Welcome Comments Pictures
TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG MUDAH-MUDAHAN BISA BERMANFAAT

PERMASALAHAN KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL PEMERKOSAAN



BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Selama beberapa tahun terakhir ini bangsa Indonesia banyak menghadapi masalah kekerasan, baik yang bersifat masal maupun yang dilakukan secara individual. Masyarakat mulai merasa resah dengan adanya berbagai kerusuhan yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Kondisi seperti ini membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan untuk menjadi korban kekerasan.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kekerasan secara fisik, akan tetapi dapat juga meliputi kekerasan terhadap perasaan atau psikologis, kekerasan ekonomi, dan juga kekerasan seksual. Hal ini sesuai dengan pendapat Hayati (2000) yang mengatakan bahwa kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku, baik verbal maupun non-verbal, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional, dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya.
Kasus perkosaan yang marak terjadi di Indonesia , menunjukkan bahwa pelaku tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum namun terkait pula dengan akibat yang akan dialami oleh korban dan timbulnya rasa takut masyarakat secara luas. Akibat dari ini di Indonesia secara normatif tidak mendapatkan perhatian selayaknya, hal ini disebabkan oleh karena hukum pidana (KUHP) masih menempatkan kasus perkosaan ini sama dengan kejahatan konvensional lainnya, yaitu berakhir sampai dengan dihukumnya pelaku. Kondisi ini terjadi oleh karena KUHP masih mewarisi nilai-nilai pembalasan dalam KUHP.
Dari sudut pandang ini maka menghukum pelaku menjadi tujuan utama dalam proses peradilan pidana, oleh karena itu semua komponen dalam proses peradilan pidana mengarahkan perhatian dan segala kemampuannya untuk menghukum si pelaku dengan harapan bahwa dengan dihukumnya pelaku dapat mencegah terulangnya tindak pidana tersebut dan mencegah pelaku lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama ini dan masyarakat merasa tentram karena dilindungi oleh hukum, seperti yang ada dalam KUHP pada pasal 285 yaitu “Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”
Adapun yang dimaksud dengan tindakan perkosaan adalah tindakan yang melanggar hukum. Tindakan perkosaan tersebut telah merugikan orang lain yaitu orang yang telah diperkosa tersebut. Seperti yang sudah ada dalam KUHP Ancaman hukuman dalam pasal 285 ini ialah pria yang memaksa wanita, dimana wanita tersebut bukan istrinya dan pria tersebut telah bersetubuh dengan dia dengan ancaman atau perkosaan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas apa yang dimaksud dengan tindak pidana perkosaan. Maka masyarakat harus bisa berhati-hati dan lebih waspada terhadap tindak pidana perkosaan dan kasus pemerkosaan menjadi masalah yang harus segera dibenahi di Indonesia agar tidak merusak citra dan moral bangsa Indonesia.

1.2     Rumusan Masalah
2        Apa pengertian dari perkosaan ?
3        Apa saja macam-macam perkosaan ?
4        Apa motivasi terjadinya perkosaan ?
5         Siapa saja wanita yang rentan terhadap korban perkosaan ?
6         Bagaimana pencegahan dari perkosaan ?
7         Bagaimana sikap kita terhadap korban perkosaan ?
8         Apa saja dampak kesehatan pada korban pemerkosaan ?
9         Bagaimana cara penanganan terhadap korban perkosaan ?

     1.3     Tujuan Penulisan
1.      Menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai dimensi sosial dan permasalahannya mengenai perkosaan.
2.      Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kesehatan Reproduksi pada Program D III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Cipta Husada Purwokerto.

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1                                  Pengertian Pemerkosaan
            Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pada jaman dahulu perkosaan sering dilakukan untuk memperoleh seorang istri. Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997). Pendapat ini senada dengan definisi perkosaan menurut Rifka Annisa Women’s Crisis Center, bahwa yang disebut dengan perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual. Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan benda adalah juga perkosaan.
            Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan (Idrus, 1999). Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian besar negara memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak laki-laki dengan menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi vagina terhadap korban. Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan dengan melawan keinginan korban. Tindakan tersebut dilakukan dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan kekuasaan pada saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik maupun secara mental. Beberapa negara menambahkan adanya pemaksaan hubungan seksual secara anal dan oral ke dalam definisi perkosaan, bahkan beberapa negara telah menggunakan bahasa yang sensitif gender guna memperluas penerapan hukum perkosaan. Di dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa:
1.      barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
2.      Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi perkosaan Black’s Law Dictionary(dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga bentuk:
a.    Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.
b.    Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita, dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.
c.    Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya. Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal 285.
3.      Pada kasus perkosaan seringkali disebutkan bahwa korban perkosaan adalah perempuan. Secara umum memang perempuan yang banyak menjadi korban perkosaan. Mereka dapat dipaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun tidak menghendaki hal tersebut. Apabila mengacu pada KUHP, maka laki- laki tidak dapat menjadi korban perkosaan karena pada saat laki-laki dapat melakukan hubungan seksual berarti ia dapat merasakan rangsangan yang diterima oleh tub uhnya dan direspon oleh alat kelaminnya (Koesnadi, 1992). Akan tetapi pada kenyataannya ada pula laki- laki yang menjadi korban perkosaan baik secara oral maupun anal.

2.2         Macam-macam pemerkosaan 
1.      Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual secara paksa tanpa persetujuan antara orang-orang yang sudah kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang mengenal korban.
2.      Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk membuat korbannya tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3.      Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak diketahui, diperkirakan 1 dari 6 wanita di Indonesia adalah korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita
4.      Pemerkosaan massal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang menyerang satu korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara, pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan oleh satu orang.
5.      Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan seksual. Di banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat dituduh memperkosa.
6.      Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang bila dilakukan oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman, bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di Indonesia, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.
7.      Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk mempermalukan musuh dan menurunkan semangat juang mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya untuk memperkosa orang sipil.
8.      Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah. Di banyak negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena dua orang yang menikah dapat berhubungan seks kapan saja. Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini telah diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi suami dilarang berhubungan seksual dengan istri lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
2.3                                  Motivasi Perkosaan
1.      Pria ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan  cara mengancam ( dengan senjata secara fisik menyakiti perempuan, verbal dengan menggertak ) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
2.      Sebagai cara meluapkan rasa marah, pengkhianatan, balas dendam, menghancurkan lawan baik masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta atau kepuasan seksual tidak penting.
3.      Luapan perilaku sadis, pelaku merasa puas setelah berbuat penderitaan bagi orang lain.
 2.4         Perempuan Yang Rentan Terhadap Korban Perkosaan
1.    Kekurangan fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau permasalahan yang berkaitan dengan fisik seperti perempuan duduk diatas kursi roda, bisu, tuli, buta atau keterbelakangan mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
2.    Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan atau gelandangan, didaerah peperangan.
3.    Korban tindak kekerasan suami atau pacar.

2.5         Pencegahan Pemerkosaan
1.    Berpakaian santun, berperilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
2.    Melakukan aktivitas bersamaan dalam kelompok dengan banyak teman, tidak berduaan.
3.    Ditempat kedai bersama teman atau kelompok, tidak berduaan dengan sesama pegawai atau atasan.
4.    Tidak menerima tamu laki-laki kerumah, bila dirumah seorang diri.
5.    Berjalan-jalan bersama banyak teman, terlebih diwaktu malam hari.
6.    Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
7.    Ketika berpergian, hindari sendirian.
8.    Waspada terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti hipnotis, obat-obatan dan minum-minuman terlarang, permen, snack atau hidangan makanan.
9.    Saat ditempat baru jangan terlihat bingung, bertanya pada polisi, hansip atau instansi.
 
2.6         Sikap Terhadap Korban Pemerkosaan
1.    Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal itu terjadi bukan kesalahannya.
2.    Menumbuhkan gairah hidup.
3.    Menghargai kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
4.    Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi.

2.7         Dampak Kesehatan Pada Korban Pemerkosaan
1.    Kehamilan, dapat dicegah dengan minum kontrasepsi darurat pada 24 jam pertama.
2.    Terjangkit infeksi menular seksual ( IMS ).
3.    Cedera robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
4.    Hubungan seksual dengan suami yang mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma.
5.    Gejala psikologis ringan hingga gangguan psikologis berat. Pada waktu singkat perempuan korban perkosaan menyalahkan diri sendiri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia gangguan tidur, inoreksia atau tidak nafsu makan, kecemasan mendalam, perasaan malas untuk bersosialisasi.

2.8         Penanganan Tehadap Korban Perkosaan
1.      Tugas Tenaga Kesehatan dalam kasus tindakan pemerkosaan
a.    Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b.    Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cedera, pemberian kontrasepsi darurat.
c.    Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d.   Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e.    Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
f.     Membantu memberitahukan pada keluarga.
2.      Upaya promotif
a.       Meningkatkan keterampilan bagi tenaga kesehatan pada pertolongan tindak perkosaan untuk mengatasi masalah kesehatan dan dalam memberi dukungan bila ingin melapor ke polisi.
b.      Penyelenggaraan pendidikan seksual untuk remaja.
c.       Sosialisasi hukum yang terkait dalam Undang-undang yang berkaitan dengan tindak pemerkosaan.
d.      Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat serta membrantas peredaran VCD ,majalah, poster, internet yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
e.       Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada pembentukan moral baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat, secara langsung dan melalui mass media.

 BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan adanya paksaan baik secara halus maupun kasar. Pemerkosaan terjadi tidak semata-mata karena ada kesempatan, namun pemerkosaan dapat terjadi karena pakaian yang dikenakan korban menimbulkan hasrat pada sipelaku untuk melakukan tindakan pemerkosaan, serta pemerkosaan bisa juga disebabkan karena rendahnya rasa nilai, moral, asusila dan nilai kesadaran beragama yang rendah yang dimiliki pelaku pemerkosaan. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial dan dampak psikologis bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut. Dampak yang ditimbulkan pada korban perkosaan yaitu pada waktu singkat perempuan korban perkosaan menyalahkan diri sendiri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia gangguan tidur, inoreksia atau tidak nafsu makan, kecemasan mendalam, perasaan malas untuk bersosialisasi. Penanganan terhadap korban perkosaan meliputi tugas dari tenaga kesehatan maupun upaya promotifnya.

 DAFTAR PUSTAKA

Abar, A. Z & Tulus Subardjono. 1998. Perkosaan dalam Wacana Pers National, kerjasama PPK &             Ford Foundation. Yogyakarta.
Cintikays.wordpress.com/permasalahan-dalam-dimensi-sosial-wanita/perkosaan
            diunduh tanggal 14 April 2014 pukul 15.00.
0 Responses