tindakan:
a.
Diskusikan dengan keluarga
faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
b.
Anjurkan keluarga untuk menciptakan
lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda
tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala
di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok, tutup steker
dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya
dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang rendah.
c.
Menganjurkan keluarga agar selalu
menemani pasien di rumah serta memantau aktivitas harian yang dilakukan.
3.5 EVALUASI
Untuk mengukur
keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan
menilai kemampuan klien dan keluarga :
1. Gangguan
proses pikir: bingung
Kemampuan pasien :
a) Mampu menyebutkan hari, tanggal dan
tahun sekarang dengan benar.
b) Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal.
c) Mampu menyebutkan tempat dimana
pasien berada saat ini.
d) Mampu melakukan kegiatan harian
sesuai jadwal.
e) Mampu mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan kegiatan.
Kemampuan
keluarga :
Tujuan :
a)
Mampu membantu pasien mengenal waktu
temapt dan orang.
b)
Menyediakan kalender yang mempunyai
lembaran perhari dengan tulisan
besar dan jam besar.
Tindakan
:
1.
Membantu pasien melaksanakan
kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat.
2.
Memberikan pujian setiap kali pasien
mampu melaksanakan kegiatan harian .
2. Resiko
cedera.
Kemampuan pasien :
a) Menyebutkan dengan bahasa sederhana
faktor-faktor yang menimbulkan cedera.
b) Menggunakan cara yang tepat untuk
mencegah cedera.
c) Mengontrol aktivitas sesuai
kemampuan.
Kemampuan
keluarga :
Keluarga dapat mengungkapkan
faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada pasien.
1.
Menyediakan pengaman di dalam rumah
2.
Menjauhkan alat-alat listrik dari
jangkauan pasien
3.
Selalu menemani pasien di rumah
4.
Memantau kegiatan harian yang
dilakukan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Makalah demensia. http://gustriag.wordpress.com/2012/11/16/makalah-demensia/.
Diakses pukul 19.40 WIB tanggal 28 maret 2014
Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan
Gerontik.
Edisi2. Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Stanley,Mickey.
(2002). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta.
http://ners-blog.blogspot.com/2011/09/kumpulan-sp-jiwa.html. diakses pukul 19.34 WIB tanggal 26 maret 2014.
Videbeck L, Sheila ; (2008). Buku ajar keperawatan jiwa, Jakarta :
EGC.