Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

MAKALAH DIMENSI



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
      Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termaksud sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
      Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional psikologis dan sosial yang telihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilitas emosional (Videbeck,2008). Gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress misalnya gejala nyeri atau distabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) (Videbeck,2008).
      Demensia sering dikenal dengan istilah pikun oleh kebanyakan orang, demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
      Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana ,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda, bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. demensia adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan daya ingat sehingga meyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
      Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
      Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum :
Menjadi reveransi dalam melaksanakan asuhan keperawaan pada lansia dengan gangguan pola pikir yaitu demensia (pikun).
1.2.2 Tujuan Khusus :
1)      Menjelaskan pengertian dari demensia.
2)      Menjelaskan klasifikasi dari demensia.
3)      Menjelaskan etiologi demensia.
4)      Menjelaskan patofisiologi demensia
5)      Menjelaskan gejala klinis.
6)      Menjelaskan tanda dan gejala demensia.
7)      Menjelaskan diagnosis dari demensia.

1.3 MANFAAT
1.3.1 Teoritis
      Mahasiswa memiliki ilmu pengetahuan tentang konsep teori penanganan pada pasien gangguan jiwadengan gangguan proses pikir demensia atau pikun.

1.3.2 Praktis
      Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca mengenai penyakit demensia pada lansia. Bagi kelompok lansia makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk memperhatikan  gaya hidup mereka yang merupakan faktor resiko terjadinya demensia atau pikun.

BAB 2
TINJAUAN KASUS

2.1 PENGERTIAN
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen dalam Darmojo, 2004).
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-Darmojo, 2009).
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau keadaan terjaga. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu serta penurunan fungsi intelektual didapat yang menyebabkan hilangnya independensi sosial (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.2 ETIOLOGI
Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut :
D   : Drugs ( obat-obatan )
E    : Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll )
M   : Metabolik/ endokrin
E    : Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )
N   : Nutrisional
T    : Tumor & trauma
I     : Infeksi
Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark miokard, gagal  jantung, dll ) dan alcohol.
Keadaan yang secara potensial teversible atau bisa dihentikan (Mangoen Prasodjo: 2004 ) :
1.      Intoksikasi ( obat, termasuk alkohol, dll )
2.      Infeksi susunan syaraf pusat tumor otak, stroke
3.      Gangguan metabolik
4.      Gangguan nutrisi
5.      gangguan vaskuler ( dimensia multi infark )
6.      Lesi desak ruang        
7.      Hidrocephalus bertekanan normal
8.      Depresi (Pseudo - dimensia depresif )

2.3 PATOFISIOLOGI
1.      Dimensia Degeneratif Prime
Dikenal juga dengan nama dimensia tipe alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari kortex otak. Terjadi kekusutan neurofiblier dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam aluminium, akibat infeksi virus lambat/ pengaruh lingkungan lain.
2.      Dimensia Multi Infark
Dimensia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan dimensia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/ gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Oleh karena lesi di otak seringkali tidak terlalu besar, gejala strokenya ( berupa defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat (stepwise), di mana setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya. Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif pada penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif.
3.      Dimensia pada Penyakit Neurologik
Berbagai penyakit neurologik sering disertai dengan gejala dimensia. Diantaranya yang tersering adalah penyakit parkinson, khorea huntington dan hidrocephalus bertekanan normal. Gejala mirip dimensia sub kortikal, yaitu selain didapatkan dimensia juga gejala postur dan langkah (gait) serta depresi.
4.   Sindroma Amnestik dan Pelupa Benigna Akibat Penuaan
Pada dimensia amnestik terdapat gangguan menori (daya ingat)/ hal yang baru terjadi, biasanya penyebabnya adalah :
a.          Defisiensi tiamin (sering akibat pemakaian alkohol berlebihan)
b.      Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah (akibat trauma atau anoksia)
c.          Iskemia global translen (sepintas) akibat insufisiensi cerebrovaskuler.

2.4 TANDA DAN GEJALA
a)      Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b)      Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
c)      Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d)     Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e)      Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

2.5 GEJALA KLINIS
      Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler :
1.     Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a.  Stadium I
   Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
b. Stadium II
   Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
a)      Disorientasi.
b)     gangguan bahasa (afasia).
c)      penderita mudah bingung.
d)     penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
e)      Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
c. Stadium III
   Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain:
a)        Penderita menjadi vegetative.
b)        tidak bergerak dan membisu.
c)        daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri.
d)       tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil.
e)        kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain.
f)         kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
2.         Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.

Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya :
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
                  1.      Penyakit Degenaratif.
                  2.      Penyakit Serebrovaskuler.
                  3.      Keadaan Anoksi/ Cardiac Arrest, Gagal Jantung, Intioksi Co.
                  4.      Trauma Otak.
                  5.      Infeksi (Aids, Ensefalitis, Sifilis).
                  6.      Hidrosefaulus Normotensif.
                  7.      Tumor Primer Atau Metastasis.
                  8.      Autoimun, Vaskulitif.
                  9.      Multiple Sclerosis.
                10.    Toksik.
         Kelainan lain : epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease.
b.  Gangguan psiatrik :
1.        Depresi.
2.        Anxietas.
3.        Psikosis.
c. Obat-obatan :
1.      Psikofarmaka.
2.      Antiaritmia.
3.      Antihipertensi.
d. Antikonvulsan : Digitalis
e. Gangguan nutrisi :
1.      Defisiensi B6 (Pelagra)
2.      Defisiensi B12
3.      Defisiensi asam folat
4.      Marchiava-bignami disease
f. Gangguan metabolisme :
1.        Hiper/hipotiroidi
2.        Hiperkalsemia
3.        Hiper/hiponatremia
4.        Hiopoglikemia
5.        Hiperlipidemia
6.        Hipercapnia
7.        Gagal ginjal
8.        Sindromk Cushing.
9.        Addison’s disesse.

2.6 KLASIFIKASI DEMENSIA
1.            Menurut Umur:
a.       Demensia senilis (>65 th)
b.      Demensia prasenilis (<65 th)
2.            Menurut perjalanan penyakit
a.       Reversibel
b.      Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,   Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
3.            Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer
a)      Demensia vaskular
b)      Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dimensia)
c)      Demensia Lobus frontal-temporal
d)     Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
e)      Morbus Parkinson
f)       Morbus Huntington
g)      Morbus Pick
h)      Morbus Jakob-Creutzfeldt
i)        Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
j)        Prion disease
k)      Palsi Supranuklear progresif
l)        Multiple sklerosis
m)    Neurosifilis
n)      Tipe campuran
4.            Menurut sifat klinis:
a.       Demensia proprius
b.      Pseudo-demensia
2.7 MANIFESTASI KLINIS
1.       Dimensia degeneratif primer (alzheimer)
Penyakit alzheimer mempunyai awitan yang lambat dibandingkan dimensia multi infark. Penyakit ini muncul secara berangsur-angsur, tetapi kemampuan kognitif mengalami kemunduran secara progresif tanpa berhenti/ meningkat
Gejala klinik alzheimer dibedakan dalam 3 fase ( Whaley, 1997 ) :
a. Fase I
Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spatial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing, sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan dan kiri. Bahkanpada fase dini ini rasa tilikan sudah terganggu.
b. Fase II
Terjadi tanda yang mengarah kerusakan fokal, kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Gejala neurologik mungkin termasuk tanggapan ekstensor plantans dan beberapa kelemahan fasial, delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.
c.       Fase III
Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita tampak terus menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri sendiri/ orang yang dikenalnya. Penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinensia alvi/ urine. Gejala neurologik menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah, tonus otot, sindrom kluver-Bucy (apatis, gangguan pengenalan, gerak mulut tidak terkontrol, amnesia, bulimia).
2.  Dimensia multi infark
Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat di mana setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya.
3.  Dimensia pada penyakit neurologik
Gejala mirip dimensia subkortikal yaitu selain didapatkan dimensia juga gejala postur langkah gait seperti depresi. Pada MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proporsi dibanding atrofi kortikal otak.
4.   Sindroma amnestik dan pelupa benigna akibat penuaan
a.       Gejala utama adalah gangguan memori (pada kedua keadaan di atas)
b.      Pada dimensia terdapat gangguan fungsi kortikal
c.       Pada sindroma amnestik terdapat gangguan pada daya ingat hal yang baru terjadi
d.      Pelupa benigna akibat penuaan biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga, teman karena sering mengulang pertanyaan yang sama/ lupa pada kejadian yang baru terjadi. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai gangguan intelektual yang lain maka kemungkinan besar diagnosis dimensia dapat ditegakkan (Brockle hurst et. Al 1994, dalam Darmojo : 2004 ).

2.8 PENATALAKSANAAN
1.   Optimalkan fungsi dan penderita :
a)      Obati penyakit yang mendasari
b)      Upayakan aktivitas fisik dan mental
c)      Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
d)     Akses keadaan lingkungan kalau perlu buat perubahan
e)      Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
2.   Kenali dan obati komplikasi
a)      Depresi
b)      Agitasi
c)      Inkontinensia
d)     Gangguan perilaku lain
e)      Mengembara dan berbagai perilaku merusak
3.   Upayakan perumatan berkesinambungan
4.   Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga
a)      Berbagai hal tentang penyakitnya
b)      Prognosis
c)      Kemungkinan gangguan atau kelainan yang terjadi
5.  Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1.     Riwayat
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2.            Kaji adanya demensia Dengan alat- alat yang sudah distandarisasi, meliputi :
a)      Mini Mental Status Exam (MMSE).
b)      Short portable Mental Status Questionnarie.
3.      Singkirkan kemungkinan adanya depresi, dengan alat skrining yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale untuk perbandigan gejala delirium, demensia, depresi
4.      Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap :
1)      Perilaku.
2)      Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
      aktivitas hidup sehari-hari?
3)       Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara
       sosial?
4)       Apakah klien sering meneluyur dan mondar mandir?
5)       Apakah dia menunjukkan sundown syndrome atau perseveration
       phenomena?
5. Afek.
a)      Apakah klien menunjukkan ansietas?
b)      Labilitas emosi?
c)      Depresi atau apatis?
d)     Iritabilitas?
e)      Curiga?
f)       Tidak berdaya?
g)      frustasi?
6. Respon kognitif.
a)         Bagaimana tingkat orientasi klien?
b)         Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?
c)         Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu membuat penilaian terbukti mengalami afasia, agnosia, atau apraksia
7. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga.
a)         Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan di keluarga tersebut. (demensia jenis Alzheimer tahap akhir dapat sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin sudah habis.)
b)         Identifikasi system pendukung yang ada pada pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
c)         Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawaran klien dan sumber daya komunitas ( catat hal-hal yang prertlu diajarkan).
d)        Identifikasi system pendukung spiritual bagi keluarga.
e)         Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri.
8. Analisis
a)         Setelah menganalisis dta yang dikaji, bedakan prioritas klien.
b)         Evaluasi kemampuan koping klien dan keluarga; evaluasi tingkat ansietas klien dan potensinya untuk mengekspresikan prilaku tanpa sadar.
c)         Analisis tingkat kerusakan yang berkaitan dengan gangguan kognitif tertentu.
d)        Analisis sumber daya yang tersedia bagi klien, pemberi asuhan, atau keluarga.

3.2 MASALAH KEPERAWATAN
a)        Perubahan proses pikir
b)        Perubahan persepsi sensori
c)        Perubahan pola eliminasi
d)       Risiko terhadap trauma

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Gangguan Proses Pikir
       Tujuan agar pasien mampu:
1)  Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan temapat
2)  Meklakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.
2.         Risiko Cedera : jatuh

3.4 INTERVENSI
1.      Tindakan keperawatan untuk pasien :
a.       Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya. misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.
b.      Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari   dengan  tulisan besar.
c.       Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat
d.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
e.       Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.
f.       Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
g.      Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
h.      Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya.
i.        Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
j.        Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
k.      Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
2.      Tindakan untuk keluarga
a.       Tujuan : Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat
b.      Menyediakan saran yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas
c.       Membantu pasien dalam melakukan aktiftas sehari-hari.
Tindakan:
a.       Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien
b.      Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
c.       Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
d.      Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
e.       Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh pasien
f.       Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
g.      Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
h.      Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
i.        Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
j.        Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
k.      Diagnosa IILansia demensia dengan risiko cedera”
Tindakan pada pasien.
Tujuan :
1.    Pasien terhindar dari cedera
2.    Pasien mampu mengontrol aktifitas yang dapat mencegah cedera.
Tindakan:
a.       Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana
b.      Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong
c.       Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Tindakan untuk keluarga
Tujuan: Keluarga mampu:
1.      Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada     pasien
2.      Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah     cedera
Tindakan:
a.       Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
b.      Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang rendah.
c.       Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau aktivitas harian yang dilakukan.
3.5 EVALUASI
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga :
1.      Gangguan proses pikir: bingung
Kemampuan pasien :
a)      Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar.
b)      Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal.
c)      Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini.
d)     Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadwal.
e)      Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan.
Kemampuan keluarga :
Tujuan :
a)      Mampu membantu pasien mengenal waktu temapt dan orang.
b)      Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan       besar dan jam besar.
Tindakan :
1.      Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat.
2.      Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian .
2.        Resiko cedera.
Kemampuan pasien :
a)      Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera.
b)      Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah cedera.
c)      Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan.
Kemampuan keluarga :
Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada pasien.
1.        Menyediakan pengaman di dalam rumah
2.        Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien
3.        Selalu menemani pasien di rumah
4.        Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien
                                                                          
DAFTAR PUSTAKA

Makalah demensia. http://gustriag.wordpress.com/2012/11/16/makalah-demensia/. Diakses pukul 19.40 WIB tanggal 28 maret 2014
Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi2. Buku Kedokteran.        Jakarta : EGC.
Stanley,Mickey. (2002). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta.
            http://ners-blog.blogspot.com/2011/09/kumpulan-sp-jiwa.html. diakses        pukul 19.34 WIB tanggal 26 maret 2014.
Videbeck L, Sheila ; (2008). Buku ajar keperawatan jiwa, Jakarta : EGC.

0 Responses